Kamis, 04 Juni 2015

AMTSAL DALAM AL-QUR’AN


AMTSAL DALAM AL-QUR’AN

Makalah
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Pengantar Ulumul Qur’an

Dosen Pengampu:
Moh. Asif, M.Ud


 
 
 Oleh:
Khoirudin Azis
NIM: 2013.01.01.184





PROGRAM STUDI ILMU AL QUR’AN DAN TAFSIR
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM AL ANWAR SARANG REMBANG
2015
 
BAB I
PENDAHULUAN

 A.    Latar Belakang

Al-Qur’an merupakan kitab suci yang diyakini oleh umat Islam sebagai pedoman dalam hidup dan petunjuk untuk menuju kebaikan. Al-Qur’an merupakan kalâmullah yang memiliki susunan bahasa yang tinggi makna dan hakikat-hakikat yang terkandung di dalamnya pun juga.
Hakikat-hakikat yang tinggi makna dan tujuannya akan lebih indah jika dituangkan dalam kerangka ucapan yang baik dan mendekatkan kepada pemahaman, melalui analogi dengan sesuatu yang telah diketahui secara yakin. Tamtsîl (membuat perumpamaan) merupakan kerangka yang dapat menampilkan makna-makna dalam bentuk yang hidup, enak didengar, dan mantap dalam pikiran. Tamtsîl bisa dibuat dengan cara menyerupakan sesuatu yang ghaib dengan yang hadir, yang abstark dengan yang konkrit, dan dengan menganalogikan sesuatu dengan hal yang serupa.
Betapa banyak makna yang baik, dijadikan lebih indah, menarik, dan mempesona oleh tamtsîl. Karena itulah maka tamtsîl lebih dapat mendorong jiwa untuk menerima makna yang dimaksudkan dan membuat akal merasa puas dengannya. Dan tamtsîl adalah salah satu cara al-Qur’an dalam mengungkapkan berbagai penjelasan dan segi-segi kemukjizatannya.
Diantara para ulama’ ada sejumlah orang menulis sebuah kitab yang secara khusus membahas perumpamaan-perumpamaan (amtsâl) dalam al-Qur’an, seperti Imam Hasan al Mawardi (wafat 450 H). Dan ada pula yang hanya membuat satu bab mengenainya dalam salah satu kitab-kitabnya.
Untuk lebih lanjutnya mengenai amtsâl dalam al-Qur’an, kami akan membahasnya dalam makalah yang kami buat kali ini.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apakah macam-macam amtsâl dan faidah yang terkandung didalamnya?





BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Amtsâl
Sebelum membahas pembagian dan faidah amtsâl, alangkah baiknya kalau kita membahas pengertiannya terlebih dahulu. Amtsâl merupakan bentuk jamak dari kata matsâl, mitsl, dan matsîl. Ia semakna dengan kata shabah, shibh, dan shabîh yang artinya perumpamaan, perserupaan, atau gambaran.
Sedangkan secara istilah, amtsâl adalah perumpamaan sesuatu dengan sesuatu yang lain dengan menampakkan pengertian yang abstrak dalam ungkapan yang indah dan menarik.[1]
Bentuk perumpamaan (amtsâl) dalam al-Qur’an beraneka ragam. Ada yang berbentuk pujian, kecaman, perintah, larangan, dan lain sebagainya.
Dalam penggunaan sehari-hari di kalangan masyarakat Indonesia, kata amtsâl berkonotasi perumpamaan, bandingan, contoh, dan lain-lain. Dalam kamus besar bahasa Indonesia dikatakan bahwa: “misal adalah sesuatu yang menggambarkan sebagian dari keseluruhan.”
Secara terminologis, para ulama’ mendefinisikan amtsâl dalam al-Qur’an berbeda-beda, diantaranya sebagai berikut:
Menurut Imam as-Suyuti, amtsâl adalah mengungkapkan sesuatu yang tersembunyi dengan yang nyata dan yang ghaib dengan yang tampak.[2] Senada dengan imam as-Suyuti, Ibn al-Qayyim mendefinisikan amtsâl dengan menyerupakan sesuatu dengan sesuatu yang lain dalam hal hukumnya, dan mendekatkan sesuatu yang abstrak dengan yang konkrit, atau mendekatkan salah satu dari dua mahsus dengan yang lain dan menganggap salah satunya itu sebagian yang lain.[3]
Sedangkan menurut Manna’ al Qattan, definisi amtsâl adalah mengungkapkan suatu makna dalam bentuk kalimat indah, singkat, padat dan akurat serta terasa meresap kedalam jiwa, baik kalimat itu dalam bentuk tashbih ataupun ungkapan bebas.[4]
Kedua definisi tersebut, walaupun diungkapkan dalam redaksi yang berbeda namun member gambaran bahwa amtsâl adalah menyerupakan terhadap dua hal yang berbeda karena ada titik persamaanya.
B.     Jenis Amtsâl dalam Al-Qur`an
Di dalam Al-Qur`an  Amtsal dibedakan menjadi tiga macam: amtsâl musharrahah, amtsâl kaminah dan amtsal mursalâh.
1.      Amtsal musharrahah
Yang dimaksud dengan amtsal musharrahah adalah sesuatu yang dijelaskan dengan kata matsal atau sesuatu yang menunjukkan tasybih (penyerupaan). Amtsal musharrahah banyak ditemukan di dalam ayat Alqu`an. Diantara contoh dari  amtsal musharrahah adalah seperti di bawah ini:
Ø  Tentang orang munafik:
“ perumpamaan (matsal) mereka adalah seperti orang yang menyalakan api, maka setelah api itu menerangi sekelilingnya, Allah menghilangkan cahaya (yang menyinari) mereka dan membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak dapat melihat. Mereka tuli, bisu dan buta, maka tidaklah mereka akan kembali (ke jalan yang benar). Atau seperti (orang-orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit disertai gelap gulita, guruh dan kilat. Mereka menyumbat telinga dengan jari-jarinya, (menghindari) suara petir itu karena takut mati. Allah meliputi orang-orang yang kafir hampir saja kilat itu menyambar penglihatan mereka. Setiap kali (kilat itu) menyinari, mereka berjalan di bawah (sinar) itu apabila gelap menerpa mereka, merka berhenti. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya Dia hilangkan pendengaran dan penglihatan mereka. Sungguh Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.”(Al-Baqarah: 17-20).[5] 
            Di dalam ayat ini Allah membuat dua perumpamaan (matsal) bagi orang-orang munafik; matsal yang pertama adalah matsal yang berkenaan dengan api (nar) di dalam firman-Nya,” Adalah orang yang seperti menyalakan api”, karena di dalam api terdapat unsur cahaya. Adapun matsal yang kedua adalah berkenaan dengan air (ma`), “ atau seperti (orang-orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit”, karena didalam air terdapat unsur kehidupan. Dan wahyu yang turun dari langit pun bermaksud untuk menerangi hati dan menghidupkanya. Allah juga menyebutkan kondisi orang munafik dalam dua keadaan. Yang pertama yaitu mereka bagaikan orang yang menyalakan api untuk penerangan dan kemanfaatan. Dalam hal ini mereka memperoleh kemanfaatan materi dengan sebab masuk islam. Namun keislaman (keberagamaan) mereka sedikitpun tidak memberi pengaruh pada hati mereka karena Allah telah menghilangkan cahaya (nur) mereka.” Kemudian membiarkan unsur api “membakar” yang ada padanya. Inilah perumpamaan mereka yang berkenaan dengan api.
            Sedangkan dalam matsal air (ma`), Allah menyerupakan mereka dengan keadaan orang ditimpa hujan lebat yang disertai gelap gulita, guruh dan kilat, kekuatan terkuras habis. Lalu mereka menyumbat telinganya dengan jari-jemarinya, sambil memejamkan matanya karena takut petir menimpanya.
Ø  Di dalam surat Ar-Ra`d Allah juga menyebutkan matsal air (ma`) dan matsal api (nar), untuk menggambarkan antara yang hak dan yang batil.
“Allah telah menurunkan air (hujan) dari langit, maka mengalirlah air di lembah-lembah menurut ukuranya, maka arus itu membawa buih yang mengambang. Dan dari apa (logam) yang mereka lebur dalam api untuk membuat perhiasan atau alat-alat, ada pula buihnya seperti buih arus itu. Demikianlah Allah membuat perumpamaan (bagi) yang benar dan yang batil. Adapun buih itu, akan hilang sebagai sesuatu yang tidak ada harganya; adapun yang memberi manfaat kepada manusia, maka ia tetap di bumi. Demikianlah Allah membuat perumpamaan-perumpamaan.”(Ar-Ra`d: 17).[6]
            Wahyu yang diturunkan Allah dari langit untuk menghidupkan hati diserupakan dengan air hujan yang diturunkanya untuk menghidupkan bumi dan tumbuh-tumbuhan. Dalam hal ini hati diserupakan dengan lembah. Arus air yang mengalir di lembah akan menghanyutkan buih dan sampah. Begitu pula hidayah dan ilmu bila mengalir di hati akan berpengaruh terhadap nafsu syahwatnya, dengan menghilangkanya. Inilah matsal ma` dalam firmanya,” Dia telah menurunnkan air (hujan) dari langit ” demikianlah Allah membuat matsal bagi yang hak dan batil. Sedangkan matsal api(nar), disebutkan dalam firmanya,” Dan dari apa(logam) yang mereka lebur dalam api” logam, baik emas, perak, tembaga, maupun besi, ketika di tuangkan  ke dalam api, maka api akan menghilangkan kotoran dan karat yang melekat padanya, memisahkan dari substansinya yang dapat dimanfaatkan, sehingga karat tersebut hilang dengan sia-sia.
Begitupula dengan syahwat akan dilemparkan dan dibuang dengan sia-sia oleh hati orang mukmin sebagaimana arus air menghayutkan sampah atau api melemparkan karat logam.
2.      Amtsâl kaminah, yaitu yang didalamya tidak disebutkan dengan jelas lafadz tamsil, tetapi ia menunjukkan makna-makna yang indah, menarik, dalam redaksinya singkat padat, dan mempunyai pengaruh tersendiri bila dipindahkan kepada yang serupa denganya.
Contohnya:
a.       Ayat-ayat yang senada dengan suatu ungkapan” sebaik-baik perkara adalah yang tidak berlebihan, adil, dan seimbang.” yaitu:
·         Firman Allah tentang sapi betina, dijelaskan di dalam Al-Qur`an surat Al-Baqarah:68.
·         Firman Allah tentang nafkah, dijelaskan di dalam Al-Qur`an surat Al-Furqan:67.
·         Firman Allah mengenai Shalat, dijelaskan di dalam Al-Qur`an surat Al-Isra`:110.
·         Firman Allah mengenai infaq, dijelaskan di dalam Al-Qur`an surat Al-Isra: 29.
b. Ayat-ayat yang senada dengan suatu ungkapan “ Seperti yang mendengar itu tidak sama dengan yang menyaksikan sendiri.” Misalnya firman Allah tentang Ibrahim: “ Allah berfirman,” Apakah kamu belum percaya? ”, Ibrahim menjawab , “ Saya telah percaya, akan tetapi agar bertambah tetap hati saya.” (Al-Baqarah: 260).
c.  Ayat-ayat yang senada dengan suatu ungkapan “ Seperti yang telah kamu lakukan, maka seperti itu kamu akan di balas.” Misalnya, “ Barang siapa mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu.” (An-Nisa`4: 123)
d. Ayat-ayat yang senada dengan suatu ungkapan” Orang mukmin tidak akan masuk dua kali lubang yang sama.” Misalnya firman melalui lisan Ya`kub: ” Bagaimana aku mempercayakanya (Bunyamin) kepadamu, kecuali seperti aku telah mempercayakan saudaranya (Yusuf) kepadamu dahulu.”(Yusuf 12: 64).

3.  Amtsal mursalah, yaitu kalimat-kalimat bebas yang tidak menggunakan lafadz tasybih secara jelas. Tetapi kalimat-kalimat itu berlaku sebagai matsal.
Contohnya:
a.       “ Sekarang ini jelaslah kebenaran itu”. (Yusuf: 51).
b.      “ Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal ia amat baik bagimu”. (Al-Baqarah: 216), dan lain sebagainya.[7] 
           Dalam mempergunakan sebagai matsal Para ulama telah berbeda pendapat mengenai ayat-ayat yang mereka namakan amtsal mursalah ini. Sebagian ulama telah memandang bahwa hal seperti itu telah keluar dari adab Al-Qur`an. Namun sebagian ulama yang lain berpendapat, bahwa tak ada halangan bila seorang mempergunakan Al-Qur`an sebagai matsal, jika itu digunakan dengan baik tanpa ada unsur main-main. Apabila ada seseorang yang dengan sengaja menampakkan kehebatanya lalu ia menggunakan Al-Quran sebagai matsal, meskipun saat bercanda dan bersenda gurau, maka berdosa besarlah orang tersebut.
C.     Faedah-faedah Amtsâl al-Qur’an
    Al-Qattan menjelaskan delapan faedah adanya amtsâl dalam al-Qur’an, yaitu:[8]
a.       Menonjolkan sesuatu yang abstrak dalam bentuk konkrit yang dapat diindra manusia sehingga akal manusia mudah menerimanya. Misalnya perumpamaan dalam Qs.al-Baqarah ayat 264.
b.      Menyingkapkan hakikat-hakikat dan mengemukakan sesuatu yang tidak tampak seakan-akan sesuatu yang tampak. Misalnya dalam Qs. Al-Baqarah ayat 275.
c.       Mengumpulkan makna yang menarik dan indah dalam ungkapan yang padat. Misalnya dalam Qs. Al-Baqarah ayat 68.
d.      Mendorong orang yang diberi matsal untuk berbuat sesuai dengan isi matsal, karena merupakan sesuatu yang disukai jiwa. Misalnya dalam Qs. Al-Baqarah ayat 261.
e.       Menjauhkan seseorang dari perbuatan yang dimatsalkan tersebut, karena matsal tersebut merupakan perbuatan yang dibenci, sebagaimana dalam Qs, al-Hujurat ayat 12.
f.       Untuk memuji orang yang diberi matsal, seperti firman Allah dalam Qs. Al-Fath ayat 29.
g.      Untuk menggambarkan sesuatu yang mempunyai sifat yang dipandang buruk oleh orang banyak, misalnya tentang keadaan orang yang diberi kitabullah tetapi ia tersesat jalan hingga tidak mengamalkannya, sebagaimana dalam firman Allah Qs. al-A’raf ayat 175-176.
h.      Amtsâl lebih berpengaruh pada jiwa, lebih efektif dalam memberikan nasehat, lebih kuat dalam memberikan peringatan, dan lebih dapat memuaskan hati, seperti yang ada di dalam Qs. az-Zumar ayat 27.





BAB III
PENUTUP
V. Kesimpulan

Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan, dapat diambil kesimpulan bahwa amtsâl dalam al-Qur’an merupakan salah satu cara Allah dalam menyampaikan ajaran-ajaran-Nya. Karena dengan adanya amtsâl, manusia dapat lebih mudah untuk memahami suatu hal yang bersifat abstrak. Selain itu, dengan gaya bahsa amtsâl, membuat gaya bahasa al-Qur’an menjadi lebih indah, menarik, enak dibaca, dan nyaman untuk didengar. Allah telah menyelipkan amtsâl dalam firman-firman-Nya, dan membuat faedah-faedah yang berguna untuk kebaikan manusia.



DAFTAR PUSTAKA

Tim Penyusun MKD IAIN Sunan Ampel Surabaya, Studi Al-Qur’an, IAIN Sunan Ampel Press : Surabaya, 2008.
Gufron, Mohammad, Rahmawati, Ulumul Qur’an Praktis dan Mudah, Teras : Yogyakarta,2013.
As-Suyuti, Jalaluddin, al Itqan fî ulûm al Qur’an, Dar al Ma’rifah : Beirut, 1978.
Al-Qaththan, Syekh Manna’, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, terj. Aunur Rafiq El-Mazni, Pustaka Al-Kautsar : Jakarta Timur, 2013.



[1] Mohammad Gufron, Rahmawati, Ulumul Qur’an Praktis dan Mudah,(Yogyakarta;Teras,2013),hal.97.
[2] Jalaluddin al Suyuti, al Itqan fî ulûm al Qur’an(Beirut;Dar al Ma’rifah, 1978), II,hal.167.
[3] Tim Penyusun MKD IAIN Sunan Ampel Surabaya, Studi Al-Qur’an,(Surabaya;IAIN Sunan Ampel Press,2008),hal.282.
[4] Ibid.
[5] Syaikh Manna’ Al-Qhaththan, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, terj. Aunur Rafiq El-Mazni, (Jakarta Timur; Pustaka Al-Kautsar,2006) II, hal.356.
[6] Syaikh Manna’ Al-Qhaththan, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, terj. Aunur Rafiq El-Mazni, (Jakarta Timur; Pustaka Al-Kautsar,2006) II, hal.357.
[7] Syaikh Manna’ Al-Qhaththan, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, terj. Aunur Rafiq El-Mazni, (Jakarta Timur; Pustaka Al-Kautsar,2006) II, hal.358-359.
[8] Tim Penyusun MKD IAIN Sunan Ampel Surabaya, Studi Al-Qur’an,(Surabaya;IAIN Sunan Ampel Press,2008),hal.291-297.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar