AL QUR’AN
PROPOSAL
SKRIPSI
Diajukan
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Metodologi
Studi Penelitian
Dosen
Pengampu:
M.
Ashif, M.ud
Oleh:
Khoirudin
Azis
NIM:
2013.01.01.184
PROGRAM
STUDI ILMU AL QUR’AN DAN TAFSIR
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM AL ANWAR SARANG REMBANG
2014
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu tema utama
sekaligus prinsip pokok dalam ajaran Islam adalah persamaan manusia baik antara
laki-laki dengan perempuan, antar bangsa, antar suku dan keturunan. Perbedaan
yang perlu digarisbawahi dan yang kemudian meninggalkan atau merendahkan
seseorang hanyalah nilai pengabdian dan ketakwaannya kepada Allāh
Subhānallāhuwata’āla.
Perempuan di masa jahiliyah (masa sebelum diutusnya
Rasūlullāh
Ṣalallāhu ’Alayhiwasallam) pada umumnya tertindas dan terkungkung khususnya di
lingkungan bangsa Arab, tetapi tidak menutup kemungkinan fenomena ini juga menimpa
di seluruh belahan dunia. Bentuk penindasan ini
dimulai sejak kelahiran sang
bayi, aib besar bagi sang ayah bila memiliki anak perempuan. Sebagian mereka
tega menguburnya hidup-hidup dan ada yang membiarkan hidup tetapi dalam keadaan
rendah, hina, dan menjadi pemuas bagi kaum laki-laki yang memiliki nafsu liar, bahkan perempuan dijadikan sebagai harta warisan dan bukan termasuk ahli waris. Seperti itulah kedudukan perempuan di masa jahiliyah
(masa sebelum diutusnya Rasūlullāh Ṣalallāhu ’Alayhiwasallam). Hal ini telah diceritakan
Allāh Subhānallāhuwata’āla dalam firman-Nya di dalam kitab al Qur’an surah An
Nahl ayat 58-59:
وَإِذَا بُشِّرَ أَحَدُهُمْ بِالأنْثَى ظَلَّ وَجْهُهُ مُسْوَدًّا
وَهُوَ كَظِيمٌ . يَتَوَارَى مِنَ الْقَوْمِ مِنْ سُوءِ مَا بُشِّرَ بِهِ أَيُمْسِكُهُ
عَلَى هُونٍ أَمْ يَدُسُّهُ فِي التُّرَابِ أَلا سَاءَ مَا يَحْكُمُونَ.
“Dan apabila seorang dari mereka diberi khabar
dengan kelahiran anak perempuan, merah padamlah mukanya dan dia sangat marah. Ia menyembunyikan dirinya dari orang banyak, disebabkan buruknya berita
yang disampaikan kepadanya. Apakah dia memeliharanya dengan menanggung kehinaan
ataukah akan menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup)? Ketahuilah. Alangkah
buruknya apa yang mereka tetapkan itu.” (An Nahl: 58-59).[1]
Muhammad
al Thāhir bin Asyūr mengatakan, “Mereka
mengubur anak-anak perempuan mereka, sebagian mereka langsung menguburnya
setelah hari kelahirannya, sebagian mereka menguburnya setelah ia mampu
berjalan dan berbicara, yaitu ketika anak-anak perempuan mereka sudah tidak
bisa lagi disembunyikan. Ini adalah diantara perbuatan terburuk orang-orang Jahiliyyah.
Mereka terbiasa dengan perbuatan ini dan menganggap hal ini sebagai hak seorang
ayah, maka seluruh masyarakat tidak ada yang mengingkarinya.” (al
Tahrîr wa al Tanwîr: 14/185).[2]
Dengan
datangnya agama Islam yang dibawa nabi Muhammad Ṣalallāhu’alyhiwasallam, kini
kedudukan perempuan derajatnya lebih baik jika di bandingkan dengan kedudukan
perempuan di zaman Jahiliyah (masa sebelum diutusnya Rasūlullāh
Ṣalallāhu ’Alayhiwasallam) sebelum adanya ajaran agama Islam. Islam mengajak memerangi segala bentuk keẓaliman dan menjamin
setiap hak manusia tanpa terkecuali. Allāh
Subhānallāhuwata’āla berfirman
tentang bagaimana seharusnya memperlakukan kaum wanita dalam ayat berikut:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا يَحِلُّ لَكُمْ أَنْ تَرِثُوا
النِّسَاءَ كَرْهًا وَلا تَعْضُلُوهُنَّ لِتَذْهَبُوا بِبَعْضِ مَا
آتَيْتُمُوهُنَّ إِلا أَنْ يَأْتِينَ بِفَاحِشَةٍ مُبَيِّنَةٍ وَعَاشِرُوهُنَّ
بِالْمَعْرُوفِ فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا
وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا.
“Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu
mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka
karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan
kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan
bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai
mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal
Allāh menjadikan padanya kebaikan yang banyak”. (QS. An
Nisa [4]: 19).[3]
Kedudukaan perempuan dalam ajaran
agama Islam tidak sebagaimana di duga dipraktikkan sebagian masyarakat. Ajaran
Islam pada hakikatnya memberikan perhatian yang sangat besar serta kedudukan
terhormat kepada perempuan.[4] Hal itu
dapat berhasil karena agama Islam berpegang teguh terhadap kitab al Qur’an dan
Sunnah nabi Muhammad Ṣalallāhu’alyhiwasallam sebagai pedoman hidup.
Dalam kitab al Qur’an
berbicara tentang perempuan dalam berbagai ayat-ayatnya. Pembicaraan tersebut
menyangkut berbagai sisi kehidupan. Ada yang berbicara tentang hak dan
kewajibannya, ada pula yang menguraikan keistimewaan-keistimewaan tokoh-tokoh
perempuan dalam sejarah agama atau kemanusiaan. Secara umum surah An Nisa’ ayat
32 menunjukkan hak-hak perempuan:
وَلا تَتَمَنَّوْا مَا فَضَّلَ اللَّهُ بِهِ بَعْضَكُمْ عَلَى بَعْضٍ
لِلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِمَّا اكْتَسَبُوا وَلِلنِّسَاءِ نَصِيبٌ مِمَّا اكْتَسَبْنَ
وَاسْأَلُوا اللَّهَ مِنْ فَضْلِهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا.
“Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan
Allāh kepada sebagian kamu lebih banyak dari sebagian
yang lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada bagian daripada apa yang mereka
usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan,
dan mohonlah kepada Allāh sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allāh Maha Mengetahui segala sesuatu”. (QS. An Nisa’: 32).[5]
Almarhum Mahmūd Syaltūt, mantan Syīkh (pemimpin tertinggi) lembaga-lembaga Al-Azhār di Mesir, menulis: ”Tabiat kemanusiaan
antara laki-laki dan perempuan hampir dapat dikatakan sama. Allāh Subhānallāhuwata’āla
telah menganugrahkan kepada perempuan sebagaimana yang telah dianugrahkan
kepada laki-laki. Kepada mereka dianugrahkan Tuhan potensi dan kemampuan yang
cukup untuk memikul tanggung jawab dan yang menjadikan kedua jenis kelamin ini
dapat melakukan aktivitas-aktivitas yang bersifat umum maupun khusus. Karena
itu, hukum-hukum syari’at pun meletakkan keduanya dalam satu krangka. Yang
ini (laki-laki) menjual dan membeli, mengawinkan dan kawin, melanggar dan dihukum,
menuntut dan menyaksikan, dan yang itu (perempuan) juga demikian, dapat menjual
dan membeli, mengawinkan dan kawin, melanggar dan dihukum serta menuntut dan
menyaksikan.[6]
Dari pendapat yang telah
diutarakan Almarhum Mahmūd Syaltūt ini dapat diambil suatu pelajaran,
bahwasanya Allāh Subhānallāhuwata’āla dalam menciptakan manusia itu sama-sama
diberi suatu kelebihan baik itu perempuan maupun laki-laki. Laki-laki dan
perempun sama-sama diberi suatu kelebihan yang cukup untuk digunakan untuk
melakukan aktivitasnya masing-masing. Namun walaupun demikian manusia baik itu
laki-laki maupun perempun juga sama-sama diberikan suatu kekurangan. Hal
seperti itu diberikan supaya antara satu dengan yang lainya melakukan suatu
hubungan kontak sosial dan saling tolong-menolong di setiap
kekurangan-kekurangan yang manusia tersebut tidak mampu melakukan suatu
aktivitasnya dengan sendiri. Allāh Subhānallāhuwata’āla dalam menciptakan
makhluk-Nya tidak membeda-bedakan antara satu dengan yang lain karena di mata
Allāh Subhānallāhuwata’āla semuanya itu sama dan
hal yang membedakan diantaranya hanyalah tingkat tinggi rendahnya ketakwaan
kepada-Nya.
Perempuan memiliki peran
yang sangat penting bagi kehidupan dunia. Karena di dalam tubuhnya dilengkapi
dengan organ-organ yang tidak dimiliki laki-laki. Ia memiliki organ kandungan
dan organ-organ lainya yang sehingga dapat melahirkan keturunan. Dan hal demikian
itu tidak dimiliki kaum laki-laki. Perempuan itu tercipta dalam keadaan suci,
bersih, dan indah. Rasulullah bersabda:
الد نيا متاع وخير متاعها المراةالصالحة
Artinya: “Dunia adalah perhiasan, dan sebaik-baiknya perhiasan adalah
perempuan shalihah”(HR. Muslim dan Nasa’i).
Jadi tidak benar apabila
ada seseorang yang mengatakan perempuan itu di ciptakan sebagai racun yang
berbahaya, apalagi sosok jahat seperti syaitan. Hanya saja, tidak semua
perempuan mampu menjadi madu dunia, kerena untuk mencapai predikat madu dunia
diperlukan syarat-syarat tersebut antara lain:
Pertama: Seorang perempuan yang berbudi pekerti baik dan dapat
menentramkan jiwa suami atau calon suaminya.
Kedua: Perempuan yang tidak materialis.
Ketiga: Perempuan yang tidak suka membuka aurat.
Keempat: Perempuan yang sanggup menjadikan rumahnya sebagai
surga.
Kelima: Perempuan yang tidak suka menggosip yang tidak ada
manfaatnya.[7]
B. Rumusan Masalah
Bertitik tolak dari latar belakang yang dikemukakan
sebelumnya, maka akan diajukan problerm research atau rumusan masalah,
yaitu:
1. Seperti apakah kedudukan perempuan ditijau
dari prespektif kitab al Qur’an?
2. Apakah ada persamaan dan perbedaan antara
perempuan dan laki-laki menurut prespektif kitab al Qur’an? kalau ada, faktor
apakah yang menjadikan adanya persamaan dan perbedaan antara perempuan dan
laki-laki?
3. Seperti apakah hak dan kewajiban seorang perempuan
menurut prespektif kitab al Qur’an?
C. Tujuan dan Manfaat
1. Tujuan
Penelitian ini memiliki
beberapa tujuan sebagai berikut:
a. Dengan ditulisnya proposal skripsi ini yang
berjudul “Kedudukan Perempuan Menurut Prespektif Al Qur’an” supaya pembaca
dapat mengetahui kedudukan seorang perempuan yang digambarkan dalam kitab al
Qur’an apakah perempuan itu sama dengan kaum laki-laki atau berbeda.
b. Agar pembaca mengetahui ukuran batas atas hak
dan kewajiban seorang perempuan apakah hak dan kewajiban perempuan tersebut
berbeda dengan hak dan kewajiban seorang laki-laki.
2. Manfaat
Adapun manfaat ditulisnya
penelitian ini adalah agar dijadikan pembaca sebagai sarana mempermudah untuk
mencari tambahan ilmu pengetahuan dan
menambah wawasan, sehingga pembaca lebih mudah memahami tentang kedudukan
perempuan menurut prespektif kitab al Qur’an.
D. Tinjauan Pustaka
Kajian maupun penelitian terhadap kedudukan
perempuan dalam al Qur’an sebenarnya sudah dilakukan banyak orang. Karena tema
judul ini merupakan salah satu pembahasan yang menarik apabila didiskusikan dan
diteliti. Di dalam al Qur’an sendiri banyak ayat yang membahas mengenai perempuan,
hak dan kewajiban dan kedudukanya. Dalam penelitian ini yang menjadi sumber
pokok dasar teori adalah kitab al Qur’an.
M.
Quraish Shihab dalam bukunya yang berjudul “Membumikan Al-Qur’an” juga menyinggung mengenai kedudukan perempuan.[8]
Muhammad
Al Ghazali, salah satu ulama besar Islam kontemporer
berkebangsaan Mesir, juga menuliskan pendapatnya dalam menyikapi kedudukan
seorang perempuan: “Kalau kita mengembalikan pandangan ke masa sebelum seribu
tahun, maka kita akan menemukan perempuan menikmati keistimewaan dalam bidang
materi dan sosial yang tidak dikenal oleh perempuan-perempuan di kelima benua.
Keadaan mereka ketika itu lebih baik jika dibandingkan dengan keadaan
perempuan-perempuan barat dewasa saat ini, asal saja kebebasan dalam berpakaian
serta pergaulan tidak dijadikan suatu bahan perbandingan.[9]
Prof.
Dr. Amin Al-Khūli dalam bukunya yang berjudul “Al-Mar’at
baina Al-Bayt wa Al-Mujtama’,dalam Al-mar’at Al-Muslimah fi Al-‘Ashir” juga
menyinggung masalah perempuan yaitu dalam penafsiranya lafadz awliya’
dalam surah at Taubah ayat 71.[10]
Pengkajian
dan penelitian mengenai kedudukan perempuan ini juga pernah dilakukan oleh eM.
Sya-Dewa Dalam buku karyanya yang berjudul “Wanita Penuh Pesona”, di dalam buku
ini dijelaskan secara detail mengenai perempuan.[11]
Sama
dengan kajian-kajian di atas, penulis di sini juga akan mengkaji mengenai
sebagian ayat-ayat al Qur’an yang memuat masalah perempuan dari segi
kedudukannya di tinjau dari prespektif kitab al Qur’an.
E. Kerangka Teori
Kata kedudukan yang dalam bahasa ingrisnya position merupakan dari asal kata dasar duduk, dan itu
merupakan jenis kata kerja. Karena mendapat huruf awalan ke- dan ahiran -an
maka kata tersebut berubah maknanya yaitu sebagai kata sifat. Jadi makna
kedudukan adalah suatu benda pada suatu waktu tertentu terhadap suatu acuan
tertentu.[12]
Karena
yang akan dikaji dalam pembahasan ini tentang Kedudukan perempuan, penulis akan
berusaha membahas sub-sub yang ada di bawah ini.
1. Kedudukan perempuan ditijau dari prespektif kitab
al Qur’an.
2. Persamaan dan perbedaan antara perempuan dan
laki-laki menurut prespektif kitab al Qur’an.
3. Hak dan kewajiban seorang perempuan menurut
prespektif al Qur’an.
F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis Penelitian yang digunakan dalam tulisan
ini adalah penelitian kepustakaan (library reaserch). Adapun objek utama
dalam penelitian ini adalah kitab al Qur’an dan juga buku-buku pendukung yang
di dalamnya memuat berkaitan dengan penelitian ini.
2. Sumber
Karena penelitian yang digunakan dalam tulisan
ini termasuk library reaserch, maka data-data akan diperoleh dari
sumber-sumber data tertulis seperti kitab “al Qur’an”, buku “Membumikan
Al-Qur’an “ karya M. Quraish Shihab dan buku-buku lainya yang berkaitan dengan
penelitian ini.
Sumber data literer di sini dibagi menjadi dua
bagian, yaitu sumber data primer dan sumber data skunder.:
1. Sumber data primer
Sumber data primer diperoleh dari kitab al
Qur’an.
2. Sumber data sekunder
Sumber data sekunder
adalah sumber data lain yang berkaitan dengan pokok pembahasan. Dalam hal ini
berupa buku-buku maupun kajian-kajian yang membahas tentang judul pelelitian,
yaitu kedudukan perempuan menurut prespektif al Qur’an.
3. Teknik pengumpulan Data
Dalam penelitian ini,
langkah awal yang digunakan penulis adalah dengan cara mengumpulkan data primer
terlebih dahulu seperti yang telah di sebutkan di atas, yaitu kitab al Qur’an.
kemudian dilanjutkan dengan mengumpulkan data-data sekunder/penunjang yang
berkaitan dengan pokok pembahasan.
4. Aanalisis Data
Dalam melakukan analisis
data di sini, penulis menggunakan metode Interpretasi. Dalam analisias
data Interpretasi ini data yang ada akan dianalisis untuk
mengungkapan, memaknai/menafsirkan, menangkap dan menerangkan obyek yang
diteliti. Dalam analisis data di sini, penulis memilih judul penelitian yang
berjudul “Kedudukan Perempuan Menurut Prespektif Al Qur’an. Jadi sumber
kajian pokok dalam pembahasan ini yaitu dari kitab al Qur’an dan dilengkapi
dengan buku-buku lain yang didalamnya memuat pembahasan materi yang di teliti.
Dalam penelitian ini penulis akan berusaha untuk menjelaskan/mengungkapkan
kedudukan perempuan di tinjau dari ayat-ayat al Qur’an dan memiliki peran yang
seperti apakah kaum perempuan apakah memiliki hak dan kewajiban yang sama
ataukah berbeda dengan kaum laki-laki.
G. Sistematika Penulisan
Pembahasan dalam penelitian ini menggunakan
sistem bab per bab. Antara satu bab dengan bab lainya merupakan kesinambungan
dan saling terkait.
Bab pertama berisi
pendahuluan yang menjelaskan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan
dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, kerangka teori, metode penelitian,
sistematika pembahasan.
Bab kedua akan
menguraikan tentang kedudukan perempuan menurut prespektif kitab al Qur’an
yang mana akan menjawab dari rumusan
masalah yang yang pertama yang telah dicantumkan di atas.
Bab ketiga akan
menguraikan jawaban dari rumusan masalah yang kedua, yakni menjelaskan mengenai
apakah ada persamaan dan perbedaan antara perempuan dan laki-laki menurut
prespektif al Qur’an? kalau ada, hal apakah yang menjadi faktor yang menjadikan
adanya persamaan dan perbedaan antara perempuan dan laki-laki?
Bab keempat akan
menjelaskan mengenai seperti apakah hak dan kewajiban seorang perempuan menurut
al Qur’an.
Bab kelima berupa
penutup. Dalam bab ini penulis akan memberikan kesimpulan tentang hasil
penelitian yang telah dilakukan. Di samping itu juga akan dimuat tentang saran
maupun kritikan terkait dengan penelitian ini.
[2] Lihat Artikel Ustadz Abu Khalid Resa Gunarsa, Lc (Alumni
Universitas Al Azhar Mesir, Da’i di Islamic Center Bathah), Muslim.Or.Id,(Riyadh KSA, 16 May 2012, 6:00
am).
[9] Muhammad al-Ghazali, Al-Islam Wa Al-Thaqat Al-Mu’attalat,
(Kairo, Dar Al- Kutub Al-Haditsah, 1964), h. 138.
[10] Amin Al-Khuli, Prof. Dr., dalam bukunya yang berjudul Al-Mar’at baina
Al-Bayt wa Al-Mujtama’,dalam Al-mar’at Al-Muslimah fi Al-‘Ashir, Bagdad,t.t.,
h.13.
[11] lihat buku karya eM. Sya-Dewa, Wanita Penuh
Pesona Memahami Wanita Luar-Dalam,Cet. 1, (Kediri, Pustaka ‘Azm, 2007), h.
7-58.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar