Kamis, 04 Juni 2015

Terjemah Kitab Batinul Ismi ( BATIN DAN DHAHIR ATAU KEPERCAYAAN DAN KEPUTUSAN)



“Terjemah Kitab Batinul Ismi”

Makalah
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kuliah Ilmu Tasawuf

Dosen Pengampu:
K.H. Muhammad Wafi, Lc  M.S.I


Disusun Oleh:
1.  KhoirudinAzis
2. M. Khodir
3. Sarpandi
4. Abdul Rouf
5. A. Winda Andika
6. M. In`amu Aufa




PROGRAM STUDI ILMU AL QUR’AN DAN TAFSIR
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM AL ANWAR SARANG REMBANG
2015





البا طن والظا هر
او
الد  يا نة والقضاء
)   BATIN DAN DHAHIR ATAU KEPERCAYAAN DAN KEPUTUSAN )


Termasuk yang telah disepakati oleh para ulama` adalah perkara -perkara syareat Islamiyah yang mana terbagi dua macam:
1.      Perkara yang berhubungan dengan ucapan – ucapan dan perbuatan – perbuatan yang jelas (nyata) seperti puasa, sholat,  dan amar makruf nahi mungkar. Dan berjuang memperbaiki kemaslahatan orang-orang islam.
2.      Perkara yang berhubungan dengan hati dan nafsu seperti, Ikhlas, tawadhuk, cinta kepada Allah, takut pada ancaman Allah dan berharap ridhonya.
Begitu juga dengan larangan-larangan Allah terbagi menjadi dua:
1.      Perkara yang berhubungan dengan ucapan-ucapan dan perbuatan-perbuatan yang jelas (nyata) contoh: Pencegahan membunuh tanpa hak, mencuri, zina, menggunjing dan lain – lain.
2.      Perkara yang berhubungan dengan nafsu atau hati seperti sombong, ria`, bergantung pada keindahan dunia dan hawa nafsu.
            Dan sebagian dari yang di sepakati orang islam semuanya, sesungguhnya sesuatu yang menempel pada orang muslim dari taat yang terlihat jelas itu berhubungan. Dan ucapan -ucapan,  perbuatan -perbuatan tidak berada dalam keadaan yang lurus,  yang diterima bagi Allah selama tidak bangkit tertancap pada taat -taat yang lain yang berhubungan dengan kehendak nafsu dan hati.
             Ketika tidak ada ikhlas Lillahita`ala di dalam hati, maka tidak akan membuahkan taat yang nyata dan ketika nafsu itu tidak dialiri dengan ahlak yang di perintahkan oleh Allah maka orang tersebut tidak akan merasa kaya dengan apa yang di milikinya.
             Hati yang dikuasai oleh kesombongan dan kedengkian itu lebih lemah menghubungkan taat dan ibadah dhohir dengan sambungan ubuddiyah kepada Allah. Jika hubungan ubuddiyah antara hati muslim dan dhohir taatnya terputus maka tidak ada kekuasaan untuk mendekatkan orang tersebut kepada Allah. Dan tidak ada pelindung yang dapat menghalangi dari pembuangan perkara dunia, tipu daya, syaitan, dan hawa nafsu. Taat tersebut akan kembali seperti buah yang di tempatkan di pohon – pohon yang kering tidak akan di tunggu darinya kecuali kerusakan.
              Terbaginya hukum syareat menjadi dua bagian, termasuk pentingnya perkara yang di ingatkan oleh kitab Allah. Dengan macam-macam jalan dan metode. Allah berfirman dalam surat Al an`am ayat 120. Yang artinya “ Dan tinggalah dosa yang terlihat ataupun yang tersembunyi. Sungguh orang – orang yang mengerjakan ( perbuatan) dosa kelak akan diberi balasan sesuai dengan apa yang mereka kerjakan”. 
               Dan Allah juga berfirman dalam surat Al al`a ayat 151 yang artinya: Katakanlah (Muhammad ),” Marilah aku bacakan apa yang diharamkan Tuhan kepadamu. Jangan mempersekutukan_Nya dengan apapun, berbuat baik kepada ibu bapak, janganlah membunuh anak -anakmu karena miskin. Kamilah yang memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka; janganlah lamu mendekati perbuatan yang keji, baik yang terlihat maupun yang tersembunyi, janganlah kamu membunuh orang yang diharamkan Allah kecuali dengan alasan yang benar . demikianlah mereka memerintahkan kepadamu agar kamu mengerti.
               Dan juga didalam firmanya yang artinya” Maka barang siapa mengharap pertemuan dengan tuhanya maka hendaklah dia mengerjakan kebajikan dan janganlah dia mempersekutukan sesuatupun dalam beribadah kepada Tuhanmu”.
               Markas semua hukum – hukum syareat untuk membersihkan hati dari kejelekan hati dan menghiasinya dengan keutamaan ahlak yang terpuji, itu termasuk lebih jelas -jelasnya perkara yang telah di sebutkan di dalam al Qur`an secara jelas, seperti surat Asyms ayat 10 yang berarti” Dan sungguh rugi orang yang mengotorinya”.
               Sudah diketahui bahwa dhomir pada ayat tersebut kembali pada nafsu. Dan Nabi bersabda “ Ingatlah sesungguhnya dalam jasad ada segumpal daging,  jika daging tersebut baik maka semua jasad akan ikut baik.. Jika daging itu rusak,  semua jasad juga akan rusak. Ingatlah bahwa daging itu adalah hati.
                Dan Nabi bersabda yang diriwayatkan oleh Muslim Ibn Majjah dan lainya” Sesungguhnya Allah tidak melihat ke bentuk kalian semua dan jasad kalian semua, tetapi Allah melihat ke hati kalian.
                Jika hakekat ini sudah jelas kepada kamu, maka tidak di anjurkan kepada kamu untuk menyembunyikan kepada setiap muslim.
               Sesungguhnya jalan mengambil ibarat dari hakekat itu berba- beda. Dan mengkritik masalah tersebut sangat gampang.
               Sebagian ulama menamai dengan ( batin dan dhohir), dan sebagian ulama menamai dengan Dinayah wa Qodo`.  Dan sebagian lagi menamai Hakekat dan Syareat.
Semua itu adalah bentuk penamaan yang pantas, karena kalau makna yang sebenarnya kita lihat maka sesungguhnya orang yang shalat memenuhi syarat dan rukun itu dianggap talah memenuhi haknya Allah subhanahu wata`ala. Baginya secara dhohir dan menurut tinjauan hukum qondo` dengan melihat dhohirnya Syareat. Akan tetapi jika hal itu dilakukan beserta dengan ria` atau `ujub dan perkara yang mengkafirkan, maka ia tidak di anggap menunaikan haknya Allah dalam tinjauan batin.
Kalau begitu, ibadah itu merupakan ibadah Dhohir dan Batin.
Terkadang semuanya itu sepakat dalam satu hukum yaitu ditrima atau sepakat dalam satu hukum di tolak. Hal itu ketika ia telah memenuhi syarat-syarat dan rukun dhohir yang telah dibatasi oleh hukum syareat bersamaan dengan syarat-syarat dan kewajiban secara batin yang batasanya ditentukan oleh Allah. Itulah amal yang ditrima di sisi Allah dan secara hukum duniawi. Dan ketika tinjauan kedua sisi itu tidak terpenuhi maka amal itu ditolak secara Dhohir dan Batin.
Dan tekadang keduanya tinjauan itu berbeda dengan hukumnya, hal itu ketika tidak terpenuhi kecuali syarat dhohirnya saja atau batinya saja. Hakeket amalan seperti itu ditolak. Maka pekerjaan itu tidak menghasilkan apa-apa lebih-lebih kamu melihatnyatelah mengukir keindahan dan kesempurnaan Dhohir. Orang seperti itu sesuai dengan firman Allah dalam surat Al Furqan ayat 23 yang artinya, ” Dan kami akan perlihatkan segala amal-amal yang mereka kerjakan, lalu kami akan jadikan amal itu ( bagaikan ) debu yang berterbangan”.
Kamu temukan dari apa yang telah kami jelaskan. Bahwasanya kedua ini saling terikat. Walaupun penamaanya berbeda, Maka tidak layak amalan Dhohir tanpa Batin tidak pula amalan Batin tanpa Dhohir.
Berkaitan dengan penjelasan itu Ibnu Abdissalam Rohimatulullah berkata:
“ Bukanlah amalan hakekat itu di luar syareat akan tetapi syareat itu menjadi penuh dengan memperbaiki hati dengan pengetahuan-pengetahuan dan tingkah-tingkah dan keadaan-keadaan dan Azem dan niat dan lain-lain yang kami jelaskan.
            Maka mengetahui hukum-hukum Dhohir adalah merupakan pengetahuan sebagian besar syareat. Sedangkan mengetahui hukum-hukum batin adalah pengetahuab detail-detailnya syareat dan tidaklah mengingkari itu kecuali orang kafir.
            Adapun pendapat yang menyatakan bahwasannya ilmu batin ialah sebuah ungkapan lain dari pada syareat yang bisa dirasakan oleh akal dengan cara melakukan Riadhoh tertentu atau menjaga kedekatan kepada Allah. Dan biasanya amalan batin itu menghapus amalan dhohir bagi pelakunya. Maka anggapan itu paling bahayanya propoganda Zindik dan itu malah boleh melakukan suatu tindak pidana.
            Dan tidaklah mengucapkan pemahaman yang batil ini kecuali kafir Zindik . Mereka masuk kedalam islam dan menampakkan diri seolah-olah orang islam untuk mencari tipudaya dan mengaburkan hakeket islam. Terkadang menampakkan seorang Sufi dan kadang juga tampil sebagai seorang Syi`ah. Padahal mereka bukan golongan ini tidak pula golongan itu. Akan tetapi mereka menempuh paling jeleknya tipudaya untuk memerangi islam.
Syeikh Mustafa Al-`Arusy dalam hasyiah kitab Risalahnya Quraisyi mengutip ucapan Imam Al Ghozali “ Sekiranya seseorang beranggapan bahawasanya antara dia dan Allah berada pada suatu tingkah yang menggugurkan kewajibannya sholat dan halal baginya minum khomer dan makan harta penguasa sebagaimana hal itu anggapan seperti itu ahli sufi lebih utama daripada membunuh seratus orang kafir, karena bahaya orang itu lebih banyak.
Syeikh Juniadi pernah ditanya orang yang seperti itu, dia berkata ahli maksiat yang mencuri dan berzina itu keadaannya lebih bagus dari pada mereka.
Ibnu abdus salam berkata “ terkadang seseorang meniru suatu kaum yang mana tidak ada satu sifat pun yang mirip dengannya (kaum itu)”. Mereka itu lebih jelek dari pada perampok, karena mereka dan  menempuh jalannya orang yang menuju jalannya Allah.
 Dan berpegang kepada pernyataan-pernyataan jelek yang mereka ucapkan kepada Allah dan mereka berperilaku buruk terhadap para Nabi dan Rosul dan para pengikutnya dari kalangan ulama’ yang bertaqwa. Mereka mencegah orang yang bersama mereka untuk mendengarkan para ahli fiqih karena mereka tahu ahli fiqih selalu melarang manusia untuk berteman dan menempuh jalan mereka.
Setelah sebagian manusia melihat adanya pentakwilan yang salah terhadap amalan yang dhohir dan batin tanpa mengerti hakikat sebenarnya yang tidak layak bagi seseorang mukmin utnuk mengingkari dan mengetahinya. Maka mereka tidak mau mendengarkan sama sekali kecuali selalu mengingkari semua permasalahan itu, maka mereka menafikan bahwasannya dalam agam ada amal dhohir dan batin. Permasalahan ini bagi mereka sangat serius. Dan mereka selalu mencaci maki ketika dalam agam ada pembagian seperti ini..
Keingkaran mereka tidak perlu diperdulikan. Dan mereka juga tidak perlu mengembalikan kalimat-kalimat pernyataan ini yang tidak ada manfaatnya, maka hakikatnya kecuali sebatas ungkapan yang diistilahkan untuk para ulama’. Untuk makna hakikat bagi orang beriman tidak ada keraguan didalamnya. Kemudian sekelompok kecil yang sesat menggunakan istilah itu sebagai ungkapan atas menyimpang dan sesatnya mereka.
Akan teteapi hal penting yang perlu mereka temukan ialah bahwasannya hukum syari’at yang diungkapkan dengan lisan dan diamalkan dengan anggota itu tidak mungkin diterima dan mendapatkan pahala dan menghapus dosa selama tidak disertai dengan kondisi hati yang wajib diterapkan. Dan bahwasannya bagusnya jiwa dan hati merupakan dasar yang tidak bisa ditinggalkan untuk bagusnya amal dan buah yang dihasilkan.
Ketika meraka meyakini kenyataan ini sebagai Ruhdhon mutiara islam, maka mereka bisa mengungkapkan hal itu dengan istilah apapun dan mereka menghindari penggunaan istilah-istilah itu tidak pada makna asal yang dikehendaki.
Dan kesimpulannya, bahwasannya hakikat keislaman yang kita jadikan sebagai ibadah kepada Allah tidak mungkin terangkai kecuali dari jalannya dorongan hati dan dhohir. Kemudian berjalan secara bersamaan sesuai dengan tatacara yang digariskan oleh kitab Allah dan sunnah Nabi. Jika salah satunya tertinggal, maka berjalannya salah satu tidak dianggap sebagai ibadah hakiki dalam islam. Sekirannya keselarasan ini tidak dianggap dhohir, maka tidaklah mungkin bisa dibedakan antara orang mukmin dan orang munafik. Dan juga pengorbanan dan jihad sama sekali tidak ada namannya dalam islam.
Sekirannya bukan dhohirnya keselarasan ini, maka pastilah kamu lihat umat islam hari ini sudah pada ujung kemulyaan, persatuan dan kekuatannya. Sungguh dulunya jaminan akan kemulyaan orang muslim ialah perwujudan masjid-masjid yang ramai dan mimbar-mimbarnya yang bergaung, dan lisan-lisannya yang selalu berdakwah, dan ilmu-ilmunya yang selalu menghiasi.
Akan tetapi jika amalan hati saja, maka bukanlah bentuk keselarasan antara amalan batin dan dhohir. Amalan dhohir yang kita tertipu dengannya.
Dan amalan hakikat yang samar yang selalu diawasi oleh Allah, maka tidak ada sesuatu apapun yang mana itulah tertipu dengannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar