MAKALAH
HUKUM-HUKUM YANG ADA
PADA SIFAT-SIFAT ALLAH
Makalah Ini Disusun
Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Ilmu
Kalam
Dosen Pengampu : Dr.
KH. Abdul Ghofur MZ, MA.
Disusun Oleh :
M.Ali Masyhur Al Hamid
JURUSAN ILMU AL QUR’AN
DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN
SEKOLAH TINGGI
AGAMA ISLAM AL ANWAR
SARANG-REMBANG
2013/2014
BAB I
PENDAHULUAN
Alhamdulillah, puji syukur penulis kepada dzat
yang memiliki sifat-sifat indah dan terpuji atas izinNya menyelesaikan makalah ilmu
kalam ini. Sholawat serta salam kami curahkan teruntuk sang pembawa akidah
Islam, nabi Muhammad S.a.w..
A.
Latar Belakang
Kita
yakini bahwa Allah memiliki dua puluh sifat-sifat sempurna yang dengan itu akan
membedakanNya dari semua makhluk yang ada. Sifat-sifat itu terbagi menjagi
empat bagian :
1.
Sifat nafsyiah dzâtiyah;
yang terdiri dari hanya satu sifat Allah yaitu wujûd.
2.
Sifat salbiyah, yang ada
pada lima sifat Allah yaitu wahdaniyah, qidâm, baqô', mukhôlafah lilhawâdist,
dan qiyâmuhû binafsih.
3.
Sifat ma'âni, yaitu qodrot,
irôdat, ilmu, hayât, sama', bashor, dan kalâm.
4.
Yang terakhir adalah qôdiron,
murîdan, 'âliman, hayyan, sâmi'an, bâshiron, mutakalliman. Sifat-sifatini
disebut dengan sifat ma'nawiyah, yang merupakan hasil dari sifat-sifat ma'âni.
Tidak hanya
berhenti pada pengetahuan kita tentang sifat-sifat Allah tersebut, namun perlu
kita ketahui pula hukum-hukum dari sifat-sifat tersebut guna lebih memahami
bagaimana keadaan atau wujud dai sifat-sifat Allah tersebut. Oleh karena itu, dalam
makalah ini penulis akan mencoba menjelaskan hukum-hukum dari sifat-sifat
Allah, dan sebagian pendapat dari golongan lain akan hal ini.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa dan bagaimana hukum-hukum
sifat-sifat Allah ?
2.
Bagaimana kita menanggapi
pendapat-pendapat yang kita anggap tidak sesuai dengan akidah yang benar ?
C.
Tujuan
1.
Mengetahui hukum-hukum dari
sifat-sifat Allah.
2.
Mengetahui cara menanggapi
pendapat-pendapat yang tidak sesuai dengan akidah yang benar.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Hukum-hukum Sifat-sifat Allah
Telah diyakini bagi
ma'mum dari imam Asy'ari, bahwa sifat-sifat wajib Allah itu ada dua puluh yang
terbagi menjadi empat bagian (nafsiyah dzâtiyah, salbiyah, ma'âni dan ma'nawiyah).
Dijelaskan bahwa dalam dua puluh sifat Allah tersebut terdapat empat hukum
yaitu:
Pertama: Bahwa sesungguhnya sifat-sifat Allah adalah
bukan dzat Allah itu sendiri, namun suatu tambahan pada dzatNya.
Kedua: Sifat-sifat
Allah berada pada dzatNya.
Ketiga: Sifat-sifat
Allah adalah qodîm (dahulu), bukan hal yang hâdist (baru).
Keempat: Nama-nama
Allah yang ditelurkan dari sifat-sifatNya adalah bersamaan denganNya dalam
keazalian dan keabadiannya.
Begitulah yang di
jelaskan imam al Ghozali dalam kitabnya al I'tishôd fil I'tiqôd.
a.
Hukum Pertama
Sesungguhnya
sifat-sifat Allah S.W.T adalah bukan dzat Allah itu sendiri, namun tambahan
pada dzatNya. Perlu diketahui bahwa hukum ini diterapkan pada sifat-sifat ma'âni
(qudrot, irôdat, ilmu, hayât, sama', bashor, dan kalâm).
Seperti kita contohkan
qudrot pada diri Fulan misalnya. Fulan mempunyai sifat qudrot/kemampuan
untuk berdiri sa'at ini. Adapun jika suatu hari Fulan tidak mampu untuk berdiri
lagi, maka yang berbaring karena tidak mampu berdiri adalah tetap Fulan yang
tadinya mempunyai sifat qudrot/mampu utuk berdiri. Begitupun Fulan yang
dulu hayât/hidup, maka tetap bernama Fulan ketika dia telah mati. Begitu
juga sifat-sifat lainnya. Itu artinya bahwa sifat qudrot/kemampuan dan
sifat hayât/hidup Fulan bukanlah Fulan itu sendiri, melainkan tambahan
yang yang ada pada diri Fulan.
Kita ketahui bahwa
golongan mu'tazilah mengingkari adanya sifat ma'âni.maka dari
itu, mereka juga pasti mengingkari hukum-hukum dari sifat ma'âni tersebut.
Seperti pendapat mereka yang mengatakan bahwa Allah yang 'âlim, qôdir, hayy,
murîd, semua itu tidak menunjukkan bahwa Allah disifati sifat 'ilmu,
qudrot, hayat, irôdat. Ada juga pendapat lainnya yang mengatakan bahwa
Allah adalah dzat yang Esa dan qodîm, dan tidak boleh menetapkan
beberapa dzat lain yang qodîm.
Sebagian dari mereka
juga berpendapat bahwa Allah menciptakan irôdat dengan tanpa tempat.
Begitu juga pendapat mereka yang mengatakan bahwa Allah menciptakan kalam bukan
pada dzat Allah, namun pada sebuah jism, yang dengan jism itulah Allah
berbicara. Seperti Allah menciptakan sebuah alat pendengar pada nabi untuk mendengarkan
suara-suara yang orang lain tidak mendengarnya, dalam keadaan tidur maupun
dalam keadaan sadar. Seperti orang tidur yang mendengar suara yang tidak
terdengar oleh orang-orang yang bangun di sekitarnya.
Imam al Ghozali
mengatakan bahwa mu'tazilah adalah madzhab yang sesat karena pendapat
mereka yang mengatakan bahwa Allah 'âliman, qôdiron, murîdan, hayyan,
namun tidak disifati dengan sifat 'ilmu, qudrot, irôdat, dan hayât.
Namun kata imam al Ghozali jika Allah 'âliman, maka harus ada 'ilmu
pada Allah, dan Allah harus disifati dengan sifat 'ilmu.
b.
Hukum Kedua
Sifat-sifat Allah yang
dua puluh itu, kesemuanya berdiri dengan dzat Allah S.W.T., maka tidak ada satu
sifat yang berdiri dengan selain dzat Allah. Pada suatu tempat atau tidak pada
tempat.
Imam Ghozali dalam
kitabnya al I'tishôd fil I'tiqôd berkata : Ketika kita berkata Allah
adalah murîd, maka yang dimaksud adalah terdapat sifat irôdat
yang berada pada dzat Allah. Dan juga ucapan kita bahwa Allah adalah mutakallim,
maka itu berarti terdapat sifat kalâm yang berada pada dzat Allah. Jika
sifat tersebut tidak berada pada dzatNya, bagaimana Allah disifati dengan sifat
itu ? Dan bagaimana kita mengatakan bahwa Allah adalah murîd, qôdir, 'âlim
dan mutakallim ? Maka jika sifat kalam tidak berada pada dzat Allah,
maka Allah bukanlah dzat yang mutakallim.
Golongan mu'tazilah
berpendapat bahwa Allah menciptakan irôdat, qudrot, atau 'ilmu
tanpa tempat, karena Allah tidak bisa menjadi tempat hal-hal baru (hawâdist).
Imam Ghozali menolak pendapat tersebut. Andai saja wujud sifat-sifat Allah
tidak pada suatu tempat, mengapa mereka mengatakan bahwa ashwât
(suara-suara) diciptakan pada suatu tempat ? Maka cobalah untuk menciptakan
sebuah shout (suara) tanpa tempat ! Maka akal menolak adanya suara yang
tak bertempat. Karena suara adalah 'ardl yang mensifati tempat tersebut.
Begitu juga sifat irôdat dan qudrot.
Adapun pendapat dari
golongan mujassimah adalah bahwa sesungguhnya irôdat dan qodrot
ada pada dzat Allah. Dan hal-hal yang baru bisa menempel pada dzat Allah. Golongan
ini juga menolak pendapat mu'tazilah. Mereka berkata bahwa mustahil bagi
sifat irôdat untuk berdiri tanpa sebuah tempat. Mustahil jika Allah
dikatakan murîd, namun tidak disifati dengan sifat irôdat.
Penciptaan irôdat juga mustahil terjadi tanpa adanya irodat.
Mereka berkata bahwa
semua kemustahilan yang mereka paparkan adalah kemustahilan yang jelas, yang
mampu dicerna dengan tanpa berfikir dalam-dalam.
c.
Hukum ketiga
Semua sifat-sifat
Allah itu adalah hal yang qodîmah (dahulu), bukan hadîstah (baru).
Adapun keqodiman sifat itu sebab qodîmnya dzat Allah.
Mu'tazilah menolak hal ini
karena menurut mereka menambah sifat-sifat pada dzat Allah itu berarti
mengklaim bahwa banyak dzat-dzat yang qodîm selain Allah, dan itu
mustahil. Penolakan tersebut terjawab oleh perkatan imam al Ghozali bahwa kemuhalan
itu terdapat pada banyaknya dzat. Adapun banyaknya sifat pada dzat yang satu
adalah bukanlah muhal, melainkan wajib. Adapun sifat-sifat ma'âni
Allah itu tidak bisa dilepas dari dzat Allah. Maka tidak akan bisa terbayangkan
berdirinya dzat Allah tanpa sifat-sifat ma'âni. Begitu pula sebaliknya,
tak akan terjadi sifat-sifat ma'ani tersebut berdiri tanpa dzat Allah
yang suci. Maka sifat-sifat Allah adalah qodimah. Jika sifat Allah
tersebut adalah haditsah, sedangkan hal-hal yang baru tidak bisa
menempel pada dzat Allah, maka hal ini adalah mustahil.
Setiap sessuatu yang hadist
adalah jawaz adanya. Adapun sesuatu yang qodim adalah wujub
adanya. Jika sifat Allah itu hadist maka hal ini bertentangan dengan
wujudnya Allah yang wujub adanya. Adapun jawaz dan wujub
itu dua hal yang yang bertentangan. Setiap dzat yang wujub adanya adalah
mustahil disifati dengan sifat-sifat yang jawaz. Maka dzat Allah dan
sifatnya adalah qodim.
d.
Hukum Keempaat
Sesungguhnya nama-nama
Allah yang merupakan hasil dari sifat-sifat ma'ani adalah azali
dan abadi bersama dzat Allah.
Maka Allah adalah hayun, qodirun, 'alimun, muridun, sami'un, bashirun
dan mutakallimun dalam keqodimanNya. Adapun dalam sifat Allah
yang bernuansa af'al (kerjaan) yang diambil dari sifat-sifatNya seperti rozzaq,
kholiq, mu'iz dan mudzil, terdapat perbedaan pendapat.
Nama-nama Allah yang diambil dari dari
sifat-sifatNya dikumpulkan pada empat
kategori :
1.
Sifat yang menunjukkan dzat Allah
S.W.T seperti maujud. Dan nama ini adalah azali dan abadi
bersama dzatNya.
2.
Sifat yang menunjukkan dzat Allah
beserta dengan tambahan dari sifat salbiyah (sifat-sifat yang
membedakan) seperti qodim, baqi, wahid, ghina. Maka nama-nama tersebut
azali dan abadi bersama dzatNya.
3.
Sifat yang menunjukkan dzat Allah
dengan sifat tambahan dari sifat-sifat ma'ani dan apapun yang
berhubungan dengan sifat ma'ani seperti amr, nahi, khobir. Maka
nama-nama ini azali dan abadi bersama dzatNya, karena sifat ma'ani
sendiri adalah qodim.
4.
Sifat yang menunjukan adanya
Allah dan disandarkan pada sebuah pekerjaan dari pekerjaan-pekerjaan Allah
seperti al jawwad, ar rozzaq, al kholiq, al mu'iz, al mudzil. Dalam
nama-nama ini terdapat khilaf.
Sebagian dari mereka
mengatakan bahwa nama-nama ini azali dan abadi. Jika nama-nama
ini tidak azali dan abadi maka pasti terdapat perubahan ketika
penetapan nama yang diambil dari sifat-sifat Allah tersebut. Dan sebagian
lainnya berpendapat bahwa nama-nama
tidak azali dan abadi bersama dzatNya. Karena ketika Allah
tidak menciptakan alam ini, bagaimana Allah dinamakan Kholiq ?
Pertanyaan dijawab
oleh imam al Ghozali. Bahwa nama Allah al kholiq adalah azali dan
abadi bersama dzatNya. Karena setiap sesuatu yang menjadi syarat atas
aktualisasi penciptaan adalah maujud (ada) pada zaman azali.
Seperti pedang
misalnya. Pedang disebut benda yang melukai, baik telah melukai ataupun belum.
Jika belum melukai maka pedang tetap dianggap benda yang melukai, dalam artian
mempunyai potensi untuk melukai. Dan jika telah melukai maka jelas disebut
benda yang melukai karena telah terjadi. Begitupun juga jika kita terapkan pada
sifat-sifat Allah al kholiq. Maka sifat tersebut adalah azali dan
abadi bersama dzatNya. Sebelum alam raya ini tercipta, Allah tetap
disifati dengan sifat kholiq, karena potensi Allah dengan sifat-sifatNya
mampu menciptakan alam ini. Begitupun nama-nama lainnya yang diambil dari
sifat-sifat Allah.
B.
Menanggapi Pendapat-pendapat Yang
Dianggap Tidak Sesuai Akidah
Telah kita ketahui
bahwa banyak dari golongan-golongan yang berbeda pendapat akan sebuah akidah.
Hal itu disebabkan mungkin karena ilmu dan pengetahuan yang berbeda-beda
kadarnya. Atau karena doktrin awal dan bukan tidak mungkin jika sebuah
perbedaan pendapat hanya didasari rasa gengsi.
Dirasa ilmu kalam
adalah ilmu yang cukup rumit untuk dipelajari. Ilmu kalam adalah ilmu yang
mempelajari tentang sang Kholiq yang Esa. Karena itulah banyak yang kata bapak
dosen kami adalah orang "bingung". Tidak sedikit orang yang sesat
dibuatnya. Maka dari itu perlu kita tahan emosi kita agar tidak terlalu cepat
menvonis seseorang atau segolongan sesat. Karena memang ilmu ini adalah ilmu
yang sangat rumit untuk ditemukan kebenarannya.
Allah menjadikan
pemikiran-pemikiran setiap orang berbeda, itu tidak mungkin tanpa sebuah
hikmah. Memang ada sebagian golongan yang terlalu menonjol kesesatannya. Namun
tidak seharusnya kita sebagai dokter langsung menvonis seseorang dengan tanpa
perhitungan. Terlebih kita menjadikan orang tersebut sebagai ajang untuk saling
menyalahkan dan mengadu keilmuan.
Telah kita ketahui
dalam al I'tishod fil I'tiqod bahwa imam al Ghozali menggambarkan
seorang ahli ilmu kalam adalah dokter yang membawa obat untuk menyembuhkan
penyakit-penyakit akidah. Di kitab tersebut juga dijelaskan bahwa menarik
seorang pasien yang sakit akidahnya dalam sebuah meja perdebatan tidak
membuatnya sembuh dari sakitnya, bahkan hal itu membuatnya semakin sulit untuk
terobati, karena hatinya yang tertutupi oleh penyakit lain (benci/marah) tidak
akan menerima obat yang kita berikan. Maka dari itu, seyogyanya kita lebih bisa
menempatkan ilmu kita dengan cara yang benar.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dalam dua puluh sifat
Allah tersebut terdapat empat hukum yaitu:
1.
Bahwa sesungguhnya sifat-sifat
Allah adalah bukan dzat Allah itu sendiri, namun suatu tambahan pada dzatNya.
2.
Sifat-sifat Allah berada pada
dzatNya.
3.
Sifat-sifat Allah adalah qodîm
(dahulu), bukan hal yang hâdist (baru).
4.
Nama-nama Allah yang ditelurkan
dari sifat-sifatNya adalah bersamaan denganNya dalam keazalian dan
keabadiannya.
Kita dalam menanggapi
perbedaan pendapat dalam suatu hal tidak seharusnya dengan mudah menyalahkan
dan menvonis seseorang atau golongan. Terlebih dalam masalah ilmu kalam yang
membicarakan hal yang tidak simple dan mudah. Namun sebaiknya kita
menempatkan ilmu yang kita miliki dengan cara yang benar dan bisa membuahkan
hasil, yaitu kesembuhan akidah pasien kita.
DAFTAR
PUSTAKA
Al
imam al Ghozali. Al'iqtishod fil I'tiqod. (dâr al quthaibah)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar