Rabu, 20 April 2016

Pemikiran Ali Mustafa Yaqub Terhadap Hadis



KAJIAN HADIS DI INDONESIA
 (PEMIKIRAN ALI MUSTAFA YAQUB TERHADAP HADIS)


Makalah
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Sejarah Perkembangan Kajian Hadis Di Indonesia

Dosen Pengampu:
TSALIS MUTTAQIN, Lc M.Th.I






Oleh:
Khoirudin Azis
NIM: 2013.01.01.184








PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR`AN DAN TAFSIR
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) AL ANWAR
 SARANG REMBANG
2016


 Foto Persami dalam Rangka Pemantapan Calon Bantara dan Laksana
SMK N 2 Blora Masa Periode 2014/2015
 
I. Pendahuluan
Islam di Indonesia mengalami perkembaangan yang begitu pesat. Hal tersebut terbukti dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk Indonesia yang beragama Islam. Tidak hanya penduduknya yang mengalami perkembangan dalam kuantitas beragama Islam, namun pendidikan-pendidikan Islam di Indonesia juga mengalami perkembangan. Lembaga-lembaga pendidikan Islam di Indonesia terus meningkat jumlahnya dan banyak mengkaji ilmu-ilmu Islam misalnya, ilmu fikih, ilmu al-Qur`an, ilmu tafsir dan masih banyak yang lainya. Namun, dari banyaknya ilmu Islam yang dikaji ada beberapa kajian ilmu yang lamban berkembang, salah satunya yaitu kajian hadis.
Ulama Nusantara khususnya di Indonesia, mulanya hanya membaca dan mengajarkan kitab-kitab Hadis seperti Bulug al-Maram karya Ibn Hajar al-‘Asqalaniy, Matn al-Arba‘în karya al-Nawawiy, dan Matn al-Bayquniyah karya al-Suyuthiy serta kitab-kitab fiqh klasik khususnya dalam mazhab al-Syafi‘iy, tanpa mengadakan pengkajian dan pemeriksaan terhadap kesahihan sanad dan matan-nya. Mereka beranggapan bahwa hasil ijtihad para ulama terdahulu sudah final, hingga ulama-ulama sekarang tidak perlu mengkaji dan memeriksa sahih tidaknya suatu Hadis. Hal itulah yang menyebabkan dan salah satu faktor yang mempengaruhi kurang berkembangnya kajian hadis di Indonesia. Namun, meski perkembangan kajian hadis di Indonesia kurang berkembang ada beberapa ulama yang menjadi tokoh besar ahli hadis dari Indonesia yaitu Ali Mustafa Yaqub.
Oleh sebab itu, di dalam makalah ini akan mencoba membahas tokoh ahli hadis asal Indonesia tersebut yang meliputi: biografi Ali Mustafa Yaqub, guru-gurunya, karya-karyanya dan pemikiranya.


II. Biografi Ali Mustafa Yaqub
Ali Mustafa Yaqub merupakan seorang imam besar di masjid Istiqlal. Beliau lahir di desa Kemiri, kecamatan Subah, Kabupaten Batang Jawa Tengah, pada tanggal 2 Maret 1952.[1] Ali Mustafa Yakub lahir dan tumbuh dalam lingkungan keluarga yang taat beragama Islam dan berkecukupan. Pada masa kecilnya setelah pulang dari belajar di sekolah dasar (SD) di tempat kelahiranya, ia membantu temannya menggembala kerbau di lereng-lereng bukit pesisir Utara Jawa Tengah.[2] Kebiasaan ini kelak membentuk karakter dan kepribadiannya yang tegas, kritis dan peduli.
Ayahnya bernama Yaqub, seorang muballig terkemuka pada zamannya dan imam di masjid-masjid Jawa Tengah. Ayahnya memiliki misi “Menegakkan Amar Ma’ruf dan memberantas kemungkaran”. Sejak matahari terbit sampai terbenam ayahnya melakukan rutinitas belajar dan mengajar. Ayahnya mengajar tanpa pamrih dan hanya mengharap Ridha Allah Subḥānahu wa Ta’ālā, berjiwa besar, bersahaja dan tegas dalam membela agama Allah Subḥānahu wa Ta’ālā. Sedangkan ibunya bernama Zulaikha, seorang ustadzah dan ibu rumah tangga yang ikut membantu perjuangan suaminya (Yaqub). Zulaikha meninggal pada tahun 1996. Ali Mustafa Yaqub memiliki tujuh bersaudara, dari tujuh bersaudara tersebut, dua diantaranya meninggal dunia, dan yang masih hidup lima bersaudara, salah satu kakaknya yang bernama Dahlan Nuri Yaqub mengikuti jejak ayahnya, dan sekarang menjadi pengasuh pondok pesantren Darussalam di Batang Jawa Tengah.[3]
Semula Ali Mustafa Yaqub lebih berminat ke pendidikan umum, namun atas arahan ayahnya, beliau dimasukkan ke pesantren. Setelah belajar di SD dan SMP di desa kelahiranya, dengan diantar ayahnya ia mulai mondok di pesantren Seblak Jombang sampai tingkat Tsanawiyah, rentang waktu 1966-1969. Kemudiaan beliau pindah ke pesantren Tebu Ireng Jombang yang letaknya hanya beberapa ratus meter dari pondok pesantren Seblak Jombang, yaitu pada tahun 1969-1972. Selanjutnya pada pertengahan tahun 1972 beliau melanjutkan menuntut ilmu pada program study Syari’ah Universitas Hasyim Asy’ary Jombang dan selesai pada tahun 1975.[4]
Di pesantren Tebu Ireng beliau belajar kepada kiai-kiai sepuh dalam menekuni kitab-kitab kuning. Adapun di antara guru-guru Ali Mustafa Yaqub selama di Tebu Ireng diantaranya yaitu:
1.      KH. Idris Kamali
2.      KH. Adhlan Ali
3.      KH. Shobiri
4.      KH. Syamsuri Badawi dan lain-lain
Dari KH. Idris Kamali ia belajar ilmu-ilmu alat (bahasa Arab), hadis dan tafsir dengan metode sorogan (individual) dimana ia diwajibkan menghafal lebih dari sepuluh kitab, antara lain Alfiyah Ibn Malik, al-Baiquniyyah, al-Waraqat dan lain-lain. Dari KH. Adhlan ia belajar akhlak dan lain-lain. Dari KH. Sobari ia belajar ia belajar ilmu hadis dan lain-lain. Sedangkan dari KH. Syamsuri ia belajar ilmu hadis dan ilmu ushul al-Fiqh. Selain belajar dengan guru-guru yang telah disebutkan di atas Ali Mustafa Yaqub juga pernah belajar dengan Gus Dur (Abdurrahman Wahid), yaitu dalam bidang ilmu bahasa Arab dan kitab Qatr al-Nada.[5]
Pada pertengahan tahun 1976 Ali Mustafa Yaqub mendapatkan beasiswa penuh dari pemerintah Arab Saudi. Ia melanjutkan pendidikannya di Fakultas Syari’ah Universitas Islam Imam Muhammad bin Saud, Riyadh, Saudi Arabia sampai tamat dengan ijasah Licence (Lc), pada tahun 1980. Masih di kota yang sama, ia melanjutkan studi lagi di Universitas King Sa’ud departemen studi Islam jurusan Tafsir Hadis sampai tamat dengan ijasah master pada tahun 1985. Dalam menjalani bidang tafsir hadis inilah beliau bertemu dengan guru besar hadis universitas King Saud yang bernama Muhammad Mustafa al-A’zami. Dipilihnya fakultas Syari’ah (S1) dan departemen Tafsir Hadis (S2) oleh Ali Mustafa Yaqub bukanlah sebuah kebetulan, tetapi karena dalam pandangannya kedua ilmu ini (Syari’ah dan Hadis) sangat diperlukan masyarakat.[6]
Ali Mustafa Yaqub tidak bisa langsung melanjutkan pada program doktor, karena ketika itu di Universitas Islam Imam Muhammad bin Saud, Riyadh, belum di buka program doktor, kemudian beliau memutuskan untuk pulang ke Indonesia.
Pada tahun 2006 Ali Mustafa Yaqub melanjutnya studi doktoralnya di Universitas Nizami Hyderabad India di bawah bimbingan M. Hasan Hitou, guru besar fikih Islam dan Usul Fiqh Universitas Kuwait dan direktur lembaga studi Islam International di Fraktur Jerman. Pada pertengahan 2007 Ali Mustafa Yaqub mampu menyelesaikan program doktornya pada konsentrasi Hukum Islam Universitas tersebut.[7]
Setelah pulang ke Indonesia beliau aktif mengajar. Di antara tempat mengajarnya yaitu di Institute Ilmu al-Qur`an Jakarta, Istitute Studi Ilmu-Ilmu al-Qur`an (ISIQ/PTIQ), Pengajian Tinggi Islam Masjid Istiqlal, IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan lain sebagainya.[8]
Ali Mustafa Yaqub adalah seorang ulama yang produktif, di samping kegiatanya yang padat, beliau masih meluangkan waktunya untuk menulis banyak buku, diantara karya-karya beliau adalah:
1.      Kritik Hadis
2.      Sejarah dan Metode Dakwah Nabi
3.      Fatwa-Fatwa Kontemporer
4.      Hadis-hadis bermasalah
5.      Hadis-Hadis palsu seputar Ramadhan
Ali Mustafa Yaqub memiliki karya buku yang tidak sedikit jumlahnya, ada sekitar 37 karya buku. Dari banyaknya buku-buku tersebut yang paling banyak adalah tentang hadis, karena memang Ali Mustafa Yaqub merupakan ulama ahli hadis, sehingga kebanyakan karya-karya yang dihasilkannya meliputi tentang hadis.
III. Pemikiran Ali Mustafa Yakub Terhadap Hadis
A.    Hadis-Hadis Palsu
Mengenai munculnya hadis-hadis palsu Ali Mustafa Yaqub menjelaskan, hadis palsu baru muncul pada dekade ke empat Hijriyah sekitar 40 an Hijriyah setelah terbunuhnya Khalifah Ustman bin Affan. Ustman terbunuh pada 35 H. dan dimakamkan pada 36 H. Jadi, pada akhir 35 H ia wafat dan dimakamkan di hari berikutnya, awal tahun 36 H. sejak itulah timbul klompok-klompok politik.[9]
Seiring berkembangnya waktu, pemalsuan hadis juga muncul di kalangan tasawuf atau sufi. Bahkan, kata Ali Mustafa Yaqub, pemalsuan ini begitu dominan. Menurutnya ada beberapa alasan yang mendorong klompok tasawuf pada zaman ini membuat hadis palsu, di antaranya adalah:[10]
1.      Dari sisi tujuan. Mereka menganggap, ketika umat sudah rusak ahlaknya, perlu ada dorongan untuk beramal salih. Untuk merangsang beramal salih, mereka membuat hadis-hadis palsu.
2.      Dari segi metode. Metode penetapan hadis orang sufi tidak sama seperti ahli hadis secara umum. Mereka tidak terkait dengan persyaratan hadis. Mereka menggunakan dua metode:
a.       Metode al-Kasyf, suatu pengetahuan yang diperoleh tanpa pembelajaran, seperti ilham. Dengan menggunakan metode ini, sebuah hadis bisa dianggap sahih, meskipun para ahli hadis menyatakan tidak sahih.
b.      Mereka menganggap nabi masih sering datang ke dunia, sehingga banyak menemui orang-orang tertentu. Akhirnya, banyak hadis muncul setelah nabi wafat.

B.     Kritik Hadis
Kritik hadis dalam ilmu hadis disebut dengan naqd al-Hadis merupakan inti dari kajian-kajian dalam ilmu hadis. Sebab dengan kritik hadis dapat diketahui mana hadis yang shahih dan mana hadis yang tidak shahih. Selanjutnya, hadis yang shahih dijadikan hujjah, sedangkan hadis yang tidak shahih tidak dijadikan hujjah.
Menurut Ali Mustafa Yaqub kritik hadis mencakup dua aspek, yaitu kritik terhadap matan dan kritik terhadap sanad hadis. Dalam sejarahnya, kritik matan hadis lahir lebih awal dari pada kritik sanad hadis. Kritik matan sudah ada pada zaman nabi Muhammad, sementara kritik sanad baru muncul sesudah terjadinya fitnah di kalangan umat Islam, yaitu perpecahan di kalangan mereka menyusul terbunuhnya khalifah Usman bin Affan pada tahun 35 H.[11] Sejak itulah setiap orang yang menyampaikan hadis selalu ditanya dari siapa ia memperoleh hadis itu. Apabila hadis itu diterima dari Ahl al-Sunnah, maka ia diterima sebagai hujjah dalam agama Islam. Namun, apabila hadis itu diterima dari Ahl al-Bid’ah,  maka ia ditolak sebagai hujjah.[12]
Karena jumlah rawi-rawi hadis semakin hari semakin banyak, sementara matan yang diriwayatkan tidak bertambah, maka dalam perkembangan selanjutnya, porsi untuk melakukan kritik sanad yang merupakan silsilah keguguran rawi-rawi itu semakin banyak jumlahnya. Sedangkan penelitian terhadap matan tidak mengalami perkembangan seperti itu. Inilah yang membuat seolah-olah para ulama kritikus hadis hanya mencurahkan perhatianya pada kritik sanad saja, dan tidak melakukan kritik matan. Faktor inilah yang membuat sementara kaum orientalis dan murid-muridnya menuduh bahwa bahwa para ulama ahli hadis hanya melakukan kritik sanad, dan tidak melakukan kritik matan, sehingga hadis yang semula dinyatakan shahih, setelah dilakukan penelitian terhadap matanya dikemudian hari, ternyata ia tidak shahih.[13]
Di jaman modern ini, Ali Mustafa Yaqub pernah menyebut nama-nama sebagai pihak-pihak yang berpandangan kritis terhadap hadis nabi diantaranya yaitu Muhammad Abduh (w. 1905), Rasyid Ridha (w. 1935), Ahmad Amin, Ismail Adham, dan Abu Rayyah. [14]
Ada banyak hadis yang dikaji atau diteliti oleh Ali Mustafa Yaqub. Salah satu contoh yang di kritik oleh beliau adalah seperti contoh di bawah ini:
من حج البيت ولم يزرنى[15]
Orang yang beribadah haji di Baitullah, dan ia tidak menziarahi aku, maka sesungguhnya ia telah memusuhi aku.
Sumber kelemahan atau kepalsuan hadis ini adalah dua hal, yaitu sanad dan matan. Dari segi sanad, dalam hadis ini terdapat rawi yang bernama Muhammad bin Muhammad, dan kakeknya al-Nu’man bin Syibl. Dua orang rawi cucu berkakek ini sangat lemah periwayatan hadisnya. Muhammad bin Muhammad dalam beberapa sumber terdapat salah cetak sehingga tertulis Muhammad bin Mahmud adalah matruk (dituduh berbuat dusta ketika meriwayatkan hadis karena perilaku sehari-harinya dusta). Sementara kakeknya, al-Nu’man bin Syibl, dimana Muhammad bin Muhammad meriwayatkan hadis daripadanya juga dijuluki sebagai pembohong. Karenanya, kedua perowi ini gugur periwayatan hadisnya, dan hadis-hadis yang mereka riwayatkan dinilai sebagai hadis palsu.[16]
Dari segi matan, hadis ini juga tidak sahih (palsu). Sebab menyetrui nabi adalah perbuatan yang membawa konsekuensi dosa besar atau dapat disebut kafir. Hal ini berarti orang yang beribadah haji wajib berziarah ke makam nabi itu hukumnya wajib sebagaimana ibadah haji. Tampaknya tidak pernah ada seorang ulama yang berfatwa demikian. Bahkan orang awampun tidak mengatakan seperti itu.[17]


IV. Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan sebagai berikut:
Ali Mustafa Yaqub merupakan seorang imam besar di masjid Istiqlal. Beliau lahir di desa Kemiri, kecamatan Subah, Kabupaten Batang Jawa Tengah, pada tanggal 2 Maret 1952. Ayahnya nernama Yaqub dan ibunya bernama Zulaikha. Beliau adalah ulama ahli hadis dari Indonesia. Di antara guru-gurunya adalah KH. Idris Kamali, KH. Adhlan Ali, KH. Shobiri, KH. Syamsuri Badawi dan lain-lain.
Ali Mustafa Yaqub menjelaskan, hadis palsu baru muncul pada dekade ke empat Hijriyah sekitar 40 an Hijriyah setelah terbunuhnya Khalifah Ustman bin Affan. Ustman terbunuh pada 35 H. dan dimakamkan pada 36 H. Jadi, pada akhir 35 H ia wafat dan dimakamkan di hari berikutnya, awal tahun 36 H. sejak itulah timbul klompok-klompok politik
Menurut Ali Mustafa Yaqub kritik hadis mencakup dua aspek, yaitu kritik terhadap matan dan kritik terhadap sanad hadis. Dalam sejarahnya, kritik matan hadis lahir lebih awal dari pada kritik sanad hadis. Kritik matan sudah ada pada zaman nabi Muhammad, sementara kritik sanad baru muncul sesudah terjadinya fitnah di kalangan umat Islam, yaitu perpecahan di kalangan mereka menyusul terbunuhnya khalifah Usman bin Affan pada tahun 35 H. 
 
DAFTAR PUSTAKA
Abbas, Hasjim. Kritik Matan Hadis Versi Muhaddisin dan Fuqaha. Yogyakarta: Teras. 2004.
Cholidah, Ni’ma Diana.Kontribusi Ali Mustafa Yaqub Terhadap Perkembangan Kajian Hadis Kontemporer Di Indonesia. Skripsi, di  UIN Syarif Hidayatyllah Jakarta. 2011.
Faury, AlauddĪn Aly Ibn Hisām al-DĪn al-Muttaqy al-Hindy al-Burhan. Kanzu al
Amāl Fi Sunnani al-Aqwāl wa al-Af’āl. tp.: Mu’asasah al-Risālah, 1981.
Ruslan, Heri Ruslan. Hadis-Hadis Palsu. ttp: Republika, 2011.
Yaqub, Ali Mustafa. Hadis-Hadis Palsu Seputar Ramadhan. Jakarta: Pustaka Firdaus. 2003.
Yaqub, Ali Mustafa. Sejarah Dan Metode Dakwah Nabi. Jakarta: Pustaka Firdaus. 1997.
Yaqub, Ali Mustafa. Kritik Hadis. Jakarta: Pustaka Firdaus. 1995.
Yaqub, Ali Mustafa. Hadis-Hadis Bermasalah. Jakarta: Pustaka Firdaus. 2012.


[1] Ali Mustafa Yaqub, Hadis-Hadis Palsu Seputar Ramadhan, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2003), 143.
[2] Ibid.,
[3] Ni’ma Diana Cholidah, “Kontribusi Ali Mustafa Yaqub Terhadap Perkembangan Kajian Hadis Kontemporer Di Indonesia”, (Skripsi, di  UIN Syarif Hidayatyllah Jakarta, 2011), 11-12.
[4] Ali Mustafa Yaqub, Sejarah dan Metode Dakwah Nabi, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1997), 240.
[5] Ni’ma Diana Cholidah, “Kontribusi Ali Mustafa Yaqub Terhadap Perkembangan Kajian Hadis Kontemporer Di Indonesia 12-13.
[6] Ni’ma Diana Cholidah, “Kontribusi Ali Mustafa Yaqub Terhadap Perkembangan Kajian Hadis Kontemporer Di Indonesia 12-13.
[7] Ibid.,  14.
[8] Ali Mustafa Yaqub, Sejarah Dan Metode Dakwah Nabi, 240.
[9]  Heri Ruslan, Hadis-Hadis Palsu, (ttp: Republika, 2011), 4.
[10] Ibid., 5.
[11] Hasjim Abbas, Kritik Matan Hadis Versi Muhaddisin dan Fuqaha, (Yogyakarta: Teras, 2004), vi-vii.
[12] Heri Ruslan, Hadis-Hadis Palsu, (tp: Republika, 2011), 4.
[13] Hasjim Abbas, Kritik Matan Hadis Versi Muhaddisin dan Fuqaha, vi-vii.
[14]  Ali Mustafa Yaqub, Kritik Hadis, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1995), 46-52.
[15] ‘AlauddĪn Aly Ibn Hisām al-DĪn al-Muttaqy al-Hindy al-Burhan Faury, Kanzu al-Amāl Fi Sunnani al-Aqwāl wa al-Af’āl, (tp.: Mu’asasah al-Risālah, 1981), 5: 135.
[16]  Ali Mustafa Yaqub, Hadis-Hadis Bermasalah, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2012), 52
[17] Ibid

Tidak ada komentar:

Posting Komentar