Selasa, 02 Juni 2015

kedudukan perempuan tugas kampus


KEDUDUKAN PEREMPUAN DALAM PRESPEKTIF

AL QUR’AN


PROPOSAL SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Metodologi Studi Penelitian
 


Dosen Pengampu:
M. Ashif, M.ud





Oleh:
Khoirudin Azis
NIM: 2013.01.01.184




PROGRAM STUDI ILMU AL QUR’AN DAN TAFSIR
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM AL ANWAR SARANG REMBANG
2014
 




BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
            Salah satu tema utama sekaligus prinsip pokok dalam ajaran Islam adalah persamaan manusia baik antara laki-laki dengan perempuan, antar bangsa, antar suku dan keturunan. Perbedaan yang perlu digarisbawahi dan yang kemudian meninggalkan atau merendahkan seseorang hanyalah nilai pengabdian dan ketakwaannya kepada Allāh Subhānallāhuwata’āla.
            Perempuan di masa jahiliyah (masa sebelum diutusnya Rasūlullāh Ṣalallāhu ’Alayhiwasallam) pada umumnya tertindas dan terkungkung khususnya di lingkungan bangsa Arab, tetapi tidak menutup kemungkinan fenomena ini juga menimpa di seluruh belahan dunia. Bentuk penindasan ini dimulai sejak kelahiran sang bayi, aib besar bagi sang ayah bila memiliki anak perempuan. Sebagian mereka tega menguburnya hidup-hidup dan ada yang membiarkan hidup tetapi dalam keadaan rendah, hina, dan menjadi pemuas bagi kaum laki-laki yang memiliki nafsu  liar, bahkan perempuan dijadikan sebagai harta warisan dan bukan termasuk ahli waris. Seperti itulah kedudukan perempuan di masa jahiliyah (masa sebelum diutusnya Rasūlullāh Ṣalallāhu ’Alayhiwasallam). Hal ini telah diceritakan Allāh Subhānallāhuwata’āla dalam firman-Nya di dalam kitab al Qur’an surah An Nahl ayat 58-59:
وَإِذَا بُشِّرَ أَحَدُهُمْ بِالأنْثَى ظَلَّ وَجْهُهُ مُسْوَدًّا وَهُوَ كَظِيمٌ . يَتَوَارَى مِنَ الْقَوْمِ مِنْ سُوءِ مَا بُشِّرَ بِهِ أَيُمْسِكُهُ عَلَى هُونٍ أَمْ يَدُسُّهُ فِي التُّرَابِ أَلا سَاءَ مَا يَحْكُمُونَ. 
 “Dan apabila seorang dari mereka diberi khabar dengan kelahiran anak perempuan, merah padamlah mukanya dan dia sangat marah. Ia menyembunyikan dirinya dari orang banyak, disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah dia memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup)? Ketahuilah. Alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu.” (An Nahl: 58-59).[1]
            Muhammad al Thāhir bin Asyūr mengatakan, “Mereka mengubur anak-anak perempuan mereka, sebagian mereka langsung menguburnya setelah hari kelahirannya, sebagian mereka menguburnya setelah ia mampu berjalan dan berbicara, yaitu ketika anak-anak perempuan mereka sudah tidak bisa lagi disembunyikan. Ini adalah diantara perbuatan terburuk orang-orang Jahiliyyah. Mereka terbiasa dengan perbuatan ini dan menganggap hal ini sebagai hak seorang ayah, maka seluruh masyarakat tidak ada yang mengingkarinya.” (al Tahrîr wa al Tanwîr: 14/185).[2]
            Dengan datangnya agama Islam yang dibawa nabi Muhammad Ṣalallāhu’alyhiwasallam, kini kedudukan perempuan derajatnya lebih baik jika di bandingkan dengan kedudukan perempuan di zaman Jahiliyah (masa sebelum diutusnya Rasūlullāh Ṣalallāhu ’Alayhiwasallam) sebelum adanya ajaran agama Islam. Islam mengajak memerangi segala bentuk keẓaliman dan menjamin setiap hak manusia tanpa terkecuali. Allāh Subhānallāhuwata’āla berfirman tentang bagaimana seharusnya memperlakukan kaum wanita dalam ayat berikut:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا يَحِلُّ لَكُمْ أَنْ تَرِثُوا النِّسَاءَ كَرْهًا وَلا تَعْضُلُوهُنَّ لِتَذْهَبُوا بِبَعْضِ مَا آتَيْتُمُوهُنَّ إِلا أَنْ يَأْتِينَ بِفَاحِشَةٍ مُبَيِّنَةٍ وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا.
 “Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allāh menjadikan padanya kebaikan yang banyak”. (QS. An Nisa [4]: 19).[3]
            Kedudukaan perempuan dalam ajaran agama Islam tidak sebagaimana di duga dipraktikkan sebagian masyarakat. Ajaran Islam pada hakikatnya memberikan perhatian yang sangat besar serta kedudukan terhormat kepada perempuan.[4] Hal itu dapat berhasil karena agama Islam berpegang teguh terhadap kitab al Qur’an dan Sunnah nabi Muhammad Ṣalallāhu’alyhiwasallam sebagai pedoman hidup.
            Dalam kitab al Qur’an berbicara tentang perempuan dalam berbagai ayat-ayatnya. Pembicaraan tersebut menyangkut berbagai sisi kehidupan. Ada yang berbicara tentang hak dan kewajibannya, ada pula yang menguraikan keistimewaan-keistimewaan tokoh-tokoh perempuan dalam sejarah agama atau kemanusiaan. Secara umum surah An Nisa’ ayat 32 menunjukkan hak-hak perempuan:
 وَلا تَتَمَنَّوْا مَا فَضَّلَ اللَّهُ بِهِ بَعْضَكُمْ عَلَى بَعْضٍ لِلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِمَّا اكْتَسَبُوا وَلِلنِّسَاءِ نَصِيبٌ مِمَّا اكْتَسَبْنَ وَاسْأَلُوا اللَّهَ مِنْ فَضْلِهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا.
 “Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allāh kepada sebagian kamu lebih banyak dari sebagian yang lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada bagian daripada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allāh sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allāh Maha Mengetahui segala sesuatu”. (QS. An Nisa’: 32).[5]
            Almarhum Mahmūd Syaltūt, mantan Syīkh (pemimpin tertinggi) lembaga-lembaga Al-Azhār di Mesir, menulis: ”Tabiat kemanusiaan antara laki-laki dan perempuan hampir dapat dikatakan sama. Allāh Subhānallāhuwata’āla telah menganugrahkan kepada perempuan sebagaimana yang telah dianugrahkan kepada laki-laki. Kepada mereka dianugrahkan Tuhan potensi dan kemampuan yang cukup untuk memikul tanggung jawab dan yang menjadikan kedua jenis kelamin ini dapat melakukan aktivitas-aktivitas yang bersifat umum maupun khusus. Karena itu, hukum-hukum syari’at pun meletakkan keduanya dalam satu krangka. Yang ini (laki-laki) menjual dan membeli, mengawinkan dan kawin, melanggar dan dihukum, menuntut dan menyaksikan, dan yang itu (perempuan) juga demikian, dapat menjual dan membeli, mengawinkan dan kawin, melanggar dan dihukum serta menuntut dan menyaksikan.[6]
            Dari pendapat yang telah diutarakan Almarhum Mahmūd Syaltūt ini dapat diambil suatu pelajaran, bahwasanya Allāh Subhānallāhuwata’āla dalam menciptakan manusia itu sama-sama diberi suatu kelebihan baik itu perempuan maupun laki-laki. Laki-laki dan perempun sama-sama diberi suatu kelebihan yang cukup untuk digunakan untuk melakukan aktivitasnya masing-masing. Namun walaupun demikian manusia baik itu laki-laki maupun perempun juga sama-sama diberikan suatu kekurangan. Hal seperti itu diberikan supaya antara satu dengan yang lainya melakukan suatu hubungan kontak sosial dan saling tolong-menolong di setiap kekurangan-kekurangan yang manusia tersebut tidak mampu melakukan suatu aktivitasnya dengan sendiri. Allāh Subhānallāhuwata’āla dalam menciptakan makhluk-Nya tidak membeda-bedakan antara satu dengan yang lain karena di mata Allāh Subhānallāhuwata’āla semuanya itu sama dan hal yang membedakan diantaranya hanyalah tingkat tinggi rendahnya ketakwaan kepada-Nya.
            Perempuan memiliki peran yang sangat penting bagi kehidupan dunia. Karena di dalam tubuhnya dilengkapi dengan organ-organ yang tidak dimiliki laki-laki. Ia memiliki organ kandungan dan organ-organ lainya yang sehingga dapat melahirkan keturunan. Dan hal demikian itu tidak dimiliki kaum laki-laki. Perempuan itu tercipta dalam keadaan suci, bersih, dan indah. Rasulullah bersabda:
الد نيا متاع وخير متاعها المراةالصالحة
Artinya: “Dunia adalah perhiasan, dan sebaik-baiknya perhiasan adalah perempuan shalihah”(HR. Muslim dan Nasa’i).
            Jadi tidak benar apabila ada seseorang yang mengatakan perempuan itu di ciptakan sebagai racun yang berbahaya, apalagi sosok jahat seperti syaitan. Hanya saja, tidak semua perempuan mampu menjadi madu dunia, kerena untuk mencapai predikat madu dunia diperlukan syarat-syarat tersebut antara lain:
Pertama: Seorang perempuan yang berbudi pekerti baik dan dapat menentramkan jiwa suami atau calon suaminya.
Kedua: Perempuan yang tidak materialis.
Ketiga: Perempuan yang tidak suka membuka aurat.
Keempat: Perempuan yang sanggup menjadikan rumahnya sebagai surga.
Kelima: Perempuan yang tidak suka menggosip yang tidak ada manfaatnya.[7]

B. Rumusan Masalah
            Bertitik tolak dari latar belakang yang dikemukakan sebelumnya, maka akan diajukan problerm research atau rumusan masalah, yaitu:
1.      Seperti apakah kedudukan perempuan ditijau dari prespektif kitab al Qur’an?
2.      Apakah ada persamaan dan perbedaan antara perempuan dan laki-laki menurut prespektif kitab al Qur’an? kalau ada, faktor apakah yang menjadikan adanya persamaan dan perbedaan antara perempuan dan laki-laki?
3.      Seperti apakah hak dan kewajiban seorang perempuan menurut prespektif kitab al Qur’an?



C. Tujuan dan Manfaat
1. Tujuan
            Penelitian ini memiliki beberapa tujuan sebagai berikut:
a.       Dengan ditulisnya proposal skripsi ini yang berjudul “Kedudukan Perempuan Menurut Prespektif Al Qur’an” supaya pembaca dapat mengetahui kedudukan seorang perempuan yang digambarkan dalam kitab al Qur’an apakah perempuan itu sama dengan kaum laki-laki atau berbeda.
b.      Agar pembaca mengetahui ukuran batas atas hak dan kewajiban seorang perempuan apakah hak dan kewajiban perempuan tersebut berbeda dengan hak dan kewajiban seorang laki-laki.
2. Manfaat
            Adapun manfaat ditulisnya penelitian ini adalah agar dijadikan pembaca sebagai sarana mempermudah untuk mencari tambahan ilmu   pengetahuan dan menambah wawasan, sehingga pembaca lebih mudah memahami tentang kedudukan perempuan menurut prespektif kitab al Qur’an.
D. Tinjauan Pustaka
            Kajian maupun penelitian terhadap kedudukan perempuan dalam al Qur’an sebenarnya sudah dilakukan banyak orang. Karena tema judul ini merupakan salah satu pembahasan yang menarik apabila didiskusikan dan diteliti. Di dalam al Qur’an sendiri banyak ayat yang membahas mengenai perempuan, hak dan kewajiban dan kedudukanya. Dalam penelitian ini yang menjadi sumber pokok dasar teori adalah kitab al Qur’an.
            M. Quraish Shihab dalam bukunya yang berjudul “Membumikan Al-Qur’an”  juga menyinggung mengenai kedudukan perempuan.[8]
            Muhammad Al Ghazali, salah satu ulama besar Islam kontemporer berkebangsaan Mesir, juga menuliskan pendapatnya dalam menyikapi kedudukan seorang perempuan: “Kalau kita mengembalikan pandangan ke masa sebelum seribu tahun, maka kita akan menemukan perempuan menikmati keistimewaan dalam bidang materi dan sosial yang tidak dikenal oleh perempuan-perempuan di kelima benua. Keadaan mereka ketika itu lebih baik jika dibandingkan dengan keadaan perempuan-perempuan barat dewasa saat ini, asal saja kebebasan dalam berpakaian serta pergaulan tidak dijadikan suatu bahan perbandingan.[9]
            Prof. Dr. Amin Al-Khūli dalam bukunya yang berjudul “Al-Mar’at baina Al-Bayt wa Al-Mujtama’,dalam Al-mar’at Al-Muslimah fi Al-‘Ashir” juga menyinggung masalah perempuan yaitu dalam penafsiranya lafadz awliya’ dalam surah at Taubah ayat 71.[10]
            Pengkajian dan penelitian mengenai kedudukan perempuan ini juga pernah dilakukan oleh eM. Sya-Dewa Dalam buku karyanya yang berjudul “Wanita Penuh Pesona”, di dalam buku ini dijelaskan secara detail mengenai perempuan.[11]
            Sama dengan kajian-kajian di atas, penulis di sini juga akan mengkaji mengenai sebagian ayat-ayat al Qur’an yang memuat masalah perempuan dari segi kedudukannya di tinjau dari prespektif kitab al Qur’an.
E. Kerangka Teori
            Kata kedudukan yang dalam bahasa ingrisnya position merupakan dari asal kata dasar duduk, dan itu merupakan jenis kata kerja. Karena mendapat huruf awalan ke- dan ahiran -an maka kata tersebut berubah maknanya yaitu sebagai kata sifat. Jadi makna kedudukan adalah suatu benda pada suatu waktu tertentu terhadap suatu acuan tertentu.[12]
Karena yang akan dikaji dalam pembahasan ini tentang Kedudukan perempuan, penulis akan berusaha membahas sub-sub yang ada di bawah ini.
1.      Kedudukan perempuan ditijau dari prespektif kitab al Qur’an.
2.      Persamaan dan perbedaan antara perempuan dan laki-laki menurut prespektif kitab al Qur’an.
3.      Hak dan kewajiban seorang perempuan menurut prespektif al Qur’an.

F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
            Jenis Penelitian yang digunakan dalam tulisan ini adalah penelitian kepustakaan (library reaserch). Adapun objek utama dalam penelitian ini adalah kitab al Qur’an dan juga buku-buku pendukung yang di dalamnya memuat berkaitan dengan penelitian ini.
2. Sumber
            Karena penelitian yang digunakan dalam tulisan ini termasuk library reaserch, maka data-data akan diperoleh dari sumber-sumber data tertulis seperti kitab “al Qur’an”, buku “Membumikan Al-Qur’an “ karya M. Quraish Shihab dan buku-buku lainya yang berkaitan dengan penelitian ini.
            Sumber data literer di sini dibagi menjadi dua bagian, yaitu sumber data primer dan sumber data skunder.:
1.      Sumber data primer
Sumber data primer diperoleh dari kitab al Qur’an.
2.      Sumber data sekunder
            Sumber data sekunder adalah sumber data lain yang berkaitan dengan pokok pembahasan. Dalam hal ini berupa buku-buku maupun kajian-kajian yang membahas tentang judul pelelitian, yaitu kedudukan perempuan menurut prespektif al Qur’an.

3. Teknik pengumpulan Data
            Dalam penelitian ini, langkah awal yang digunakan penulis adalah dengan cara mengumpulkan data primer terlebih dahulu seperti yang telah di sebutkan di atas, yaitu kitab al Qur’an. kemudian dilanjutkan dengan mengumpulkan data-data sekunder/penunjang yang berkaitan dengan pokok pembahasan.
4. Aanalisis Data
            Dalam melakukan analisis data di sini, penulis menggunakan metode Interpretasi. Dalam analisias data Interpretasi ini data yang ada akan dianalisis untuk mengungkapan, memaknai/menafsirkan, menangkap dan menerangkan obyek yang diteliti. Dalam analisis data di sini, penulis memilih judul penelitian yang berjudul “Kedudukan Perempuan Menurut Prespektif Al Qur’an. Jadi sumber kajian pokok dalam pembahasan ini yaitu dari kitab al Qur’an dan dilengkapi dengan buku-buku lain yang didalamnya memuat pembahasan materi yang di teliti. Dalam penelitian ini penulis akan berusaha untuk menjelaskan/mengungkapkan kedudukan perempuan di tinjau dari ayat-ayat al Qur’an dan memiliki peran yang seperti apakah kaum perempuan apakah memiliki hak dan kewajiban yang sama ataukah berbeda dengan kaum laki-laki.
G. Sistematika Penulisan
            Pembahasan dalam penelitian ini menggunakan sistem bab per bab. Antara satu bab dengan bab lainya merupakan kesinambungan dan saling terkait.
            Bab pertama berisi pendahuluan yang menjelaskan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, kerangka teori, metode penelitian, sistematika pembahasan.
            Bab kedua akan menguraikan tentang kedudukan perempuan menurut prespektif kitab al Qur’an yang  mana akan menjawab dari rumusan masalah yang yang pertama yang telah dicantumkan di atas.
            Bab ketiga akan menguraikan jawaban dari rumusan masalah yang kedua, yakni menjelaskan mengenai apakah ada persamaan dan perbedaan antara perempuan dan laki-laki menurut prespektif al Qur’an? kalau ada, hal apakah yang menjadi faktor yang menjadikan adanya persamaan dan perbedaan antara perempuan dan laki-laki?
            Bab keempat akan menjelaskan mengenai seperti apakah hak dan kewajiban seorang perempuan menurut al Qur’an.
            Bab kelima berupa penutup. Dalam bab ini penulis akan memberikan kesimpulan tentang hasil penelitian yang telah dilakukan. Di samping itu juga akan dimuat tentang saran maupun kritikan terkait dengan penelitian ini.




[1] Al-Qur’an, 16:58-59.
[2] Lihat Artikel Ustadz Abu Khalid Resa Gunarsa, Lc (Alumni Universitas Al Azhar Mesir, Da’i di Islamic Center Bathah), Muslim.Or.Id,(Riyadh KSA, 16 May 2012, 6:00 am).
[3] al Qur’an: 4: 19.
[4] M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, (Bandung: PT Mizan Pustaka, 2013), h. 419.
[5] al Qur’an, 4: 32.
[6] ibid., h. 420.
[7] eM. Sya-Dewa, Wanita Makhluk Penuh Pesona, (Kediri: Pustaka ‘Azm, 2017), h. 14-17.

[8] Ibid.,h. 419.
[9] Muhammad al-Ghazali, Al-Islam Wa Al-Thaqat Al-Mu’attalat, (Kairo, Dar Al- Kutub Al-Haditsah, 1964), h. 138.
[10] Amin Al-Khuli, Prof. Dr., dalam bukunya yang berjudul Al-Mar’at baina Al-Bayt wa Al-Mujtama’,dalam Al-mar’at Al-Muslimah fi Al-‘Ashir, Bagdad,t.t., h.13.
[11] lihat buku karya eM. Sya-Dewa, Wanita Penuh Pesona Memahami Wanita Luar-Dalam,Cet. 1, (Kediri, Pustaka ‘Azm, 2007), h. 7-58.
[12] lihat di: http://glosarium.org/arti/?k=kedudukan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar