AMTSAL DALAM AL-QUR’AN
Makalah
Diajukan
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Pengantar Ulumul Qur’an
Dosen
Pengampu:
Moh. Asif, M.Ud
Oleh:
Khoirudin
Azis
NIM:
2013.01.01.184
PROGRAM
STUDI ILMU AL QUR’AN DAN TAFSIR
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM AL ANWAR SARANG REMBANG
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur’an merupakan kitab suci yang
diyakini oleh umat Islam sebagai pedoman dalam hidup dan petunjuk untuk menuju
kebaikan. Al-Qur’an merupakan kalâmullah yang memiliki susunan bahasa
yang tinggi makna dan hakikat-hakikat yang terkandung di dalamnya pun juga.
Hakikat-hakikat yang tinggi makna dan
tujuannya akan lebih indah jika dituangkan dalam kerangka ucapan yang baik dan
mendekatkan kepada pemahaman, melalui analogi dengan sesuatu yang telah
diketahui secara yakin. Tamtsîl (membuat perumpamaan) merupakan kerangka
yang dapat menampilkan makna-makna dalam bentuk yang hidup, enak didengar, dan
mantap dalam pikiran. Tamtsîl bisa dibuat dengan cara menyerupakan
sesuatu yang ghaib dengan yang hadir, yang abstark dengan yang konkrit, dan
dengan menganalogikan sesuatu dengan hal yang serupa.
Betapa banyak makna yang baik, dijadikan
lebih indah, menarik, dan mempesona oleh tamtsîl. Karena itulah maka tamtsîl
lebih dapat mendorong jiwa untuk menerima makna yang dimaksudkan dan
membuat akal merasa puas dengannya. Dan tamtsîl adalah salah satu cara
al-Qur’an dalam mengungkapkan berbagai penjelasan dan segi-segi
kemukjizatannya.
Diantara
para ulama’ ada sejumlah orang menulis sebuah kitab yang secara khusus membahas
perumpamaan-perumpamaan (amtsâl) dalam al-Qur’an, seperti Imam Hasan al
Mawardi (wafat 450 H). Dan ada pula yang hanya membuat satu bab mengenainya
dalam salah satu kitab-kitabnya.
Untuk lebih
lanjutnya mengenai amtsâl dalam al-Qur’an, kami akan membahasnya dalam
makalah yang kami buat kali ini.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah macam-macam amtsâl dan faidah yang terkandung didalamnya?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Amtsâl
Sebelum membahas pembagian dan faidah amtsâl,
alangkah baiknya kalau kita membahas pengertiannya terlebih dahulu. Amtsâl
merupakan bentuk jamak dari kata matsâl, mitsl, dan matsîl. Ia
semakna dengan kata shabah, shibh, dan shabîh yang artinya
perumpamaan, perserupaan, atau gambaran.
Sedangkan secara
istilah, amtsâl adalah
perumpamaan sesuatu dengan sesuatu yang lain dengan menampakkan pengertian yang
abstrak dalam ungkapan yang indah dan menarik.[1]
Bentuk
perumpamaan (amtsâl) dalam al-Qur’an beraneka
ragam. Ada yang berbentuk pujian, kecaman, perintah, larangan, dan lain
sebagainya.
Dalam penggunaan
sehari-hari di kalangan masyarakat Indonesia, kata amtsâl berkonotasi
perumpamaan, bandingan, contoh, dan lain-lain. Dalam kamus besar bahasa
Indonesia dikatakan bahwa: “misal adalah sesuatu yang menggambarkan sebagian
dari keseluruhan.”
Secara
terminologis, para ulama’ mendefinisikan amtsâl dalam al-Qur’an
berbeda-beda, diantaranya sebagai berikut:
Menurut Imam
as-Suyuti, amtsâl adalah
mengungkapkan sesuatu yang tersembunyi dengan yang nyata dan yang ghaib dengan
yang tampak.[2]
Senada dengan imam as-Suyuti, Ibn al-Qayyim mendefinisikan amtsâl dengan menyerupakan sesuatu
dengan sesuatu yang lain dalam hal hukumnya, dan mendekatkan sesuatu yang
abstrak dengan yang konkrit, atau mendekatkan salah satu dari dua mahsus dengan yang lain dan
menganggap salah satunya itu sebagian yang lain.[3]
Sedangkan
menurut Manna’ al Qattan, definisi amtsâl adalah
mengungkapkan suatu makna dalam bentuk kalimat indah, singkat, padat dan akurat
serta terasa meresap kedalam jiwa, baik kalimat itu dalam bentuk tashbih ataupun ungkapan bebas.[4]
Kedua definisi
tersebut, walaupun diungkapkan dalam redaksi yang berbeda namun member gambaran
bahwa amtsâl adalah
menyerupakan terhadap dua hal yang berbeda karena ada titik persamaanya.
B.
Jenis
Amtsâl dalam Al-Qur`an
Di dalam Al-Qur`an Amtsal
dibedakan menjadi tiga macam: amtsâl
musharrahah, amtsâl
kaminah dan amtsal mursalâh.
1.
Amtsal
musharrahah
Yang dimaksud dengan amtsal musharrahah adalah sesuatu yang
dijelaskan dengan kata matsal atau sesuatu yang menunjukkan tasybih
(penyerupaan). Amtsal musharrahah banyak ditemukan di dalam ayat
Alqu`an. Diantara contoh dari amtsal
musharrahah adalah seperti di bawah ini:
Ø Tentang orang munafik:
“ perumpamaan (matsal) mereka
adalah seperti orang yang menyalakan api, maka setelah api itu menerangi
sekelilingnya, Allah menghilangkan cahaya (yang menyinari) mereka dan
membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak dapat melihat. Mereka tuli, bisu dan
buta, maka tidaklah mereka akan kembali (ke jalan yang benar). Atau seperti
(orang-orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit disertai gelap gulita, guruh
dan kilat. Mereka menyumbat telinga dengan jari-jarinya, (menghindari) suara
petir itu karena takut mati. Allah meliputi orang-orang yang kafir hampir saja
kilat itu menyambar penglihatan mereka. Setiap kali (kilat itu) menyinari,
mereka berjalan di bawah (sinar) itu apabila gelap menerpa mereka, merka
berhenti. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya Dia hilangkan pendengaran dan
penglihatan mereka. Sungguh Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.”(Al-Baqarah:
17-20).[5]
Di dalam ayat ini Allah membuat dua perumpamaan (matsal) bagi orang-orang munafik; matsal yang pertama adalah matsal yang berkenaan dengan api (nar) di dalam firman-Nya,” Adalah orang yang seperti menyalakan api”, karena di dalam api terdapat unsur cahaya. Adapun matsal yang kedua adalah berkenaan dengan air (ma`), “ atau seperti (orang-orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit”, karena didalam air terdapat unsur kehidupan. Dan wahyu yang turun dari langit pun bermaksud untuk menerangi hati dan menghidupkanya. Allah juga menyebutkan kondisi orang munafik dalam dua keadaan. Yang pertama yaitu mereka bagaikan orang yang menyalakan api untuk penerangan dan kemanfaatan. Dalam hal ini mereka memperoleh kemanfaatan materi dengan sebab masuk islam. Namun keislaman (keberagamaan) mereka sedikitpun tidak memberi pengaruh pada hati mereka karena Allah telah menghilangkan cahaya (nur) mereka.” Kemudian membiarkan unsur api “membakar” yang ada padanya. Inilah perumpamaan mereka yang berkenaan dengan api.
Di dalam ayat ini Allah membuat dua perumpamaan (matsal) bagi orang-orang munafik; matsal yang pertama adalah matsal yang berkenaan dengan api (nar) di dalam firman-Nya,” Adalah orang yang seperti menyalakan api”, karena di dalam api terdapat unsur cahaya. Adapun matsal yang kedua adalah berkenaan dengan air (ma`), “ atau seperti (orang-orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit”, karena didalam air terdapat unsur kehidupan. Dan wahyu yang turun dari langit pun bermaksud untuk menerangi hati dan menghidupkanya. Allah juga menyebutkan kondisi orang munafik dalam dua keadaan. Yang pertama yaitu mereka bagaikan orang yang menyalakan api untuk penerangan dan kemanfaatan. Dalam hal ini mereka memperoleh kemanfaatan materi dengan sebab masuk islam. Namun keislaman (keberagamaan) mereka sedikitpun tidak memberi pengaruh pada hati mereka karena Allah telah menghilangkan cahaya (nur) mereka.” Kemudian membiarkan unsur api “membakar” yang ada padanya. Inilah perumpamaan mereka yang berkenaan dengan api.
Sedangkan dalam matsal air (ma`),
Allah menyerupakan mereka dengan keadaan orang ditimpa hujan lebat yang
disertai gelap gulita, guruh dan kilat, kekuatan terkuras habis. Lalu mereka
menyumbat telinganya dengan jari-jemarinya, sambil memejamkan matanya karena
takut petir menimpanya.
Ø Di dalam surat Ar-Ra`d Allah juga menyebutkan matsal air (ma`)
dan matsal api (nar), untuk menggambarkan antara yang hak dan
yang batil.
“Allah telah menurunkan air (hujan)
dari langit, maka mengalirlah air di lembah-lembah menurut ukuranya, maka arus
itu membawa buih yang mengambang. Dan dari apa (logam) yang mereka lebur dalam
api untuk membuat perhiasan atau alat-alat, ada pula buihnya seperti buih arus
itu. Demikianlah Allah membuat perumpamaan (bagi) yang benar dan yang batil.
Adapun buih itu, akan hilang sebagai sesuatu yang tidak ada harganya; adapun
yang memberi manfaat kepada manusia, maka ia tetap di bumi. Demikianlah Allah
membuat perumpamaan-perumpamaan.”(Ar-Ra`d: 17).[6]
Wahyu yang diturunkan Allah dari
langit untuk menghidupkan hati diserupakan dengan air hujan yang diturunkanya
untuk menghidupkan bumi dan tumbuh-tumbuhan. Dalam hal ini hati diserupakan
dengan lembah. Arus air yang mengalir di lembah akan menghanyutkan buih dan
sampah. Begitu pula hidayah dan ilmu bila mengalir di hati akan berpengaruh
terhadap nafsu syahwatnya, dengan menghilangkanya. Inilah matsal ma`
dalam firmanya,” Dia telah menurunnkan air (hujan) dari langit ” demikianlah
Allah membuat matsal bagi yang hak dan batil. Sedangkan matsal
api(nar), disebutkan dalam firmanya,” Dan dari apa(logam) yang mereka
lebur dalam api” logam, baik emas, perak, tembaga, maupun besi, ketika di
tuangkan ke dalam api, maka api akan
menghilangkan kotoran dan karat yang melekat padanya, memisahkan dari
substansinya yang dapat dimanfaatkan, sehingga karat tersebut hilang dengan
sia-sia.
Begitupula
dengan syahwat akan dilemparkan dan dibuang dengan sia-sia oleh hati orang
mukmin sebagaimana arus air menghayutkan sampah atau api melemparkan karat
logam.
2.
Amtsâl
kaminah, yaitu yang didalamya tidak
disebutkan dengan jelas lafadz tamsil, tetapi ia menunjukkan makna-makna
yang indah, menarik, dalam redaksinya singkat padat, dan mempunyai pengaruh
tersendiri bila dipindahkan kepada yang serupa denganya.
Contohnya:
a.
Ayat-ayat
yang senada dengan suatu ungkapan” sebaik-baik perkara adalah yang tidak
berlebihan, adil, dan seimbang.” yaitu:
·
Firman
Allah tentang sapi betina, dijelaskan di dalam Al-Qur`an surat Al-Baqarah:68.
·
Firman
Allah tentang nafkah, dijelaskan di dalam Al-Qur`an surat Al-Furqan:67.
·
Firman
Allah mengenai Shalat, dijelaskan di dalam Al-Qur`an surat Al-Isra`:110.
·
Firman
Allah mengenai infaq, dijelaskan di dalam Al-Qur`an surat Al-Isra: 29.
b.
Ayat-ayat
yang senada dengan suatu ungkapan “ Seperti yang mendengar itu tidak sama dengan
yang menyaksikan sendiri.” Misalnya firman Allah tentang Ibrahim: “ Allah
berfirman,” Apakah kamu belum percaya? ”, Ibrahim menjawab , “ Saya telah
percaya, akan tetapi agar bertambah tetap hati saya.” (Al-Baqarah: 260).
c.
Ayat-ayat
yang senada dengan suatu ungkapan “ Seperti yang telah kamu lakukan, maka
seperti itu kamu akan di balas.” Misalnya, “ Barang siapa mengerjakan
kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu.” (An-Nisa`4:
123)
d.
Ayat-ayat
yang senada dengan suatu ungkapan” Orang mukmin tidak akan masuk dua kali
lubang yang sama.” Misalnya firman melalui lisan Ya`kub: ” Bagaimana aku
mempercayakanya (Bunyamin) kepadamu, kecuali seperti aku telah mempercayakan
saudaranya (Yusuf) kepadamu dahulu.”(Yusuf 12: 64).
3.
Amtsal mursalah, yaitu kalimat-kalimat bebas yang tidak menggunakan lafadz tasybih
secara jelas. Tetapi kalimat-kalimat itu berlaku sebagai matsal.
Contohnya:
a.
“
Sekarang ini jelaslah kebenaran itu”. (Yusuf: 51).
b.
“
Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal ia amat baik bagimu”. (Al-Baqarah:
216), dan lain sebagainya.[7]
Dalam mempergunakan sebagai matsal Para ulama telah berbeda pendapat mengenai ayat-ayat yang mereka namakan amtsal mursalah ini. Sebagian ulama telah memandang bahwa hal seperti itu telah keluar dari adab Al-Qur`an. Namun sebagian ulama yang lain berpendapat, bahwa tak ada halangan bila seorang mempergunakan Al-Qur`an sebagai matsal, jika itu digunakan dengan baik tanpa ada unsur main-main. Apabila ada seseorang yang dengan sengaja menampakkan kehebatanya lalu ia menggunakan Al-Quran sebagai matsal, meskipun saat bercanda dan bersenda gurau, maka berdosa besarlah orang tersebut.
Dalam mempergunakan sebagai matsal Para ulama telah berbeda pendapat mengenai ayat-ayat yang mereka namakan amtsal mursalah ini. Sebagian ulama telah memandang bahwa hal seperti itu telah keluar dari adab Al-Qur`an. Namun sebagian ulama yang lain berpendapat, bahwa tak ada halangan bila seorang mempergunakan Al-Qur`an sebagai matsal, jika itu digunakan dengan baik tanpa ada unsur main-main. Apabila ada seseorang yang dengan sengaja menampakkan kehebatanya lalu ia menggunakan Al-Quran sebagai matsal, meskipun saat bercanda dan bersenda gurau, maka berdosa besarlah orang tersebut.
C.
Faedah-faedah
Amtsâl al-Qur’an
a.
Menonjolkan
sesuatu yang abstrak dalam bentuk konkrit yang dapat diindra manusia sehingga
akal manusia mudah menerimanya. Misalnya perumpamaan dalam Qs.al-Baqarah ayat
264.
b.
Menyingkapkan
hakikat-hakikat dan mengemukakan sesuatu yang tidak tampak seakan-akan sesuatu
yang tampak. Misalnya dalam Qs. Al-Baqarah ayat 275.
c.
Mengumpulkan
makna yang menarik dan indah dalam ungkapan yang padat. Misalnya dalam Qs.
Al-Baqarah ayat 68.
d.
Mendorong orang
yang diberi matsal untuk berbuat
sesuai dengan isi matsal, karena merupakan
sesuatu yang disukai jiwa. Misalnya dalam Qs. Al-Baqarah ayat 261.
e.
Menjauhkan
seseorang dari perbuatan yang dimatsalkan tersebut,
karena matsal tersebut
merupakan perbuatan yang dibenci, sebagaimana dalam Qs, al-Hujurat ayat 12.
f.
Untuk memuji
orang yang diberi matsal, seperti firman
Allah dalam Qs. Al-Fath ayat 29.
g.
Untuk
menggambarkan sesuatu yang mempunyai sifat yang dipandang buruk oleh orang
banyak, misalnya tentang keadaan orang yang diberi kitabullah tetapi ia
tersesat jalan hingga tidak mengamalkannya, sebagaimana dalam firman Allah Qs.
al-A’raf ayat 175-176.
h.
Amtsâl lebih
berpengaruh pada jiwa, lebih efektif dalam memberikan nasehat, lebih kuat dalam
memberikan peringatan, dan lebih dapat memuaskan hati, seperti yang ada di
dalam Qs. az-Zumar ayat 27.
BAB III
PENUTUP
V. Kesimpulan
Berdasarkan
penjelasan yang telah diuraikan, dapat diambil kesimpulan bahwa amtsâl dalam al-Qur’an merupakan
salah satu cara Allah dalam menyampaikan ajaran-ajaran-Nya. Karena dengan
adanya amtsâl, manusia dapat
lebih mudah untuk memahami suatu hal yang bersifat abstrak. Selain itu, dengan
gaya bahsa amtsâl, membuat gaya
bahasa al-Qur’an menjadi lebih indah, menarik, enak dibaca, dan nyaman untuk
didengar. Allah telah menyelipkan amtsâl dalam
firman-firman-Nya, dan membuat faedah-faedah yang berguna untuk kebaikan
manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Tim Penyusun MKD IAIN Sunan Ampel Surabaya, Studi Al-Qur’an, IAIN
Sunan Ampel Press : Surabaya, 2008.
Gufron, Mohammad, Rahmawati, Ulumul Qur’an Praktis dan Mudah, Teras
: Yogyakarta,2013.
As-Suyuti, Jalaluddin, al Itqan fî ulûm
al Qur’an, Dar al Ma’rifah : Beirut, 1978.
Al-Qaththan,
Syekh Manna’, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, terj. Aunur Rafiq
El-Mazni, Pustaka Al-Kautsar : Jakarta Timur, 2013.
[3] Tim Penyusun MKD IAIN Sunan Ampel Surabaya,
Studi Al-Qur’an,(Surabaya;IAIN Sunan Ampel Press,2008),hal.282.
[5] Syaikh
Manna’ Al-Qhaththan, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, terj. Aunur Rafiq
El-Mazni, (Jakarta Timur; Pustaka Al-Kautsar,2006) II, hal.356.
[6] Syaikh
Manna’ Al-Qhaththan, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, terj. Aunur Rafiq
El-Mazni, (Jakarta Timur; Pustaka Al-Kautsar,2006) II, hal.357.
[7] Syaikh
Manna’ Al-Qhaththan, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, terj. Aunur Rafiq El-Mazni,
(Jakarta Timur; Pustaka Al-Kautsar,2006) II, hal.358-359.
[8] Tim Penyusun MKD IAIN Sunan Ampel Surabaya,
Studi Al-Qur’an,(Surabaya;IAIN Sunan Ampel Press,2008),hal.291-297.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar