Selasa, 19 Januari 2016

ORIENTALISME AL-QUR`AN (Pandangan William Montgomery Watt Terhadap Al-Qur`an)

ORIENTALISME AL-QUR`AN
(Pandangan William Montgomery Watt Terhadap Al-Qur`an)
Oleh: Khoirudin Azis dan M. Ali Masyhur al-Hamid





I. Pendahuluan
Al-Qur`an adalah kitab Allah Subḥānahu wa Ta’ālā yang di turunkan kepada nabi Muhammad Ṣalla Allāh ‘Alayhi wa Sallam melalui malaikat Jibril sebagai pedoman umat Islam sepanjang zaman. Di dalamnya terdapat banyak ilmu mulai dari cabang ilmu fisika, biologi, astronomi, sejarah, sosial, ekonomi dan masih banyak lainya. Bukti kebenaranya selalu muncul mulai sejak awal turunnya al-Qur`an sampai saat ini bahkan sampai ahir zaman. Sehingga, tak sedikit manusia, khususnya umat Islam berusaha untuk mempelajarinya secara mendalam. Hal itu terbukti banyaknya umat Islam yang berusaha menghafal dan menafsirkannya untuk memahami semua isi kandungan di dalamnya.
Tidak hanya itu, orang-orang non-Muslim pun tidak ingin ketinggalan ikut mempelajari dan mengkajinya. Mereka terkagum-kagum oleh al-Qur`an. Banyak hasil penelitian-penelitian yang mereka kira itu merupakan hal yang baru, ternyata hal tersebut (hasil penelitian) sudah di jelaskan di dalam al-Qur`an jauh sebelum adanya penelitian mereka. Bahkan, tidak sedikit para tokoh Orientalisme (mustasyriq) juga menaruh perhatian terhadap Islam dan al-Qur’an. Meski dengan tujuan yang beragam, ada yang bertujuan mencari kelemahan-kelemahan agama Islam, ada juga yang mengkaji al-Qur’an untuk tujuan ilmiyah.[1] Ada yang berusaha mengkaji al-Qur’an, al-Hadis, sejarah, dan fikih secara mendalam.
Di dalam makalah ini akan dijelaskan tentang Orientalisme al-Quran yang dilakukan oleh William Montgomery Watt, meliputi: pengertian Orientalisme, Biografi William Montgomery Watt, Pemikiran William Montgomery Watt, tanggapan terhadap Pemikiran William Montgomery Watt.


II. Pengertian Orientalisme
Kata Orientalisme berasal dari kata dasar Orien yang berarti timur.  Sedangkan kata Oriental berarti adat istiadat/bentuk/ciri-ciri/tabiat ketimuran (Asia); hubungan dengan lingkungan. Orientalisme adalah ilmu pengetahuan ketimuran atau tentang (adat/sastra/bahasa/kebudayaan dan sebagainya) dunia timur (Asia); sika membanggakan akan segala yang dimiliki oleh dunia Timur (oleh orang timur/Asia sendiri); proses penyerapan adat istiadat/kebudayaan timur oleh barat.[2]
Orientalisme secara istilah adalah bidang pengetahuan atau ilmu yang mengantarkan pada (pemahaman) dunia timur secara sistematis sebagai suatu objek yang dapat dipelajari, diungkap, dan diaplikasikan.[3] Namun terkadang penamaan orientalisme hanya dibatasi kepada orang-orang yang mengkaji pemikiran islam dan peradabanya saja.[4]
Orientalisme adalah sekelompok atau golongan yang berasal dari bangsa-bangsa barat (eropa) yang berkonsentrasi atau memfokuskan diri dalam mempelajari kajian ketimuran, khususnya dalam hal keilmuan, peradaban dan agama.
III. Sekilas Tentang William Montgomery Watt
William Montgomery Watt lahir pada 14 Maret 1909 M di Ceres, Fife, Skotlandia. Ia adalah seorang pakar studi-studi ke Islaman dari Britania Raya, dan salah seorang Orientalis dan sejarawan utama tentang Islam di dunia Barat.
William Montgomery Watt adalah seorang profesor studi-studi Arab dan Islam pada Universitas Edinburgh antara tahun 1964-1979. Ia juga merupakan visiting professor pada Universitas Toronto, College de France, Paris, dan Universitas Georgetown, serta menerima gelar kehormatan Doctor of Divinity dari Universitas Aberdeen. Dalam hal kerohanian, William Montgomery Watt adalah pendeta pada Gereja Episkopal Skotlandia, dan pernah menjadi spesialis bahasa Uskup Yerusalem antara tahun 1943-1946 M. Ia menjadi anggota gerakan ekumenisme “Iona Community” di Skotlandia pada 1960 M. Beberapa media massa Islam pernah menjulukinya sebagai Orientalis terakhir. William Montgomery Watt meninggal di Edinburgh pada tanggal 24 Oktober 2006, pada usia 97 tahun.[5] Mongomery Watt pernah menuturkan bahwa kedudukan Allah dalam sistem kepercayaan masyarakat Arab pra Islam sebagai the High God, sementara dewi-dewi sebagai the lesser deities yang berfungsi sebagai perantara dalam menyembah Allah Subḥānahu wa Ta’ālā.[6]
IV. Metode Pendekatan dan Karya-Karya William Montgomery Watt
A.    Metode pendekatan historis
Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, maka secara tidak langsung dibutuhkanya metode pendekatan dalam setiap disiplin ilmu. Demikian juga yang terdapat dalam kajian seputar ilmu-ilmu al-Qur’an dan tafsir. Terdapat berbagai pendekatan dalam kajiannya. Adapun metode pendekatan yang di gunakan William Montgomery Watt dalam melakukan kajian al-Qur`an yaitu dengan metode pendekatan historis.[7]
Pendekatan historis adalah meninjau suatu permasalahan dari sudut tinjauan sejarah, dan menjawab permasalahan serta menganalisisnya dengan menggunakan metode analisis sejarah. Sejarah atau histori adalah studi yang berhubungan dengan peristiwa-peristiwa atau kejadian masa lalu yang menyangkut kejadian atau keadaan yang sebenarnya.
B. Karya-Karya William Montgomery Watt
Di wawah ini akan disebutkan beberapa karya William Montgomery Watt:[8]
1.     The faith and practice of al-Ghazālī (1953)
2.     Muhammad at Mecca (1953)
3.     Muhammad at Medina (1956)
4.     Muhammad: Prophet and Statesman (1961), rumusan dua karya utama di atas.
5.     Islamic Philosophy and Theology (1962)
6.     Muhammad: Seal of the Prophets (???)
7.     Islamic Political Thought (1968)
8.     Islamic Surveys: The Influence of Islam on Medieval Europe (1972).
9.     he Majesty That Was Islam (1976)
10.  Muslim-Christian Encounters: Perceptions and Misperceptions (1991).
V. Pandangan  William Montgomery Watt Terhadap al-Qur`an
A. Konsep wahyu
Penjelasan Watt tentang wahyu bertolak dari pemahamannya tentang ayat-ayat al-Quran tentang wahyu. Karena itu pandangannya dalam hal ini tidak jauh beda dengan apa yang dipahami oleh umat Islam. Bagi Islam al-Quran adalah kitab yang diwahyukan kepada Muhammad Ṣalla Allāh ‘Alayhi wa Sallam melalui malaikat. Al-Qur’an bukanlah kata-kata Muhammad Ṣalla Allāh ‘Alayhi wa Sallam tetapi kata-kata Tuhan. Muhammad Ṣalla Allāh ‘Alayhi wa Sallam tidak lebih dari seorang utusan yang ditunjuk untuk membawa pesan itu.
Watt mencoba menguji data al-Qur’an secara historis dan mendeskripsikan beberapa ayat yang menurutnya cukup membuktikan tentang kebenaran al-Qur’an dengan melihat pengalaman Muhammad Ṣalla Allāh ‘Alayhi wa Sallam dalam menerima wahyu. Dari surat 53 ayat 2-18, watt memahami bahwa al-Qur`an memang menyebut dua bentuk peristiwa nabi dalam melihat bayangan. Dalam ayat tersebut sebagai mana juga dalam surat 81 ayat 24,  Watt mengajak untuk memperhatikan kata ‘abd (hamba). Kata ini membawa pada pengertian tentang hubungan manusia dengan tuhan. Tetapi kata ini juga dapat dipahami tentang hubungan manusia dan malaikat. Ini menunjukkan adanya perubahan hal-hal spiritual-spiritual dalam pikiran Muhammad Ṣalla Allāh ‘Alayhi wa Sallam dan orang Islam. Awalnya mereka berasumsi bahwa Muhammad Ṣalla Allāh ‘Alayhi wa Sallam melihat Allah. Tetapi karena tidak mungkin, disimpulkan bahwa itu bayangan malaikat. 
Di samping itu, kata wahy juga sering dipahami untuk mengungkapkan pengalaman Muhammad Ṣalla Allāh ‘Alayhi wa Sallam dalam bahasa Arab kata ini menjadi istilah tehknis teologis. Kata ini dipakai untuk bentuk komunikasi yang istimewa tetapi tidak terbatas untuk itu. Selain kata wahyu, kata kerja yang mengandunmg makna mewahyukan adalah kata nazala yang berarti menurunkan. Kata ini mengandung pengertian bahwa ada utusan yang mrmbawa pesan dari Tuhan kepada nabi.
Yang jelas bagi Watt,  pengalaman Muhammad Ṣalla Allāh ‘Alayhi wa Sallam dalam menerima wahyu sangat beragam. Pertama Muhammad Ṣalla Allāh ‘Alayhi wa Sallam sadar bahwa kata-kata itu  hadir dalam hati atau pikiran yang sadar. Kedua, ayat tersebut bukan hasil pemikiran sadar Muhammad Ṣalla Allāh ‘Alayhi wa Sallam dan ketuka ayat itu ditempatkan dalam pikiran ya oleh malaikat. Karena itu Muhammad Ṣalla Allāh ‘Alayhi wa Sallam percaya bahwa kata-kata itu berasal dari Tuhan.
Permasalahan yang sering dikedepankan oleh orang modern adalah bagaimana kat-kata itu dating dalam kesadaran Muhammad Ṣalla Allāh ‘Alayhi wa Sallam. Watt memang menerima bahwa al-Qur`an bukanlah hasil berbagai proses pemikiran alam sadar. Bagi  orang modern jawaban yang paling mudah adalah bahwa kata-kata itu dating dari alam bawah sadar Muhammad Ṣalla Allāh ‘Alayhi wa Sallam. Pandangan ini bias dikombinasikan dengan pandangan Islam tradisional yang menganggap bahwa malaikat-malaikat memasukkan kata-kata itu kealam bawah sadar Muhammad Ṣalla Allāh ‘Alayhi wa Sallam, dan bahwa dari alam bawah sadar inilah ayat-ayat itu muncul dalam alam bawah sadar Muhammad Ṣalla Allāh ‘Alayhi wa Sallam.
Dengan mengambil konsep tentang Collektfe unconscious sebagaimana yang digagas oleh jung, Watt berpendapat bahwa wahyu baik dalam pandangan yahudi, Kristen, maupun islam adalah kandungan yang muncul dari alam bawah sadar. Berdasarkan teori alam sadar ini Watt membenarkan gagasan bahwa agama berasal dari sumber yang sama.
Ada hal yang harus diperhatikan dalam konsep kolektif unscouncious ini yakni bahwa ada bagian yang bekerja sebagai pengfungsian alam bawah sadar yakni life-energi (kemampuan untuk hidup). Tanpa ini kreatifitas Tuhan yang diberikan kepada manusia melalui alam bawah sadar tidak akan berfungsi karena itu, kreatifitas tuhan melalui alam bawah sadar. Alam bawah sadar disebut sebagai agen antara seorang figure yang dikehendaki dengan sumber zat yang transenden. Karena alam bawah sadar merupakan bagian dari pengfungsian energy hidup (life energy). Maka yang menyebabkan manusia berkembang adalah daya yang menggerakkan alam bawah sadar itu. Di samping alam sadar dan alam bawah sadar ada hal lain yang menyebabkan manusia atau seorang figure bias berkomunikasi dengan zat transenden. bagi Watt unsure itu adalah ketidakpuasan (unsatis factori) dalam hidup. Karena ketidak puasan inilah life energy menuntut ide-ide muncul dibawah alam bawah sadar. Dengan demikian perpaduan akan ketiga hal itu yakni alam sadar, alam bawah sadr, dan ketidakpuasan yang digerakkan oleh suatu life energy membawa seseorang hidup lebih sempurna. Inilah yang dimaksud Watt bahwa orang bias berhubungan dengan zat yang transenden hanya dengan collektif unsconcious[9]
Di bawah ini akan diuraikan beberapa contoh pemikiran William Montgomery Watt terhadap ayat al-Qur`an:
A.    Pengumpulan Teks al-Qur’an Prespekif William Mongomery Watt
Menurut William Mongomery Watt, sejarah pengumpulan mushaf al-Qur’an dimulai sejak masa khalifah Abu Bakar kemudian dikodifikasi ulang pada masa Utsman. Pengumpulan tersebut berawal ketika terjadi perang Yamamah yaitu perang riddah. Banyak para penghafal al-Qur’an yang gugur. Sehingga sahabat Umar mengusulkan agar segera dilakukan pengumpulan al-Qur’an karena kekhawatiran akan lebih banyak lagi penghafal al-Qur’an yang gugur sedangkan al-Quran belum dibukukan. Abu Bakar sempat ragu atas usul Umar tersebut, karena tidak ada wewenang dari nabi Muhammad Ṣalla Allāh ‘Alayhi wa Sallam. Namun pada akhirnya ia pun menyetujui usulan Umar dan meminta Zaid bin Tsabit untuk menjadi panitia penulisan, karena ia salah satu juru tulis “sekertaris” nabi Muhammad Ṣalla Allāh ‘Alayhi wa Sallam. Setelah proses penulisan selesai, Zaid menyerahkan pada Abu Bakar. Ketika Abu Bakar meninggal diserahkan pada Umar dan ketika Umar meninggal diserahkan pada putrinya, Hafsah, yakni janda nabi Muhammad Ṣalla Allāh ‘Alayhi wa Sallam.
William Mongomery Watt menyoroti bahwa cerita di atas dapat dikritik atas dasar beberapa alasan. Pertama, bahwa sampai nabi Muhammad Ṣalla Allāh ‘Alayhi wa Sallam wafat tidak ada catatan sah mengenai wahyu. Lebih lanjut William Mongomery Watt juga mengemukakan bahwa ada beberapa versi mengenai gagasan mengumpulan Qur’an, apakah dimulai pada masa Abu Bakar atau Umar. Kemudian, dengan mengutip pendapat Freidrich Schawally, William Mongomery Watt juga menyinggung bahwa para korban yang gugur dalam perang Yamamah adalah orang yang baru beriman (baru masuk Islam) bukan para huffaz. Kedua, pengumpulan al-Qur’an secara formal dan absah. Hal itu didasarkan bahwa Qur’an yang berada diberbagai daerah juga dianggap absah. Ketiga, William Mongomery Watt juga meragukan bahwa suhuf yang berada ditangan Hafsah adalah salinan resmi hasil revisi/pengumpulan Zaid, karena jika demikian, hal ini mustahil bila suhuf tersebut berpindah ke tangan orang lain di luar kepemilikan resmi, meskipun Hafsah adalah putri khalifah. Dari poin-poin kritik yang ditawarkan William Mongomery Watt, ia memberi ulasan bahwa tidak ada kegiatan pengumpulan mushaf pada masa khalifah Abu Bakar.[10]
B.     Perkawinan Beda Agama
Pada Surat al-Maidah ayat 5 dijelaskan membolehkannya pria Muslim menikahi wanita Ahli Kitab.
الْيَوْمَ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ وَطَعَامُ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حِلٌّ لَكُمْ وَطَعَامُكُمْ حِلٌّ لَهُمْ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ إِذَا آتَيْتُمُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ مُحْصِنِينَ غَيْرَ مُسَافِحِينَ وَلا مُتَّخِذِي أَخْدَانٍ وَمَنْ يَكْفُرْ بِالإيمَانِ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهُ وَهُوَ فِي الآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ.[11]
Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal pula bagi mereka. (Dan dihalalkan mengawini) wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar maskawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik. Barang siapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) maka hapuslah amalannya dan ia di hari akhirat termasuk orang-orang merugi.
William Mongomery Watt dalam memahami Surat al-Maidah ayat 5 ini yaitu dengan pemahaman diperbolehkanya perkawinan pria Muslim dengan wanita Kitabiyah itu sebagai upaya rekonsiliasi (perbuatan memulihkan hubungan persahabatan pada keadaan semula) Islam dengan Yahudi dan Kristen setelah sebelumnya mengalami konflik peperangan beberapa kali.[12]
Pemahaman yang dilakukan William Mongomery Watt terhadap ayat tersebut kurang tepat, karena beliau memahami diperbolehkanya pernikahan beda agama antara laki-laki Muslim dan perempuan Kitabiyah itu sebagai upaya rekonsiliasi (pemulihan persahabatan antara agama) Islam d   engan agama Kristen atau yahudi yang sebelumnya mengalami konflik peperangan beberapa kali. Di dalam Tafsir al-Misbah di jelaskan mengenai diperbolehkanya laki-laki Muslim menikahi wanita Kitabiyah, tetapi izin ini adalah sebagai jalan keluar kebutuhan mendesak ketika itu, dimana kaum Muslimin sering berpergian jauh melaksanakan jihad tanpa mampu kembali ke keluarga mereka, sekaligus juga untuk tujuan dakwah.[13]
C.    Pandangan William Mongomery Watt terhadap surah al-Nisa ayat 157:
وَقَوْلِهِمْ إِنَّا قَتَلْنَا الْمَسِيحَ عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ رَسُولَ اللَّهِ وَمَا قَتَلُوهُ وَمَا صَلَبُوهُ وَلَكِنْ شُبِّهَ لَهُمْ وَإِنَّ الَّذِينَ اخْتَلَفُوا فِيهِ لَفِي شَكٍّ مِنْهُ مَا لَهُمْ بِهِ مِنْ عِلْمٍ إِلا اتِّبَاعَ الظَّنِّ وَمَا قَتَلُوهُ يَقِينًا[14].
Dan karena ucapan mereka: "Sesungguhnya Kami telah membunuh Al Masih, Isa putra Maryam, Rasul Allah", padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan 'Isa bagi mereka. Sesungguhnya orang-orang yang berselisih paham tentang (pembunuhan) Isa, benar-benar dalam keragu-raguan tentang yang dibunuh itu. Mereka tidak mempunyai keyakinan tentang siapa yang dibunuh itu, kecuali mengikuti persangkaan belaka, mereka tidak (pula) yakin bahwa yang mereka bunuh itu adalah Isa.
Di dalam ayat tersebut di jelaskan tentang penolakan terhadap cerita nabi Isa yang disiksa dan mati di tiang salib. Menurut William Montgomery Watt al-Qur’an itu salah, menurutnya mengenai Nabi Isa disiksa dan mati di tiang salib itu merupakan satu diantara bukti sejarah masa silam yang paling pasti.[15]
VI. Kesimpulan
Orientalisme secara bahasa adalah ilmu pengetahuan ketimuran atau tentang (adat/sastra/bahasa/kebudayaan dan sebagainya) dunia timur (Asia); sika membanggakan akan segala yang dimiliki oleh dunia Timur (oleh orang timur/Asia sendiri); proses penyerapan adat istiadat/kebudayaan timur oleh barat. Orientalisme secara istilah adalah bidang pengetahuan atau ilmu yang mengantarkan pada (pemahaman) dunia timur secara sistematis sebagai suatu objek yang dapat dipelajari, diungkap, dan diaplikasikan. Mengenai makna Orientalisme ada yang membatasi hanya pada kepada orang-orang yang mengkaji pemikiran islam dan peradabanya saja.
William Montgomery Watt lahir pada 14 Maret 1909 M di Ceres, Fife, Skotlandia. Beliau termasuk Orientalis yang mengkaji al-Qur’an. Adapun diantara karya-karyanya adalah The faith and practice of al-Ghazālī, Muhammad at Mecca, Muhammad at Medina, Muhammad: Prophet and Statesman, Islamic Philosophy and Theology, dan lain sebagainya. Di antara hasil pandanganya terhadap al-Qur’an yaitu pada surah al-Maidah tentang pernikahan beda agama, Sejarah pengumpulan al-Qur’an, dan penolakan cerita kematian nabi Isa pada surah al-Nisa’ ayat 157.







Daftar Pustaka
Al-Qur’an
Jakub, Ismail . Orientalisme dan Orientalisten. Surabaya: CV Faizan. ttp.
Maulana, Achmad. dkk. Kamus Ilmiyah Populer lengkap. Yogyakarta: Absolut. 2011.
Noor, Nina Mariani. dkk, Etika Sosial dalam Interaksi Lintas Agama. Yogyakarta; t.p. 2014.
Solahudin, Muhammad. Ulama Penjaga Wahyu. Kediri: Nouspustaka. 2013.
Said, Edward. Orientalisme. New York: Vintage Books. 1979.
Syarifuddin, Mohammad Anwar. Kajian Orientalis Terhadap al-Qur’an dan Hadis. t,th.
Quraish Shihab, Muhammad. Tafsīr al-Misbāh. Jakarta: Penerbit Lentera Hati. 2009.
Fahmy Zarkasyi, “Tradisi Orientalisme dan Framework Studi al-Qur’an”, (Skripsi, di  Institut Studi Islam Darussalam, 2011.
Fathurrahman, “Al-Qur’an dan Tafsiranya prespektif Toshihiko Izutsu” (Tesis, di UIN Syarif Hidayatullah, 2010), 120.
https://ms.wikipedia.org/wiki/William_Montgomery_Watt, diakses pada tagal 20 Oktober 2015.
http://sangperaihimpian.blogspot.co.id/favicon.ico, diakses pada tagal 20 Oktober 2015.





[1] M. Solahudin, Ulama Penjaga Wahyu, (Kediri: Nouspustaka, 2013), 1.
[2] Achmad Maula, dkk, Kamus Ilmiyah Populer lengkap, (Yogyakarta: Absolut, 2011), 365.
[3] Edward Said, Orientalisme, (New York: Vintage Books, 1979), 92.
[4] Ismail Jakub, Orientalisme dan Orientalisten, (Surabaya: CV Faizan, ttp.), 11.
[6] Fathurrahman, “Al-Qur’an dan Tafsiranya prespektif Toshihiko Izutsu” (Tesis, di UIN Syarif Hidayatullah, 2010), 120.
[7] Mohammad Anwar Syarifuddin, Kajian Orientalis Terhadap al-Qur’an dan Hadis, (t.t., t.p., t,th.), 57.
[8] https://ms.wikipedia.org/wiki/William_Montgomery_Watt, Diakses pada tagal 20 Oktober 2015.

[10] Mohammad Anwar Syarifuddin, Kajian Orientalis Terhadap al-Qur’an dan Hadis, 55-56.
[11]  Al-Qur`an, 5: 5.
[12] Nina Mariani Noor, dkk, Etika Sosial dalam Interaksi Lintas Agama, (Yogyakarta; t.p., 2014.), 54.
[13] M. Quraish Shihab, Tafsīr al-Misbāh, (Jakarta: Penerbit Lentera Hati, 2009), 3: 36.
[14] Al-Qur’an, 4: 157
[15] Fahmy Zarkasyi, “Tradisi Orientalisme dan Framework Studi al-Qur’an”, (Skripsi, di  Institut Studi Islam Darussalam, 2011), 8.