Rabu, 03 Juni 2015

PERPECAHAN UMAT (AL IFTIRAQUL UMAT)



PERPECAHAN UMAT (AL IFTIRAQUL UMAT)
Oleh: Afrodu Anas M, Khoirudin Azis, Labib Ridwan, Nur Huda

I. Pendahuluan
            Dalam sejarah Islam telah tercatat adanya firqah-firqah (golongan) di lingkungan umat Islam yang antara satu sama lain bertentangan pahamnya secara tajam yang sulit untuk diperdamaikan, apalagi untuk dipersatukan. Hal ini sudah menjadi fakta dalam sejarah yang tidak bisa dirubah lagi, dan sudah menjadi ilmu pengetahuan yang termaktub dalam kitab-kitab agama, terutama dalam kitab-kitab Ushuluddin.
          Perpecahan dalam tubuh umat Islam sudah mulai terjadi beberapa waktu setelah Rasulullah Ṣalallāhu’alyhiwasallām wafat, dimulai dengan terjadinya perang jamal antara pengikut Ali bin Abu Thalib dan Siti Aisah istri Rasulullah Ṣalallāhu’alyhiwasallām, pembunuhan terhadap kalifah Umar bin Khatab, Ustman dan Ali. Perang Siffin antara Khalifah Ali bin Abi Thalib dan Umayyah Gubernur Damaskus yang memberontak terhadap Ali dan terus sampai sekarang. Didalam lingkungan pemeluk Islam terus terjadi saling hujat, serang, bunuh demi mempertahankan atau memaksakan pendapat dan keyakinnya pada kelompok atau orang lain.
          Kenapa semua ini terjadi, padahal kalau kita kembali kepada Al Qur’an sungguh ajarannya sangat menyejukan hati dan memberi kedamaian, jauh dari kekerasan dan paksaan. Kurang legowonya sebagian umat Islam menerima perbedaan pendapat dan keyakinan, menyebabkan mereka jadi beringas dan mudah diprovokasi oleh pihak lain yang menginginkan perpecahan dikalangan umat Islam. Perpecahan Hanya menyebabkan umat Islam menjadi lemah, tidak mampu bersaing ditengah kehidupan dunia yang semakin maju dan modern.



II. Pengertian “Perpecahan Umat” (al Iftiraqul Umat)

            Menilik kata perpecahan yang dalam bahasa Arabnya adalah Al Iftirāq (الافتراق), ternyata berasal dari kata المفارقة yang berarti المباينة  (perpisahan), المفاصلة (pemisahan) dan الانقطاع (pemutusan). Kata iftirāaq juga diambil dari pengertian memisahkan diri dan nyeleneh, seperti ungkapan: الخروج عن الأصل (keluar dari kaedah), الخروج عن الجادة (keluar dari biasanya).
            Sedangkan dalam pengertian para ulama, kata iftirāq berarti keluar (menyimpang) dari As Sunnah dan Al Jama’ah pada satu pokok atau lebih dari pokok-pokok agama yang sudah baku dan pasti (qath’i), baik pada pokok-pokok ajaran aqidah atau pokok ajaran amaliyah yang berhubungan dengan hal-hal yang qath’i atau yang berhubungan dengan kemaslahatan besar umat ini atau yang berhubungan dengan keduanya.[1]

III. Sebab-Sebab Terjadinya Perpecahan Umat
1.      Tipu daya dan konspirasi musuh-musuh Islam, baik yang menampakkan kekufurannya seperti yahudi dan salibis ataupun yang menampakkan keislaman dengan tujuan melemahkan kekuatan dan menumbuhkan perselisihan diantara kaum muslimin.
2.      Kebodohan terhadap agama, karena keselamatan ada pada ilmu dan kebinasaan ada pada kebodohan. Kebodohan disini bermakna ketidak tahuan terhadap aqidah dan syari’at, bodoh terhadap sunnah, ushul, kaedah dan manhajnya, bukan hanya sekedar tidak memiliki pengetahuan saja; sebab seorang terkadang cukup memiliki hal-hal yang menjaga dirinya dan menjaga agama dengannya lalu menjadi alim dengan agamanya walaupun belum menjadi pakar dalam ilmu. Sebaliknya terkadang ada orang yang mengetahui banyak pengetahuan dan dipenuhi dengan informasi dan maklumat, namun tidak mengetahui ushul dan kaedah dasar agama. Hingga ia tidak mengetahui ushul aqidah dan hukum-hukum iftiraaq serta hukum-hukum bergaul dengan orang lain, ini musibah besar. Memang kebodohan adalah satu musibah dan menjadi sebab pokok perpecahan.
3.      Ketidak beresan dalam manhaj menerima ilmu agama (talaqqi).
4.      Kezhaliman dan kedengkian diantara mereka sehingga mereka saling bunuh dan berpecah belah
5.      Kebid’ahan dalam agama
6.      Sikap ekstrim dalam agama. Hal ini dilarang Allah dalam firman-Nya:
Wahai Ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu, dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar..” (QS. 4:171).
7.      Meniru dan mengekor kepada umat-umat terdahulu.[2]

VI. Kekuasaan/Politik antara umat Islam
Pada hari wafat Rasulullah Ṣalallāhu’alyhiwasallām sekumpulan kaum Anshr (Sahabat-sahabat nabi yang berasal dari Madinah) berkumpul di suatu Balairung yang bernama Saqifah Bani Sa'idah untuk mencari Khalifah (pengganti Rasulullah Ṣalallāhu’alyhiwasallām yang sudah wafat.
Kaum Anshar ini dipimpin oleh Sa'ad bin Ubadah (Ketua kaum  Anshar dari suku Khazraj). Mendengar hal ini kaum Muhajirin (Sahabat-sahabat dari Mekkah yang pindah ke Madinah) datang bersama-sama ke Balairung itu, dengan dipimpin oleh Sayidina Abu Bakar Asyiddīq.
Sesudah terjadi perdebatan yang agak sengit antara kaum Anshar dan kaum Muhajirin yang setiapnya mengemukakan calon dari pihaknya, bersepakatlah mereka mengangkat sahabat yang paling utama yaitu Sayidina Abu Bakar Asyiddīq sebagai khalifah yang pertama.
Perdebatan ketika itu hanya terjadi antara golongan kaum Anshar yang mengemukakan Sayidina Umar bin Khattab atau Sayidina Abu Bakar sebagai calon-calon khalifah nabi Muhammad Ṣalallāhu’alyhiwasallām.
Dalam rapat itu tidak ada seorangpun yang mengemukakan Sayidina Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah pertama pengganti nabi Muhammad Ṣalallāhu’alyhiwasallām. Paham kaum Syiah belum ada ketika itu. Yang ada hanya kaum Anshar dan kaum Muhajirin, tetapi ternyata bahwa perselisihan paham antara kaum Anshar dan kaum Muhajirin tidak menimbulkan firqah (golongan) dalam Ushuluddin karena perselisihan pendapat sudah selesai dikala Sayidina Abu Bakar sudah terangkat dan  terpilih secara aklamasi (suara sepakat).
Pada tahun 30 Hijriyah timbul paham Syi'ah yang diapi-apikan oleh Abdullah bin Saba' yang beroposisi terhadap Khalifah Sayidina Utsman bin Affan. Abdullah bin Saba' adalah seorang pendeta Yahudi dapat penghargaan dari Khalifah dan juga dari umat Islam yang lain. Oleh karena itu ia jengkel.
Sesudah terjadi peperangan Siffin, peperangan saudara sesama Islam, yaitu antara tentara Khalifah Ali bin Abi Thalib dengan tentara Mu'awiyah bin Abu Sofyan pada tahun 7 Hijriyah timbul pula firqah (golongan) Khawarij, yaitu orang-orang yang keluar dari Sayidina Mu'awiyah. Dan dari Sayidina Ali bin abi Thalib.[3]

IV. Dalil-dalil yang menunjukkan terpecahnya ummat Islam
            Mengenai perpecahan ummat telah di jelaskan di dalam hadist nabi Muhammad Ṣalallāhu’alyhiwasallām, diantaranya yaitu:
أَلاَ إِنَّ مَنْ قَبْلَكُمْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ اِفْتَرَقُوْا عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِيْنَ مِلَّـةً، وَإِنَّ هَذِهِ الْمِلَّةَ سَتَفْتَرِقُ عَلَى ثَلاَثٍ وَسَبْعِيْنَ: ثِنْتَانِ وَسَبْعُوْنَ فِي النَّارِ، وَوَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ، وَهِيَ الْجَمَاعَةُ.
“Ketahuilah, sesungguhnya orang-orang sebelum kamu dari Ahlul Kitab telah berpecah belah menjadi tujuh puluh dua golongan. Sesungguhnya (ummat) agama ini (Islam) akan berpecah belah menjadi tujuh puluh tiga golongan, tujuh puluh dua golongan tempatnya di dalam Neraka dan hanya satu golongan di dalam Surga, yaitu al-Jama’ah.”
 حد ثنا وهب بن بقيّة عن خالد عن محمّد بن عمرو,عن أبي سلمة عن أبي هريرة قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلّم: (افترقت اليهود على إحدى أوثنتين وسبعين فرقة وتفرقت النّصارى على احدى أوثنتين وسبعين فرقة وتفترق أمّتي على ثلاث وسبعين فرقة).[4]
Orang-orang Yahudi telah berpecah belah dalam tujuh puluh satu kelompok dan Nashrani berpecah belah menjadi tujuh puluh dua kelompok serta umat ini akan pecah menjadi tujuh puluh tiga kelompok”.
            Bukti kebenaran akan hadits ini, telah mulai tampak ketika munculnya pemahaman sesat akidah Saba’iyah (akidah Khawarij dan Syi’ah). Inilah hal pertama yang didengar kaum muslimin, dan didengar pula oleh para shahabat tentang akidah iftiraq dan benih-benih firqah di kalangan muslimin yang ditiupkan oleh para pemeluknya. Dan benih-benih iftiraq ini terus tumbuh dan berkembang hingga munculnya firqah-firqah Qadariyah, Jahmiyyah, Mu’tazilah, dan lain sebagainya. Dan sungguh, hal yang demikian ini terus menerus terjadi hingga masa sekarang. Hal ini semakin tampak nyata dengan lahirnya harakah-harakah dengan membawa fikrah masing-masing.

V. Nama-Nama Golongan Dalam Agama Islam
1.      Syiah, yaitu kaum yang mengagung-agungkan Sayyidina Ali bin abi Thalib, mereka tidak mengakui khalifah Rasyidin yang lain seperti Khlifah Sayyidina Abu Bakar, Sayidina Umar dan Sayyidina Usman bahkan membencinya
2.      Khawarij, yaitu kaum yang sangat membenci Sayyidina Ali Kw, bahkan mereka mengkafirkannya. Salah satu ajarannya Siapa orang yang melakukan dosa besar maka di anggap kafir.
3.      Murjiah.
4.      Najariyah, Kaum yang menyatakan perbuatan manusia adalah mahluk, yaitu dijadikan Tuhan dan tidak percaya pada sifat Allah yang 20.
5.      Al Jabbariyah, Kaum yang berpendapat bahwa seorang hamba adalah tidak berdaya apa-apa (terpaksa), ia melakukan maksiyat semata-mata Allah yang melakukan.
6.      Al Musyabbihah / Mujasimah, kaum yang menserupakan pencipta yaitu Allah dengan manusia, misal bertangan, berkaki, duduk di kursi.
7.      Mu'tazilah, yaitu kaum yang mengagungkan akal pikiran dan bersifat filosofis, aliran ini dicetuskan oleh Washil bin Atho (700-750 M) salah seorang murid Hasan Al Basri. Dan lain sebagainya.
8.      Ahli Sunah wal Jama'ah, Menurut istilah Ahli Sunah wal Jama'ah adalah sekelompok orang yang mentaati sunah Rasulullah Ṣalallāhu’alyhiwasallām secara berjama'ah, atau satu golongan umat islam di bawah satu komando untuk urusan agama islam sesuai dengan ajaran Rasulullah dan para sahabatnya. Dan lain-lain.[5]

VI. Klompok Golongan yang Selamat dari Neraka 
            Diantara krikterea al-Firqah al-Najiah (golongan yang selamat) atau lebih dikenal dengan ahli sunnah waljamaah adalah firqah yang konstiten mengikuti ajaran nabi muhammad Ṣalallāhu’alyhiwasallām dan para sahabatnya. sebagaimana dalam hadis :
عن عبدالله بن عمروقال رسول الله صلى الله عليه وسلم ان بني اسرائيل افترقوا عل احدى وسبعين ملة وتفترق امتي على ثلاث وسبعين ملة كلهافىاانار الا ملة وحدة فقيل له مالواحده  قال م انا عليه اليوم واصحبا بي؟ قال: انا عليه اليوم واصحابي
“Abdullah bin Amr berkata: Rasulullah Ṣalallāhu’alyhiwasallām bersabda: sesungguhnya bani israil bererai berai menjadi 71 golongan. dan umatku bercerai berai menjadi 73 golongan. semuanya akan masuk neraka , kecuali satu golongan, nabi muhammad Ṣalallāhu’alyhiwasallām ditanya: siapakah golongan tersebut?, nabi muhammad Ṣalallāhu’alyhiwasallām menjawab: golongan yang mengikuti ajaran yang di pegang teguh olehku dan para sahabatku pada hari ini”.
            Mengenai siapa gologann ini, kemudian para ulama merumuskan dan menyatakan bahwa golongan yang di maksud ini tak lain adalah golongan Asy’ariyah dan Maturidiyyah.”[6]


VII. Akibat Yang Timbul Pada Perpecahan Umat Islam
Berbicara mengenai akibat yang terjadi ketika umat Islam terpecah, tentu banyak sekali hal yang membuat umat Islam tidak bisa bersatu dan sulit untuk mempererat ukhuwah Islamiyah, dengan perbedaan dan perebutan kekuasaan, umat Islam menjadi pecah dan tidak bersatu bahkan ada yang saling menjatuhkan yang mana itu merupakan salah satu lemahnya ukhuwah Umat Islam, tapi perbedaan dan perpecahan umat Islam tidak akan pernah bisa diatasi atau bersatu, karena memang setiap individu/manusia mempunyai pola fikir yang berbeda, sehingga mereka menjadi beda satu dengan yang lainnya, jadi timbullah perpecahan dikalangan umat Islam, maka umat Islam tidak akan pernah namanya bisa satu pola fikir dalam firqah. Pasti umat Islam akan mempunyai paham sendiri dalam memaknai agama Islam, mereka akan membentuk sebuah firqah (golongan) untuk meneguhkan faham dan pendapatnya, begitu juga dengan kelompok lain menganggap benar pendapat mereka sendiri.
Bahwasanya kita yakin Islam merupakan agama rahmat bagi seluruh alam yang mana Islam merupakan aturan yang ditujukan untuk mengatur manusia, baik berupa akhlak, ibadah dan sebagainya.

VIII. Kesimpulan
Dari pembahasan makalah di atas maka dapat disimpulkan bahwa: sebab-sebab perpecahan umatIislam ialah: yang pertama terjadinya perebutan kekuasaan/karena politik yang mana di awali setelah Rasulullah Ṣalallāhu’alyhiwasallām meninggal dunia bahkan sebelum jenazah Rasulullah Ṣalallāhu’alyhiwasallām di kebumikan sudah terjadi perselisihan antara kaum Muhajirin dan kaum Anshar yang mana merebutkan kekuasaan menjadi Khalifah pengganti nabi Muhammad Ṣalallāhu’alyhiwasallām dan akhirnya dengan cara aklamasi (kesepakatan) Abu Bakar Ash-Shiddiq dipilih menjadi Khalifah Pengganti nabi Muhammad Ṣalallāhu’alyhiwasallām. Yang kedua, Perbedaan Pemahaman, yang diawali oleh Firqah yang sudah banyak mempengaruhi umat Islam pada waktu itu yaitu Mu'tazilah, fatwa-fatwanya yang sangat keliru, dan masih banyak lagi firqah-firqah yang berbeda faham diantaranya Qodariyah, Jabariyah, Najariyah, Mujassimah dan lain sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA

Sulaiman, Aby Dawūd Ibn al Asy’ath Assajsatany, Sunan Aby Dawūd,( Darul Fikr, Bairut, 2011.
Abbas, Siradjuddin K.H., I'tiqad Ahlussunnah Wal Jama'ah, Pustaka Tarbiyah, 2006.
Idrus Ramli, Muhammad, Propoganda kaum salafi-Wahabi, ttp.: 2013.
Dicatat oleh wabillah di 8:00 PG


[3] Abbas Siradjuddin K.H., I'tiqad Ahlussunnah Wal Jama'ah, (Pustaka Tarbiyah, 2006), 121.

[4] Aby Dawūd Sulaiman Ibn al Asy’ath Assajsatany, Sunan Aby Dawūd,( Darul Fikr, Bairut, 2011), 395.
[5]
[6] Muhammad Idrus Ramli, Propoganda Kaum Salafi-Wahabi, (ttp.:2013), 4.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar