Rabu, 03 Juni 2015

Kasih Sayang Menurut Prespektif Al-Qur’an



Kasih Sayang Menurut Prespektif Al-Qur’an
Oleh: Khoirudin Azis
I. Latar Belakang
Agama Islam adalah agama yang mulia dan yang paling sempurna di antara agama yang lainnya. Di dalamnya banyak mengajarkan perkara-perkara yang mendorong untuk mengerjakan suatu ibadah yang dipandang sangat baik. Agama Islam tidak hanya mengajarkan memperhatikan hubungan antara hablumminallah saja, namun juga kepada hablumminannās.
Di dalam Islam banyak jenis ibadah. Adapun yang berkaitan dengan hablumminallah contohnya: Shalat, haji, puasa dan lain sebagainya. Sedangkan ibadah yang kaitanya dengan hablumminannās contohnya: Silaturrahim, zakat, gotong royong dalam berbuat kebaikan dan saling menyayangi, yang berdasarkan sumber hukum kitab suci al-Qur’an, hadis, ijma’ dan qiyas.
Dalam kesempatan ini, penulis akan memaparkan salah satu tema yang terdapat dalam ayat-ayat al-Qur’an yang bertema “Kasih Sayang Menurut Prespektif al-Qur’an”, yang mencakup: Apakah pengertian kasih sayang?, Apakah ada ayat yang di dalamnya menghimpun tema kasih sayang?, Apakah pesan moral dari pembahasan itu?.
 Dengan adanya tulisan ini, penulis berharap dapat memberi suatu kemanfaatan bagi pembaca, agar mengetahui ayat-ayat al-Qur’an yang di dalamnya menghimpun mengenai kasih sayang, mengetahui kasih sayang merurut al-Qur’an, dan semoga bisa dijadikan tambahan wawasan ilmu pengetahuan, serta dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.





II. Pengertian Kasih Sayang
Kata “Kasih” menurut “Kamus Besar Bahasa Indonesia”  karya Drs. Suharso dan Dra. Ana Retnoningsih adalah merasa atau perasaan sayang , cinta, suka dan sebagainya.[1]
Sedangkan kata “Sayang” menurut “Kamus Besar Bahasa Indonesia” karya tim redaksi Kamus Besar Bahasa Indonesia pimpinan Hasan Alwi  adalah cinta atau kasih.[2]
Dari pengertian di atas, ada persamaan makna di antara kasih dan sayang, karena keduanya merupakan kata yang saling terkait antara satu dan lainya. Dari sini penulis memberikan arti kasih sayang adalah perasaan sayang, perasaan cinta atau perasaan suka kepada sesuatu dengan berusaha untuk menjaga sesuatu yang kita sayangi tersebut supaya aman dan terkadang untuk menunjukkan kasih sayang dengan sedikit menggunakan suatu tekanan terhadap yang kita sayangi.
III. Ayat-Ayat Al-Qur’an Yang Menghimpun Tentang Kasih Sayang
Di bawah ini akan disebutkan beberapa ayat al-Qur’an tenteng kasih sayang:
1.      Surat ar-Rum ayat 21, Surat an-Nisa’ ayat 129
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ.
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.[3]
Adapun pada ayat tersebut yang memiliki makna kasih sayang yaitu terdapat pada lafad ( مَوَدَّةً ) dan lafad ( وَرَحْمَةً).
وَلَنْ تَسْتَطِيعُوا أَنْ تَعْدِلُوا بَيْنَ النِّسَاءِ وَلَوْ حَرَصْتُمْ فَلا تَمِيلُوا كُلَّ الْمَيْلِ فَتَذَرُوهَا كَالْمُعَلَّقَةِ وَإِنْ تُصْلِحُوا وَتَتَّقُوا فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ غَفُورًا رَحِيمًا.
Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara istri- istri (mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. Dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.[4]
Pada lafad (مَيْلَ)  berarti condong, maksudnya di sini adalah condong kepada yang di cintai.
عن النعمان بن بشير رضي الله عنهما ، قَالَ : قَالَ رَسُول الله صلى الله عليه وسلم : مَثَلُ المُؤْمِنينَ في تَوَادِّهِمْ وتَرَاحُمهمْ وَتَعَاطُفِهمْ ، مَثَلُ الجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الجَسَدِ بِالسَّهَرِ والحُمَّى )رواه مسلم.(
Perumpamaan orang-orang yang beriman dalam hal rasa saling mencintai, saling mengasihi, saling berkasih sayang adalah seperti satu tubuh. Jika satu bagian anggota tubuh sakit maka seluruh anggota akan merasakan sakit dengan tidak bias tidur dan merasa demam. (HR. Muslim).[5]
Pada ayat-ayat di atas terdapat munasabah, di dalamnya Allah Subḥānahu wa Ta’ālā telah menunjukkan kekuasaan-Nya dalam firman-Nya, yaitu dengan menciptakan manusia dengan berpasang-pasangan dengan tujuan agar manusia merasakan suatu ketentraman. Masing-masing pasangan diberikan rasa saling mengasihi dan mencintai. Meskipun mereka tidak dapat berbuat adil kepada istri-istrinya, padahal sudah mengupayakanya, maka Allah Subḥānahu wa Ta’ālā akan mengampuni karena Allah Subḥānahu wa Ta’ālā merupakan dhat Yang Maha Pengampun dan menyayangi makhluk-Nya.
Dengan adanya hadis tersebut, maka lebih jelas mengenai pentingnya kasih sayang, jika setiap orang mencintai sesamanya, khususnya dalam hubungan keluarga (suami istri) ia mengharapkan berbuat baik pada dirinya sendiri dan pasanganya dan berusaha tidak saling menyakitinya. Dalam hadis tersebut bahkan diisyaratkan bahwa diperumpamakan seseorang yang saling mencintai dan menyayangi itu seperti satu tubuh. Jika satu bagian anggota tubuh sakit maka seluruh anggota akan merasakan sakit dengan tidak bias tidur dan merasa demam.
            Ayat tersebut juga mengajarkan, bahwa ketika kita mencintai seseorang yang kita cintai hendaknya yang biasa-biasa saja, bahkan jangan sampai membiarkan hal yang lain menjadi terkatung-katung. Hal ini di jelaskan pada hadis:
عَن أَبِي هُرَيْرَةَ أُرَاهُ رَفَعَهُ قَالَ أَحْبِبْ حَبِيبَكَ هَوْنًا مَا عَسَى أَنْ يَكُونَ بَغِيضَكَ يَوْمًا مَا وَأَبْغِضْ بَغِيضَكَ هَوْنًا مَا عَسَى أَنْ يَكُونَ حَبِيبَكَ يَوْمًا مَا )رواه الترمذي.(
Rasululluh  Ṣalla Allāh ‘Alayhi wa Sallam bersabda, Cintailah kekasihmu sewajarnya saja karena bisa saja suatu saat nanti ia akan menjadi orang yang kamu benci. Bencilah sewajarnya karena bisa saja suatu saat nanti ia akan menjadi kekasihmu. (HR. Al-Tirmidzi).[6]


2.      Surat Yusuf ayat 30, Surat Yusuf ayat 33, dan Surat an-Nur ayat 2.
وَقَالَ نِسْوَةٌ فِي الْمَدِينَةِ امْرَأَةُ الْعَزِيزِ تُرَاوِدُ فَتَاهَا عَنْ نَفْسِهِ قَدْ شَغَفَهَا حُبًّا إِنَّا لَنَرَاهَا فِي ضَلالٍ مُبِينٍ
Dan wanita-wanita di kota berkata: "Istri Al Aziz menggoda bujangnya untuk menundukkan dirinya (kepadanya), sesungguhnya cintanya kepada bujangnya itu adalah sangat mendalam. Sesungguhnya kami memandangnya dalam kesesatan yang nyata.[7]
قَالَ رَبِّ السِّجْنُ أَحَبُّ إِلَيَّ مِمَّا يَدْعُونَنِي إِلَيْهِ وَإِلا تَصْرِفْ عَنِّي كَيْدَهُنَّ أَصْبُ إِلَيْهِنَّ وَأَكُنْ مِنَ الْجَاهِلِينَ
Yusuf berkata: "Wahai Tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku. Dan jika tidak Engkau hindarkan dari padaku tipu daya mereka, tentu aku akan cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka) dan tentulah aku termasuk orang-orang yang bodoh.[8]
Ke dua ayat ini, menjelaskan sebuah history pada zaman nabi Yusuf, yang mana nabi yusuf merupakan laki-laki yang sangat tampan. Di dalamnya terdapat cerita tentang bahwa Nabi Yusuf disukai wanita yang cantik (Istri al-Aziz), mereka menggoda nabi Yusuf karena mereka tertarik kepadanya, yang pada intinya mereka mengajak untuk berbuat kedhaliman melakukan suatu perzinaan. Maka dari itu nabi Yusuf lebih memilih dipenjara daripada harus melayani wanita-wanita tersebut.
الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا مِائَةَ جَلْدَةٍ وَلا تَأْخُذْكُمْ بِهِمَا رَأْفَةٌ فِي دِينِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَلْيَشْهَدْ عَذَابَهُمَا طَائِفَةٌ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ
Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman.[9]
Ayat ini mengandung pesan bahwa tidak di perbolehkanya melakukan suatu perzinaan. Karna zinaa merupakan salah satu dosa yang besar. Dari ayat ini, kita bias mengambil contoh dari ayat sebelumnya yang terdapat diatas yang mengisahkan cerita Nabi Yusuf. Meskipun Nabi Yusuf di goda wanita cantik (istri al-Aziz) untuk melakukan suatu perzinaan, ia lebih memilih di penjara. Karena apabila melakukan suatu perzinaan maka itu termasuk orang-orang yang bodoh.
IV. Pesan Moral Ayat secara Keseluruhan
Di dalam beberapa ayat di atas terdapat kandungan pesan moral, yang mana Allah Subḥānahu wa Ta’ālā telah menciptakan makhluknya secara pasang-pasangan. Allah Subḥānahu wa Ta’ālā dalam menciptakan manusia itu dibekali pikiran, kekurangan, kelebihan, dan perasaan yang masing-masing makhluk berbeda kadarnya. Hal itu agar antara satu dengan yang lainya saling melengkapi. ayat-ayat di atas menganjurkan kepada manusia supaya saling mencintai dan menyayangi.
Pada ayat-ayat tersebut juga memberi suatu pembelajaran, supaya ketika kita mencintai seseorang, tidak boleh berlebih-lebihan. Hal ini juga telah di jelaskan pada hadis Nabi Muhammad yang artinnya “Cintailah kekasihmu sewajarnya saja karena bisa saja suatu saat nanti ia akan menjadi orang yang kamu benci. Bencilah sewajarnya karena bisa saja suatu saat nanti ia akan menjadi kekasihmu.
Pada ayat di atas juga menjelaskan mengenai larangan bercinta yang dilarang, yaitu bercinta yang tidak halal (zina). Ayat tersebut menjelaskan larangan zina karena zina termasuk dosa besar karena maaratnya sangat besar. Dan ini terdapat pada kisah Nabi Yusuf ‘Alayhiwasallam, yang mana Nabi yusuf ‘Alayhuwasallam lebih memilih dipenjara dari pada harus berzina melayani wanita tersebut (Istri al-aziz).
Dalam ayat-ayat tersebut juga tidak hanya menganjurkan mencintai kepada manusia saja, namun juga kepada makhluk lainya, kecuali Syaitan. Karena makhluk yang lainya juga makhluk Allah Subḥānahu wa Ta’ālā. Hal ini seperti kisah dari sahabat Umar Bin Khatab, yang menunjukkan beliau menyayangi makhluk lain, ”ketika itu beliau sedang berjalan-jalan mengamati lingkungan yang ada pada rakyatnya. Di tengah-tengah perjalananya beliau melihat anak kecil yang memegang burung Ushfur (sebangsa burung pipit), kemudian beliau mendekati anak kecil itu dan membeli burung itu dengan harga yang tidak murah. Kemudian setelah burung itu telah di tangan Sahabat Umar dan beliau sudah jauh dari anak kecil itu, kemudiaan burung tersebut diterbangkan sahabat Umar”.[10] Dari kisah ini menunjukan bahwa sahabat Umar memiliki jiwa kasih sayang terhadap binatang, beliau tidak rela jika burung tersebut tersiksa ditangan anak kecil tersebut.
Jadi, jelaslah bahwa ajaran Islam sangat menjunjung tinggi akan kasih sayang. Kita perlu mencontoh teladan Nabi Muhammad Ṣalla Allāh ‘Alayhi wa Sallam. dan para sahabatnya yang benar-benar merealisasikan makna kasih sayang yang tanpa batas itu, tentunya untuk mencapai keridaan Allah semata yang bukan untuk mencari kesenangan dunia.[11]

V. Kesimpulan
Dari urain makalah metodologi penelitian al-Qur’an di atas dapat disimpulkan sebagai berikut:
Kasih sayang adalah perasaan sayang, perasaan cinta atau perasaan suka kepada seseorang atau kepada makhluk yang lainya. Kasih sayang mengajarkan banyak hal terhadap manusia, kasih sayang memberikan kepekaan bagi kita semua, untuk berbagi kasih terhadap sesama, kasih sayang yang mampu merubah banyak individu yang umumnya perubahan terjadi kearah yang lebih baik. Baik itu terhadap sahabat, orang yang kita cintai, atau siapa pun yang kita lihat, karena begitu banyak orang di dunia ini yang membutuhkan kasih sayang dari orang lain. Di dalam al-Qur’an dan hadis terdapat dalil-dalil yang menjelaskan kasih sayang, bahkan di wajibkan atas manusia untuk saling mencintai dan menyayangi.
VI. Pesan
Pada penyusunan makalah penelitian al-Qur’an yang bertema “Kasih Sayang Menurut Prespektif Al-Qur’an” ini, kami sangat menyadari masih banyak terdapat kekurangan-kekurangan yang terdapat di dalamnya baik berupa bahasa maupun cara penyusunannya. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran guna menciptakan penyusunan makalah yang lebih baik lagi.









VII. Daftar Pustaka
Al-Qur’an
Retnoningsih, Ana, Suharso. Kamus Besar Bahasa Indonesia.                                  Semarang; Widya Karya. 2012.
Alwi, Hasan, dkk. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta; PT                               Gramedia. 2013.
Nawawi, Imam (al). al-Wafi fi Syarhil ‘Arba’in al-Nawawwiyah,                              terj. Pipih Imran Nurtsanti. Solo: Insan Kamil. 2013.
Arifin, Yanuar. Kisah-Kisah Ibadah Para Sahabat Nabi.                                          Jogjakarta; Sabil. 2013.


[1] Drs. Suharso, Dra. Ana Retnoningsih, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Semarang; Widya Karya,  2012), 227.
[2] Hasan Alwi, dkk, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta; PT. Gramedia, 2013), 1.234.
[3] Al-Qur’an, 30: 21.
[4] Al-Qur’an, 4: 129.
[5] Imam An-Nawawi, Al-Wafi fii Syarhil ‘Arba’in An-Nawawwiyah, terj. Pipih Imran Nurtsanti, (Solo: Insan Kamil, 2013), 162.
[6] Imam An-Nawawi, Al-Wafi fii Syarhil ‘Arba’in An-Nawawwiyah, terj. Pipih Imran Nurtsanti, (Solo: Insan Kamil, 2013), 163.
[7] Al-Qur’an, 12: 30.
[8] Al-Qur’an, 12: 33.
[9] Al-Qur’an, 24; 2.
[10] Yanuar Arifin, Kisah-Kisah Ibadah Para Sahabat nabi, (Jogjakarta; Sabil, 2013), 18.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar