KEPENDUDUKAN DAN HUKUM DI INDONESIA
MAKALAH
Dosen Pengampu:
Bahruddin, M. Pd
Bahruddin, M. Pd
Disusun Oleh:
1. Mustofa Afif
2. Ahmad Pauji
3. Nor Ahmad azid
4. Sarpandi
5. Khoirudin Azis
6. Munasiful Asif
7. Labib Ridwan
PROGRAM
STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM AL ANWAR
2013
I. Latar Belakang Masalah
Selama ini, masalah kependudukan boleh dikatakan
masih kurang mendapat perhatian dari masyarakat maupun tokoh-tokoh masyarakat,
Baik itu dari para politisi, tokoh agama, pakar ekonomi maupun tokoh masyarakat
lainnya. Memang
pada saat ini sebagian besar orang pada umumnya sudah tidak berkeberatan lagi
dengan program untuk mengontrol kelahiran, tetapi sayangnya masih kurang sekali
kesadaran untuk melaksanakannya. Dianggap sebagai hal yang tidak penting.
Padahal, kalau kita mau menyadari, sebenarnya masalah kependudukan ini adalah
masalah yang teramat penting. Tidak kalah pentingnya dengan berbagai macam
masalah lainnya yang seringkali kita perdebatkan dalam berbagai seminar dan
diskusi. Dan sebenarnya berkaitan erat dengan masalah ekonomi, hukum dan norma
agama. Jadi, memang tidak bisa diabaikan begitu saja.
Sebenarnya, masalah kependudukan ini sudah bisa
diatasi dengan baik bila saja sejak dulu sudah ada upaya yang sungguh-sungguh
dari pihak pemerintah maupun tokoh-tokoh masyarakat untuk mengatasi masalah
ini. Sayangnya,
hal itu dulu masih belum ada. Dulu masih banyak orang yang menentang program
KB. Kalau pun sudah ada yang menyetujui¬nya, umumnya mereka masih enggan
melaksanakannya. Pada zaman Orde Lama, dari pihak pemerintah pun tidak ada
kesadaran akan masalah ini. Pada saat itu jumlah penduduk Indonesia masih
berkisar 100 juta jiwa dan seandainya pada saat itu sudah ada upaya yang
sungguh-sungguh tentunya tidak perlu penduduk Indonesia meledak seperti
sekarang ini.
Kemudian hukum di Indonesia,
hukum merupakan suatu pedoman yang mengatur pola hidup manusia yang memiliki
peranan penting dalam mencapai tujuan ketentraman hidup bagi masyarakat. Oleh
karena itulah, hukum mengenal adanya adagium ibi societes ibi ius. Adagium ini
muncul karena hukum ada karena adanya masyarakat dan hubungan antar individu
dalam bermasyarakat. Hubungan antar individu dalam bermasyarakat merupakan
suatu hal yang hakiki sesuai kodrat manusia yang tidak dapat hidup sendiri
karena manusia adalah makhluk polis, makhluk yang bermasyarakat (zoon
politicon).
I. Permasalahan kependudukan di Indonesia
Kurangnya kepedulian program KBSelama ini,
masalah kependudukan boleh dikatakan masih kurang mendapat perhatian dari
masyarakat maupun tokoh-tokoh masyarakat. Baik itu dari para politisi, tokoh
agama, pakar ekonomi maupun tokoh masyarakat lainnya. Memang pada saat ini
sebagian besar orang pada umumnya sudah tidak berkeberatan lagi dengan program
untuk mengontrol kelahiran, tetapi sayangnya masih kurang sekali kesadaran
untuk melaksanakannya. Dianggap sebagai hal yang tidak penting. Padahal, kalau
kita mau menyadari, sebenarnya masalah kependudukan ini adalah masalah yang
teramat penting. Tidak kalah pentingnya dengan berbagai macam masalah lainnya
yang seringkali kita perdebatkan dalam berbagai seminar dan diskusi. Dan
sebenarnya berkaitan erat dengan masalah ekonomi, hukum dan norma agama. Jadi,
memang tidak bisa diabaikan begitu saja.
Sebenarnya, masalah kependudukan ini
sudah bisa diatasi dengan baik bila saja sejak dulu sudah ada upaya yang
sungguh-sungguh dari pihak pemerintah maupun tokoh-tokoh masyarakat untuk
mengatasi masalah ini. Sayangnya, hal itu dulu masih belum ada. Dulu
masih banyak orang yang menentang program KB. Kalau pun sudah ada yang
menyetujuinya, umumnya mereka masih enggan melaksanakannya. Pada zaman Orde
Lama, dari pihak pemerintah pun tidak ada kesadaran akan masalah ini. Pada saat
itu jumlah penduduk Indonesia masih berkisar 100 juta jiwa dan seandainya pada
saat itu sudah ada upaya yang sungguh-sungguh tentunya tidak perlu penduduk
Indonesia meledak seperti sekarang ini.
II. Timbulnya Pengangguran
Pengangguran yang semakin melimpah
ruah ini pun pada akhirnya menimbulkan banyak masalah juga karena orang yang
tidak bekerja bukan berarti mereka lalu tidak makan. Mereka tetap makan juga
dan banyak di antaranya yang kemudian terpaksa melakukan apa saja untuk menyambung
hidupnya. Bila sebagian di antara mereka masih bersedia untuk menyambung hidup
secara halal, maka ternyata banyak juga di antaranya yang kemudian terpaksa
harus dengan cara melanggar hukum dan norma agama sebab kebutuhan perut memang
tak dapat ditunda sehari pun. Bila kaum prianya banyak yang terjerumus
melakukan kejahatan, maka kaum wanitanya banyak yang terperosok ke dalam
prostitusi.
III. Hukum di indonesia
1. Tujuan
Pemidanaan
Sebagaimana telah terurai, pemidanaan
secara sederhana dapat diartikan dengan penghukuman. Penghukuman yang dimaksud
berkaitan dengan penjatuhan pidana dan alasan-alasan pembenar (justification)
dijatuhkannya pidana terhadap seseorang yang dengan putusan pengadilan yang
telah berkekuatan hukum tetap (incracht van gewijsde) dinyatakan secara sah dan
meyakinkan terbukti melakukan tindak pidana. Tentunya, hak penjatuhan pidana
dan alasan pembenar penjatuhan pidana serta pelaksanaannya tersebut berada
penuh di tangan negara dalam realitasnya sebagai roh.
Patut diketahui, bahwa tidaklah semua
filsuf ataupun pakar hukum pidana sepakat bahwa negaralah yang mempunyai hak
untuk melakukan pemidanaan (subjectief strafrech). Hal ini dapat terlihat jelas
pada pendapat Hezewinkel-Suringa yang mengingkari sama sekali hak mempidana ini
dengan mengutarakan keyakinan mereka bahwa si penjahat tidaklah boleh dilawan
dan bahwa musuh tidaklah boleh dibenci.[14] Pendapat ini dapat digolongkan
sebagai bentuk negativisme, dimana para ahli yang sependapat dengan Suringa
tersebut menyatakan hak menjatuhkan pidana sepenuhnya menjadi hak mutlak dari
Tuhan.
2. Pidana Mati dan Pidana Penjara di Indonesia
Pidana mati dan pidana penjara merupakan bagian dari
jenis-jenis pidana yang berlaku berdasarkan hukum pidana positif Indonesia.
Sebagaimana diketahui kedua bentuk pidana tidaklah dapat dikumulasikan.
a. Pidana Penjara
Pidana penjara merupakan jenis hukuman yang
berdasarkan pelakasanaannya mempunyai kemiripan pelaksanaan pidana kurungan.
Hal ini dapat dilihat dari pendapat Satochid Kartanegara yang menyatakan kedua
bentuk hukuman ini sama-sama dilakukan dengan cara merampas kemerdekaan
orang-orang yang melanggar undang-undang. Hanya saja, pada pidana kurungan si
narapidana mempunyai beberapa hak istimewa yang tidak dipunyai oleh narapidana
hukuman penjara dan begitu juga sebaliknya. Adapun hak yang tidak dimiliki oleh
narapidana hukuman penjara ialah hak pistole, sebaliknya narapidana pidana
kurungan tidak berhak mendapatkan pembebasan bersyarat.
Pada saat ini, pelaksanaan pidana penjara di Indonesia
dilaksanakan berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 12 tahun 1995 Tentang
Pemasyarakatan dan dan berbagai peraturan dibawahnya. Dalam hal itu,
pelaksanaan pidana penjara disesuaikan dengan fungi pokok Lembaga
Pemasyarakatan sebagai tempat narapidana dibina selama menjalani pidana yang
dijatuhkan padanya dan dalam hal ini narapidana juga dikategorikan sebagai
warga binaan Lembaga Pemasyarakata. Adapun fungsi pokok Lembaga Pemasyarakatan
yaitu membina serta mempersiapkan para narapidana supaya dapat hidup bermasyarakat
tanpa menggangu dan merugikan anggota masyarakat yang lain.
Berdasarkan pasal 12 ayat (1) KUHP, pidana penjara
dibagi menjadi dua yaitu seumur hidup dan selama waktu tertentu. Dilihat dari
sudut penjatuhan pidana dan juga sudut terpidana, pidana seumur hidup bersifat
pasti (definite sentence) karena si terpidana dikenakan jangka waktu yang pasti,
yaitu menjalani pidana sepanjang hidup di dunia ini. Selain itu, pidana seumur
hidup juga dianggap sebagai bentuk hukuman yang berlebihan bagi beberapa ahli
hukum dan masyarakat pemerhati hak asasi manusia. Bahkan ada pendapat seorang
terpidana mati (Doris Ann Foster) di salah satu Negara bagian Amerika Serikat
yang secara frontal menolak pidana penjara seumur hidup. Ia menyatakan, bahwa
ia hanya mau mati atau dibebaskan (lebih baik mati dari pada pidana seumur
hidup. I want to die or to be free, katanya.
Pada pidana penjara selama waktu tertentu ukuran
pemidanaan (strafmaat) paling pendek adalah satu hari dan paling lama lima
belas tahun berturut-turut. Pidana penjara selama waktu tertentu dapat pula
dijatuhkan dua puluh tahun berturut-turut dalam hal kejahatan yang diancam
dengan pidana mati, pidana seumur hidup dan pidana penjara selama waktu
tertentu atau apabila terdapat perbarengan (concursus), pengulangan (recidive)
ataupun ditentukan lain oleh aturan perundang-undangan di luar KUHP.
Selain pidana penjara seumur hidup, bentuk pidana
penjara selama waktu tertentu berdasarkan fungsi pemidanaan tidak lagi sekedar
penjeraan tetapi juga merupakan suatu usaha rehabilitasi dan reintegrasi sosial
warga binaan pemasyarakatan yang telah melahirakan suatu sistem pembinaan.
b. Pidana Mati
Bentuk pidana ini merupakan hukuman yang dilaksanakan
dengan merampas jiwa seseorang yang melanggar ketentuan undang-undang. Pidana
ini juga merupakan hukuman tertua dan paling kontroversial dari berbagai bentuk
pidana lainnya. Tujuan diadakan dan dilaksanakannya hukuman mati supaya
masyarakat memperhatikan bahwa pemerintah tidak menghendaki adanya gangguan
terhadap ketentaraman yang sangat ditakuti oleh umum.
Patut diketahui bahwa pelaksanaan eksekusi terhadap
terpidana mati haruslah dilaksanakan setelah putusan pengadilan yang dijatuhkan
padanya berkekuatan hukum tetap dan kepada si terpidana telah diberikan
kesempatan untuk mengajukan grasi kepada Presiden. Pelaksanaan eksekusi dapat
dilaksanakan dengan terlebih dahulu melalui fiat executie (persetujuan
Presiden).
Maka jelaslah disini bahwa pidana mati pada dasarnya
dan seharusnya dijadikan sebagai sarana penal yang terakhir dan hanya dapat
dipergunakan terhadap orang-orang yang tidak dapat dilakukan pembinaan lagi dan
dirasakan membahayakan kehidupan masyarakat luas bahkan negara sekalipun
c. Pro Kontra Pidana Mati di Indonesia
Pidana mati merupakan bentuk hukuman yang sejak
ratusan tahun lalu telah menuai pro dan kontra. Pro dan kontra tersebut tidak
hanya terjadi di Indonesia, namun terjadi hampir di seluruh Negara yang ada
pada saat ini. Setiap ahli hukum, aktivis hak asasi manusia dan lain sebagainya
selalu menyandarkan pendapat pro dan kontra pada lembaga pidana mati dengan
alasan yang logis dan rasional.
Kecendrungan para ahli yang setuju pidana mati tetap
dipertahankan eksistensinya, umumnya didasarkan pada alasan konvensional yaitu
kebutuhan pidana mati sangat dibutuhkan guna menghilangkan orang-orang yang
dianggap membahayakan kepentingan umum atau negara dan dirasa tidak dapat
diperbaiki lagi, sedangkan mereka yang kontra terhadap pidana mati lazimnya
menjadikan alasan pidana mati bertentangan dengan hak asasi manusia dan
merupakan bentuk pidana yang tidak dapat lagi diperbaiki apabila setelah
eksekusi dilakukan diemukan kesalahan atas vonis yang dijatuhkan hakim.
V. Kesimpulan
Masalah yang timbul akibat kependudukan di
Indonesia sangat berpengaruh bagi pembangunan. Namun, pemerintah dan masyarakan
mesti mengetahui dapak yang akan timbul, dikarenakan angka kelahiran yang
sangat besar.
Bukan hanya permasalahan yang akan dipengarui
oleh angka kelahiran, tapi lingkungan pun akan rusak. Dimana tingkat
penganguran akan semakin banyak, angka kemiskinan, dan kerusakan lingkungan
yang disebabkan oleh padatnya penduduk. Bangsa Indonesia belum berhasil untuk
mensejahtrakan penduduknya, karena masih banyaknya masyarakat yang tergolong
pada kreteria kurang mampu, miskin, banyak anak, lingkungan yang kurang
memadai.
Pidana mati merupakan bentuk hukuman
yang sejak ratusan tahun lalu telah menuai pro dan kontra. Pro dan kontra
tersebut tidak hanya terjadi di Indonesia, namun terjadi hampir di seluruh
Negara yang ada pada saat ini. Setiap ahli hukum, aktivis hak asasi manusia dan
lain sebagainya selalu menyandarkan pendapat pro dan kontra pada lembaga pidana
mati dengan alasan yang logis dan rasional.
Bentuk pidana ini merupakan hukuman
yang dilaksanakan dengan merampas jiwa seseorang yang melanggar ketentuan
undang-undang. Pidana ini juga merupakan hukuman tertua dan paling
kontroversial dari berbagai bentuk pidana lainnya. Tujuan diadakan dan dilaksanakannya
hukuman mati supaya masyarakat memperhatikan bahwa pemerintah tidak menghendaki
adanya gangguan terhadap ketentaraman yang sangat ditakuti oleh umum.
Sejalan dengan penurunan AKB,
AHH menunjukan kenaikan. Pada tahun1971 AHH adalah 45,7 yang kemudian naik 6,5
tahun menjadi 52,2 pada SP80 dan mengalami kenaikan 7,6 menjadi 59,8 pada SP90,
dan pda SP 2010 mangalami kenaikan menjadi 68,8. Masalah yang muncul akibat
tingkat mortalitas adalah :
1. Semakin bertambahnya Angka Harapan Hidup itu berarti perlu adanya
peranpemerintah di dalam menyediakan fasilitas penampungan.
2. Perlunya perhatian keluarga dan pemerintah didalam penyediaan gizi
yangmemadai bagi anak-anak (Balita).
3. Sebaliknya apabila tingkat mortalitas tinggi akan berdampak
terhadap reputasiBIndonesia dimata
VI. Foot not
[1] Darji Darmodiharjo dan Shidarta, Pokok-Pokok
Filsafat Hukukum, Apa dan Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia, P.T. Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta, 1995, hlm. 73.
[2] L.J. van Apeldoorn, pengantar Ilmu hukum, P.T.
Pradnya Paramita, Jakarta, 2000, hlm. 6.
[3] Darsono P, Karl Marx Ekonomi Politik dan
Aksi-Revolusi, Diadit Media, Jakarta, 2006, hlm. 21.
[4] Moeljatno, Kitab Undang Undang Hukum Pidana, Bumi
Aksara, Jakarta, 2005, hlm. 5-6.
[5] J.E. Sahetapy, Pidana Mati dalam Negara Pancasila,
P.T. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2007, hlm.5-6.
[6] P.AF. Lamintang & D. Simons, Kitab Pelajaran
Hukum Pidana (Leerboek Van Het Nederlanches Strafrecht), Pionir Jaya, Bandung,
1992, hlm. 393.
[7] Leden Marpaung, Asas-Teori-Praktik Hukum Pidana,
Sinar Grafika, Jakarta, 2005, hlm. 105.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar