Rabu, 20 April 2016

Hermeneutika Al-Qur`an: Studi Metode Fazlur Rahman Dalam Menafsirkan Al-Qur`an



HERMENEUTIKA AL-QUR`AN: STUDI METODE FAZLUR RAHMAN DALAM MENAFSIRKAN AL-QUR`AN

Makalah
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Hermeneutika Dalam Kajian Al-Qur`an


Dosen Pengampu:
M. Aly Haidar, M.S.I






Oleh:
Muhammad Musta’id
NIM: 2013.01.01.151
Khoirudin Azis
NIM: 2013.01.01.184








PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR`AN DAN TAFSIR
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) AL ANWAR
 SARANG REMBANG
2016



HERMENEUTIKA AL-QUR`AN: STUDI METODE FAZLUR RAHMAN DALAM MENAFSIRKAN AL-QUR`AN
Oleh: Muhammad Musta’id dan Khoirudin Azis

Foto Dewan Kehormatan Ambalan Gajah Mada dan Nyi Ageng Serang Smk N 2 Blora

I. Pendahuluan
Al-Qur’an merupakan bukti kebenaran nabi Muhammad sekaligus petunjuk untuk manusia sampai kapan dimanapun, memiliki perbagai macam keistimewaan. Keistimewaan-keistimewaan tersebut antara lain susunan bahasanya yang unik dan memesonakan, sifat agung yang tidak seorangpun mampu mendatangkan hal yang serupa, bentuk undang-undang yang komprehensif melebihi undang-undang buatan manusia, memuat pengetahuan yang tidak bertentangan dengan pengetahuan umum yang dipastikan kebenarannya, memenuhi segala kebutuhan manusia, mengandung makna-makna yang dapat dipahami oleh siapa pun yang memahami bahasanya walaupun tingkat pemahaman mereka berbeda, sesuai dengan kecenderungan, interest, dan motivasi mufassir, sesuai denga missi yang diemban, kedalaman dalam ragam ilmu yang dikuasai, serta kemampuan dan kondisi soio kultural yang membangun karakter dan kondisi sosio kultural masyarakat yang dihadapi.
Pada dasarnya untuk mengatasi suatu problem, umat Islam memerlukan pemahaman terhadapa Alquran dan Sunah nabi yang menjadi sumber hukum dan pedoman hidupnya. Berkaitan dengan hal ini, untuk memahami al-Quran dan Sunah, Fazlur Rahman menawarkan sebuah teori yang dikenal dengan istilah teori gerak ganda (double movement theory). Teori ini merupakan suatu proses penafsiran yang ditempuh melalui dua gerakan (langkah) dari situasi sekarang ke masa al-Qur`an diturunkan dan kembali pada masa sekarang.
Oleh karena itu, di dalam makalah ini akan mencoba membahas tentang Hermeneutika Fazlur Rahman, yang mencakup: Biografi Fazlur Rahman, Double Movement Theory, Kelemahan Double Movement Theory,  pengaruh Fazlur Rahman Terhadap Pembaharuan Hukum Islam,
II. Pemikiran Hermeneutika Fazlur Rahman
A.    Biografi Fazlur Rahman
Fazlur Rahman merupakan intelektual kontomporer yang dilahirkan pada tanggal 21 September 1919, di daerah Hazara (Barat Laut Pakistan). Ayahnya, Maulana Syahab al-Din, seorang ulama terkenal lulusan madrasah Deoband. Meskipun berpendidikan agama sistem tradisional, Syahab sangat menghargai sistem pendidikan modern.[1]
Tidak seperti kebanyakan ulama di zamannya yang menentang dan menganggap pendidikan moderen dapat meracuni keimanan dan moral, Maulana Syahab meyakini bahwa Islam harus menghadapi realitas kehidupan moderen, tidak saja sebagai sebuah tantangan tetapi juga merupakan kesempatan. Keyakinan inilah yang kelak dipraktekkan ayahnya pada diri Fazlur Rahman dan bahkan terus bertahan dalam menanamkan nilai-nilai kebenaran, kasih sayang dan kejujuran, terutama nilai cinta yang ditampakkan pada Fazlur Rahman sewaktu kecil.[2]
Pendidikan dasar yang dilalui Fazlur Rahman pada usia sekolah adalah dalam bidang wacana Islam tradisional di bawah bimbingan ayahnya. Wacana pendidikan Islam tradisional biasanya diawali dengan menghafal teks al-Qur`an, disamping mempelajari Bahasa Arab, bahasa Persia, Ilmu retorika, sastra, logika, filsafat, kalam, fiqih, hadis dan tafsir. Tentu saja harus diakui, wacana-wacana ini prosentasi dan muatannya relatif berbeda pada masing-masing madrasah.
Ketika Fazlur Rahman berusia 14 tahun (1933 M), keluarganya hijrah ke Lahore, kota dimana Fazlur Rahman menerima pendidikan modern, disamping tetap menimba pengetahuan Islam tradisional dibawah asuhan ayahnya. Pada tahun 1940 M, ia menyelesaikan Sarjana Muda (B.A.) dalam jurusan Bahasa Arab di Universitas Punjab. Dua tahun kemudian ia memperoleh gelar Master of Arts (M.A.) dalam jurusan dan universitas yang sama. Pada tahun 1946 M, ia melanjutkan studi pada progran doctor (Ph.D Program) di Universitas Oxford, Inggris. Pada program ini Fazlur Rahman mengkonsentrasikan kajiannya dalam jurusan Filsafat Islam. Ia merampungkan studi Doktornya dalam waktu 3 tahun (1946-1949) dengan disertasi yang ditulisnya berjudul Avicenna’s Psychology.[3]
Setamat dari Oxford University, Rahman tidak langsung pulang ke Pakistan. Selama beberapa tahun, ia memilih mengajar di Eropa. Ia menjadi dosen bahasa Persia dan filsafat Islam di Durha University Inggris pada 1950-1958. Selanjutnya, atas berbagi pertimbangan, ia pindah ke McGill University Kanada untuk menjadi associate professor pada bidang Islamic Studies. Namun, tiga tahun kemudian, semangat patriotik kenegaraannya mengalahkan segalanya.[4]
Situasi ketika ia dilahirkan memberi pengaruh bagi perkembangan pemikirannya dikemudia hari. Perdebatan publik di natara berbagai golongan Muslim yang terjadi sebelum kelahirannya mewarnai kehidupan sosial negerinya. Perdebatan ini mulai menanjak ketika Pakistan dinyatakan berpisah dari India.  Pakistan berdaulat sebagai sebuah negara merdeka pada 14 Agustus 1947. Akibatnya, gologan-golongan yang berseteru semakin mendapatkan angin segar untuk mewujudkan ide-ide mereka. Ide-ide untuk memberi identitas “Islam” bagi negara barunya.
Paling tidak, ada tiga kubu yang berseteru: kaum modernis, kaum tradisionalis, dan kaum fundamentalis.[5] Diantara ide dan gagasan yang diperdebatkan oleh ketiga kelompok yang berseteru berkisar masalah bagaimana membentuk negara Pakistan pasca merdeka dari India.[6] Kaum modernis merumuskan konsep kenegaraan Islam dalam bingkai term-term ideologi modern. Kaum tradisionalis menawarkan konsep kenegaraan yang berdasarkan atas teori-teori politik tradisional Islam: khalifah dan imamah. Sedangkan kaum fundamentalis mengusulkan konsep kenegaraan “kerajaan Tuhan”. Perdebatan ini terus berlanjut hingga melahirkan berbagai konstitusi dengan amandemennya.
Di tengah perdebatan inilah, Rahman kelak tampil dan mengemukakan gagasannya. Latar belakang ini, dengan demikian, menjadi pemicu baginya untuk mendalami seluk beluk keilmuan islam dan menguasai berbagai arus metodologi pemikiran.[7]
B.     Double Movement Theory
Double movement theory atau dalam bahasa Indonesia disebut teori gerak ganda adalah teori yang digunakan oleh Rahman dalam memahami al-Qur`an dan hadis Nabi. Dalam pandangan Rahman al-Qur`an adalah firman Allah yang pada dasarnya adalah satu kitab mengenai prinsip-prinsip dan nasehat-nasehat keagamaan dan moral bagi manusia, dan bukan sebuah dokumen hukum, meskipun ia mengandung sejumlah hukum-hukum dasar seperti salat, puasa dan haji. Menurutnya, dari awal hingga akhir, al-Qur`an selalu memberikan penekanan pada semua aspek moral yang diperlukan bagi tindakan kreatif manusia. Oleh karenanya, kepentingan sentral al-Qur`an adalah manusia dan perbaikannya.
Hal yang senada juga diungkapkan Rahman mengenai sunnah Nabi Ṣalla Allāh Alayhi wa Sallam. Ia beranggapan bahwa sunnah Nabi Ṣalla Allāh Alayhi wa Sallam merupakan substansi perbaikan manusia. Dan oleh karena itu, menghidupkan al-sunnah merupakan suatu keharusan dalam melakukan pembaharuan. Dengan demikian bisa disimpulkan bahwa sejumlah aturan-aturan hukum di dalam al-Qur`an dan al-Sunnah tidaklah bersifat final melainkan berlaku untuk selamanya, senantiasa berubah dengan landasan utamanya yaitu kesesuaiaannya dengan alam realitas yang selalu berubah pula, baik waktu atau tempatnya.[8]
Dari latar belakang pemikirannya itu, Rahman menggunakan teori gerak ganda atau teori double movement yang ia prakarsai dalam memberi pandangan terhadap al-Qur`an, khususnya terhadap ayat-ayat hukum.Teori ini merupakan suatu proses penafsiran yang ditempuh melalui dua gerakan (langkah) dari situasi sekarang ke masa al-Qur`an diturunkan dan situasi dimasa turunnya al-Qur`an kembali pada masa sekarang.[9]
1.      Situasi sekarang menuju ke masa turunnya al-Qur`an
Maksud gerak pertama pada teori Fazlur Rahman ini adalah menghendaki adanya pemahaman makna al-Qur`an dalam konteks kesejarahannya baik secara spesifik di mana kejadian itu berlangsung (mikro) maupun secara global bagaimana kondisi sekitar kejadian itu pada umumnya (makro). Hasil pemahaman ini akan dapat membangun makna asli (original meaning) yang dikandung oleh wahyu ditengah-tengah konteks sosial, moral era kenabian, sekaligus juga dapat diperoleh gambaran situasi dunia yang lebih luas pada umumnya saat ini. Penelitian dan pemahaman pokok-pokok semacam itu akan menghasilkan rumusan narasi atau ajaran al-Qur`an yang koheren tentang prinsip-prinsip umum dan sistematik serta nilai yang melandasi berbagai perintah-perintah yang bersifat normatif. Di sinilah, peran penting konsep sebab turunnya ayat (asbāb an-nuzūl).[10]
Menurut hemat penulis secara sederhana, dalam gerak yang pertama ini seseorang akan memperoleh dua hal, yakni ideal moral dari suatu hukum dan legal formal atau bentuk dari suatu hukum tersebut.
2.      Situasi dari masa turunnya al-Qur`an kembali ke masa sekarang
Adapun yang dimaksud dengan gerak kedua ini adalah upaya untuk menerapkan prinsip dan nilai-nilai sistematik dan umum dalam konteks penafsiran pada era kontemporer sekarang. Untuk mempraktikan gerak kedua ini tentunya mensyaratkan sebuah pemahaman (analisis) yang kompleks terhadap suatu permasalahan.[11]
Konstruksi pemikiran Rahman tentang hermeneutika al-Qur`an dengan teori gerak gandanya adalah merupakan respon terhadap penafsiran dan pemahaman al-Qur`an yang bersifat “anomistis” serta pemahaman dan pendekatan sepotong-sepotong terhadap al-Qur`an yang biasa digunakan oleh para mufasir abad pertengahan, bahkan juga oleh para mufasir tradisional era kontemporer sekarang. Puncak dari penafsiran dan pemahaman al-Qur`an yang bersifat anomistis ini adalah ketika munculnya ideologi penerapan hukum yang kering, yakni pada era di mana fungsi hukum tidak dapat memelihara, melindungi dan mengayomi budaya hukum yang selalu bergerak dinamis dan energetik.[12] Pada wilayah kerja yang sesungguhnya bersifat dialektis antara hukum dan etik, para penafsir hukum, ulama, dai, para tokoh dan organisasi sosial keagamaan hanya meletakkan tekanan pada ayat-ayat al-Qur`an yang terisolasi antar satu dan yang lainnya dan hanya mampu mengemukakan contoh-contoh yang sangat khusus. Sangat sedikit perhatian pada prinsip-prinsip umum (general principle) yang berada di bawah berbagai ayat-ayat atau tema-tema yang khusus.[13]
C.    Kelemahan Double Movement Theory
Jamal Abdul Aziz dalam jurnalnya mengatakan bahwa teori gerak ganda ini memiliki beberapa kelemahan. Di antara kelemahan teori gerak ganda yang sering disoroti sebagian pengamat adalah teori ini hanya dapat diterapkan pada kasus-kasus yang bisa ditemukan teksnya dalam al-Qur`an dan sunah yang diketahui latar belakang sosio-historisnya. Sedangkan pada kasus-kasus yang hanya bisa ditemukan teksnya sementara latar belakangnya tidak diketahui atau bahkan sama sekali tidak ditemukan teksnya, teori ini tidak dapat diterapkan dan Rahmanpun tidak memberikan penjelasan. Dengan ketidakjelasan ini dapat disimpulkan bahwa teori ini hanya berkepentingan untuk memberikan metode yang terbatas pada pemahaman terhadap teks wahyu daripada sebuah metode penggalian hukum itu sendiri.
Penilaian ini diperkuat oleh fakta bahwa Rahman sendiri menamakan usaha memahami al-Qur`an dengan cara menerapkan teori gerak ganda sebagai bentuk qiyas yang sesungguhnya. Sebagaimana diketahui qiyas hanya mungkin dilakukan manakala kasus hukum yang baru memiliki padanannya dalam teks wahyu. Jadi tidaklah mengherankan bila teorinya ini tidak bisa diterapkan pada kasus-kasus yang tidak diketahui latar belakang sosio-historisnya teks dalam al-Qur`an dan sunah.[14]
Selain bahwa dalam kenyataannya teori ini hanya dapat diterapkan pada kasus-kasus yang bisa ditemukan teksnya dalam al-Qur`an dan sunah yang diketahui latar belakang sosio-historisnya, teori ini juga sangat sulit untuk diterima oleh masyarakat Islam pada umumnya yang telah mendapat doktrin klasik “Apa yang ada di al-Qur`an harus dilakukan sesuai bunyi teks al-Qur`an tersebut dan tidak boleh dirubah-rubah”.
Berbeda dengan teori gerak ganda, metode pemahaman, khususnya metode istinbat hukum, terhadap teks-teks wahyu yang selama ini dipraktekkan para ulama dan yang kemudian diajarkan secara luas dalam bentuk ilmu usul fikih jauh lebih mudah dimengerti dan diterapkan. Seorang penafsir al-Qur`an misalnya, tidak perlu repot-repot mencari dan memahami konteks sosio-historis munculnya hukuman potong tangan bagi pencuri karena sudah begitu jelas disebutkan dalam teks. Mereka hanya perlu memastikan pengertian yang dikandung dalam lafaz nas tersebut dari aspek 'ām-khās,  haqiqah-majaz dan sebagainya.[15]
D.    Pengaruh Pemikiran Fazlur Rahman Terhadap Pembaharuan Hukum Islam
Terlepas dari pendapat Jamal Abdul Aziz dalam jurnalnya yang mengatakan bahwa salah satu pemikiran Rahman yakni teori Gerak Ganda mempunyai kelemahan, namun secara nyata pemikirannya telah melanda hampir seluruh dunia melalui karya tulisnya yang telah diterjemahkan kedalam berbagai bahasa. Hal ini menunjukan bahwa pemikiran Rahman dapat diterima kaum Muslim dari berbagai konteks sosio kultural terlebih lagi oleh mereka yang sibuk mempelajari.[16]
Kehadiran Fazlur Rahman dalam peta pemikiran hukum Islam seolah-olah merupakan jawaban metodologi dan pembaharuan hukum Islam yang selama ini menjadi perdebatan di antara para ahli hukum Islam. Di Indonesia sendiri ada beberapa tokoh yang ikut menaruh perhatian yang sangat serius terhadap pembaharu hukum Islam seperti Hazairin dan Hasbi ash-Shiddieqy. Jika melihat usaha yang dilakukan oleh tokoh-tokoh Indonesia terhadap pembahauan hukum Islam yang ada di Indonesia ternyata menunjukan adanya kecenderungan kepada corak New-Modernisme yang selalu dikemukakan oleh Fazlur Rahman. Ini dapat direpresantikan dalam peraturan perundang-undangan yang menjadi produk legislasi di Indonesia. Ciri-cirinya adalah; pertama, mempertimbangkan seluruh tradisi Islam, baik yang bersifat tradisional maupun yang bersifat modern; kedua, pembedaan antara Islam normatif dan historis; ketiga, digunakannya metode ilmiyah dalam upaya reformasi hukum Islam, berdasarkan khazanah intelektualisme Islam klasik dan akar-akar spiritualisme Islam; keempat, Penafsiran al-Qur`an dan sunah secara historis, sosiologis dan kronologis; kelima, ada antara pembedaan ideal moral dan legal spesipik, dengan mengedepankan ide moral; keenam, upaya mensistematis metode penafsiran modernisme klasik; dan ketujuh memasukan masalah kekinian kedalam pertimbangan reinterpretasi al-Qur`an.[17]
III. Kesimpulan
Fazlur Rahman adalah tokoh pemikir dari Pakistan yang mempunyai kepiyawaian berfikir dan intelektualnya. Melihat para mufassir klasik yang masih menginterpretasikan al-Qur`an yang sebagian besar masih terkungkung dengan penginterpretasian yang menurutnya sudah tidak relevan di era sekarang ini, karena banyak konsep-konsep islam yang sulit di aplikasikan atau banyak masalah jika diformulasikan untuk menjawab problem-problem yang terjadi dewasa ini.
 Fazlur Rahman mengusungkan metode hermeneutiknya yaitu double movement, Gerakan Ganda. Karena menurutnya metode ini dapat menjawab problem-problem masyarakat yang sedang terjadi.
Metode double movement, adalah model penafsiran al-Qur`an yang menggunakan langkah pemahaman al-Qur`an dari situasi sekarang ini menuju ke situasi dimana al-Qur`an diturunkan, kemudian kembali ke masa sekarang guna mengaplikasiakan dan formulasikan dengan apa yang terjadi di situasi yang sedang terjadi. Dengan digunakannya metode yang di usung oleh Fazlur Rahman ini, diharapkan agar manusia dapat menggunakan al-Qur`an sebagaiman mestinya.






















DAFTAR PUSTAKA
Rahman, Fazlur. Metode dan Alternatif Neomodernisme Isla. terj. Ahsian Muhammad. Bandung: Pustaka. 1993.
Rodiah, Dkk. Studi Al-Qur’an Metode dan Konsep. Yogyakarta: eLSAQ press. 2010.
Sibawaihi. Hermeneutika Al-quran Fazlur Rahman. Bandung: Jalasutra, 2007.
Syamsudin, Sahiron, Abdul Mustaqim. Studi Al-Qur’an Kontemporer. Yogyakarta: tp. 2002.
Aziz, Amal Abdul “Teori Gerak Ganda (Metode Baru Istinbat Hukum Ala Fazlur Rahman)”.  Jurnal  Hermeneutika, t.tp., 2007.
Syaukani, Imam. Rekontruksi Epistemologi Hukum Islam Indonesia. (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2006.
Manan, Abdul. Reformasi hukum Islam di Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persda, 2006.



[1] Fazlur Rahman, Metode dan Alternatif Neomodernisme Islam, terj. Ahsian Muhammad, (Bandung: Pustaka, 1993), 13.
[2] Rodiah, Dkk, Studi Al-Qur’an Metode dan Konsep, (Yogyakarta: eLSAQ press, 2010), 5.
[3] Rodiah, Dkk, Studi Al-Qur’an Metode dan Konsep, 3.
[4] Sibawaihi, Hermeneutika Al-quran Fazlur Rahman, (Bandung: Jalasutra, 2007), 4-5.
[5] Rodiah, Dkk, Studi Al-Qur’an Metode dan Konsep
[6] Sibawaihi, Hermeneutika Al-quran Fazlur Rahman, 18.
[7] Rodiah, Dkk, Studi Al-Qur’an Metode dan Konsep, 3.
[8] Abdul Mustaqim dan Sahiron Syamsudin, Studi Al-Qur’an Kontemporer, (Yogyakarta: tp, 2002), 45.
[9] Amal Abdul Aziz, “Teori Gerak Ganda (Metode Baru Istinbat Hukum Ala Fazlur Rahman), ( Jurnal  Hermeneutika, t.tp., 2007),  2.
[10] Imam Syaukani, Rekontruksi Epistemologi Hukum Islam Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), 136.
[11] Ibid., 137.
[12] Imam Syaukani, Rekontruksi Epistemologi Hukum Islam Indonesia, 137-138.
[13] Ibid., 138.
[14] Amal Abdul Aziz, “Teori Gerak Ganda (Metode Baru Istinbat Hukum  Ala Fazlur Rahman), 18.
[15] Amal Abdul Aziz, “Teori Gerak Ganda (Metode Baru Istinbat Hukum  Ala Fazlur Rahman, 20.
[16] Abdul Manan, Reformasi hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persda, 2006), 236.
[17] Abdul Manan, Reformasi Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), 228-232.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar