Minggu, 02 Desember 2018

“Bulan Asyura; Bulan Keberkahan Umat”



“Bulan Asyura; Bulan Keberkahan Umat”
Umat islam yang berbahagia, sudah tahukah anda ada apa dibulan Asyura?
Bulan Asyura merupakan salah satu bulan umat islam yang mengandung banyak sejarah, tentu tidak hanya itu, pada bulan ini kita juga dapat mendapatkan ampunan Allah SWT atas dosa-dosa kita yang telah lalu. Yaitu dengan cara berpuasa pada tanggal 10 Muharram. Maka Allah akan mengampuni dosa satu tahun yang telah lalu.
_____
Pertama, pada bulan Asyura ini Allah “menciptakan Nur (cahaya) Muhammad”
Kedua, Pada bulan ini, Allah telah menyelamatkan nabi MUSA AS dari kejaran raja Fir’aun, dan menenggelamkan Fir’aun di dasar laut merah.
Ketiga,  Allah mengeluarkan nabi Yunus AS dari perangkap perut ikan Nun
Keempat, Allah mengampuni nabi Dawud As dan menerima taubatnya
Kelima, Allah mempertemukan Nabi Ya’qub dengan putranya (nabi Yusuf)
Keenam, Allah mendengarkan/mengabulkan doa nabi Musa As dan Nabi Harun pada hari Asyura
Ketujuh, Allah menyelamatkan nabi Ibrahim As dari Apinya raja Namrud terjadi pada hari Asyura
______ dan lain sebagainya

Profil K. Abdul Muntaha Jepangrejo Blora





Foto bersama: K. Abdul Muntaha dan KH. Abdullah Ubab Maimoen, Sarang.

Abdul Muntaha, begitulah nama lengkapnya. Beliau lahir di dusun Jasem, Jepangrejo, Blora. Salah satu sosok teladan yang kini menjadi sesepuh di daerahnya. Abdul Muntaha lahir di tengah-tengah keluarga sederhana layaknya petani lainnya. Sejak kecil telah tampak ketegasannya dalam menegakkan kebenaran di jalan Allah. Semua orang disekitarnya terlihat begitu sangat menyayanginya.
Awalnya, masyarakat dusun Jasem terkenal sebagai daerah abangan. Suasana sangat sepi dari kegiatan-kegiatan islami. Jangankan bangunan beribadah, kesadaran untuk mempelajari ilmu agama islam saja belum ada. Sehingga dalam hatinya tergugah untuk mengaji. Sejak kecil ia rajin mengaji, meskipun lahir dari keluarga yang sangat sederhana sama sekali tidak menyurutkan semangatnya untuk memahami ilmu agama islam meski jalan kaki. Diantara guru-guru beliau adalah KH. Habib, KH. Hadis, KH. Muslih, dll.

 

Foto bersama: K. Abdul Muntaha dan Dr. KH. Abdul Ghofur MZ, Sarang.

Ia terkenal sangat patuh terhadap gurunya, sehingga semua gurunya begitu mengasihinya. Bahkan, ia diberi kesempatan untuk menjadi muadzin di Masjid tempat ia mengaji. Banyak sekali ilmu agama yang ia dapatkan di antaranya mempelajari al-Qur`an, tajwid, nahwu, sharaf, fikih, tauhid, dan lain sebagainya. Setelah beranjak dewasa, dan dirasa ilmu yang didapatkan cukup, ia menikahi gadis yang bernama Martini. Kemudian, KH. Habib memerintahkan kepada beliau untuk menegakkan agama islam di daerahnya yakni Jasem. Perintah pertama kali dari gurunya itu adalah mendirikan tempat ibadah. Hal ini mengingatkan kepada kita pada siroh atau sejarah Nabi Muhammad SAW ketika hijrah di Madinah, hal pertama kali yang dilakukan adalah mendirikan masjid.
Setelah selesai pengembaraan ilmu dan pulang di kampung halamannya, ia mendirikan musholla yang diberi nama “Musholla al-Ibtidaiyyah”, hal ini mengingat karena musholla ini merupakan musholla pertama kali di dusun Jasem. Dengan berdirinya musholla ini, masyarakat sangat antusias berbondong-bondong mendatanginya ingin mengaji kepadanya lebih-lebih dalam urusan shalat dan membaca al-Qur`an. Santri pertama beliau adalah bapak sukir.
Pada awalnya, K. Abdul Muntaha sedang mengaji melantunkan membaca al-Qur`an dengan khidzmat. Apa yang dilakukannya tersebut diketahui oleh Sukir. Karena rasa penasarannya terhadap K. Abdul Muntaha ia mendatanginya karena begitu terharu dengan bacaan-bacaan ayat al-Qur`an yang selama ini begitu asing di jasem. Sukir meminta diajari membaca al-Qur`an oleh K. Abdul Muntaha. Beliau bersedia mengajarinya dengan satu persyaratan, yaitu harus mencari teman agar tidak sendirian. Sore hari, tidak disangka, dengan waktu yang tidak begitu lama sukir berhasil mengajak teman-temannya dengan jumlah tidak sedikit sekitar 50 anak. Sejak itulah musholla al-Ibtidaiyyah ramai didatangi para santri untuk mengaji dan beribadah.
Suasana jasem yang semula sunyi dari kegiatan islami, sejak itu menjadi ramai. Santri-santri mengaji kepada K. Abdul Muntaha dan shalat jamaah 5 waktu bersamanya. Bahkan, beberapa santri ada yang menginap setiap malamnya di Musholla tersebut. Dikarenakan masyarakat menyambut perkembangan islam di jasem dan mulai peduli dengan beribadah, kemudian K. Abdul Muntaha mengajak para masyarakat untuk melakukan shalat jum’at di Musholla tersebut, dikarenakan saat itu belum ada masjid. Seringkali K. Abdul Muntaha mengundang guru-guru dan temannya dari daerah lain untuk bersedia menjadi khotib dan imam shalat jum’at. Jadi, Musholla ibtidaiyyah ini menjadi saksi awal perkembangan islam di jasem. Dalam pembangunannya, K. Abdul Muntaha menguras pikiran, tenaga, dan dana. Bahkan beliau rela menjual sebidang tanah terbaiknya tahunan demi terwujudnya cita-citanya adanya tempat ibadah ini.
Setelah berjalan beberapa tahun dan masyarakat mulai menyadari pentingnya ibadah kepada Allah, bersama masyarakat bersama-sama memikirkan pentinya sebuah masjid. Dan pada akhirnya dibangunlah masjid Jami’ Nurul Mustofa di atas tanah wakaf bapak H. Nursarojo tempatnya tepat dibelakang Musholla al-Ibtidaiyyah. Dalam pembangunan masjid ini, sesuai musyawarah bersama yang membuka pembangunan sebagai peletakkan batu pertama adalah Habib Hamid Solo, KH. Muharor Ali al-Hafidz (pengasuh Ponpes Khozinatul ‘Ulum), K. Mudzorek Blora. Bersama-sama gotong royong membangun masjid jami’ Nurul Mustofa. Dan sampai saat ini, K. Abdul Muntaha menjadi imam besar masjid tersebut.
Dengan dibangunnya masjid ini, masyarakat semakin peduli dan merasa memiliki kewajiban beribadah kepada Allah. Peduli kepada pentingnya belajar ilmu agama islam, yang semula ketika ada penduduk jasem meninggal dunia mengundang dari daerah lain karena kurang mampunya penduduk jasem mengaji, saat itu sudah tidak lagi mengundang orang dari daerah lain, karena sudah mampu membaca tahlil dan al-Qur`an.