Rabu, 20 April 2016

Tafsir Fa’id Al-Rahman Fi Tarjamati Kalam Malik Al-Dayyan Karya Syaikh Shaleh Darat Al Samarani


TAFSIR FA’ID AL-RAHMAN FI TARJAMATI KALAM MALIK AL-DAYYAN KARYA SYAIKH SHALEH DARAT

AL SAMARANI

Paper
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Sejarah Perkembangan Tafsir di Indonesia


Dosen Pengampu:
M. Asif, M.Ud






Oleh:
Khoirudin Azis
NIM: 2013.01.01.184
Ahmad Fuaddin
NIM: 2013.01.01.1.





PROGRAM STUDI ILMU AL QUR`AN DAN TAFSIR
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM AL ANWAR SARANG REMBANG
2016

Foto Persami Dalam Rangka PTA (Penerimaan Tamu Ambalan) 
 Smk N 2 Blora
 
I. Mengenal Syaikh Shaleh Darat al-Samarani
A.    Biografi Syaikh Shaleh Darat
Nama lengkapnya adalah Muhammad Shaleh Ibn Umar al-Samarani. Lahir di desa Kedung Jumbleng, kecamatan Mayong, kabupaten Jepara, Jawa tengah, sekitar tahun 1820 M. Ada juga yang menyebutnya lahir di desa Bangsri Jepara, namun informasi tentang tempat kelahiranya di desa Kedung Jumbleng lebih kuat dari pada yang di desa Bangsri.[1] Beliau wafat di Semarang pada hari Jum’at legi tanggal 28 Ramadhan 1321 H/18 Desember 1903 M. Di makamkan di Pemakaman Umum Bergota Semarang.[2]
Di kalangan para Kiai Jawa maupun Semarang dan sekitarnya lebih dikenal dengan sebutan “Kiai Shaleh Darat” atau “Mbah Shaleh Darat”. Sebutan itu, beliau akui sendiri dan tertera pada sampul karya tulisnya yang berjudul “ Syarh Barzanji”. Di sebut Kiai Shaleh Darat, karena beliau tinggal di kawasan yang bernama “Darat”, yaitu suatu daerah dekat pantai utara Semarang, tempat mendarat orang-orang dari luar Jawa. Kini “Darat” termasuk wilayah kelurahan Dadapsari kecamatan Semarang Utara.[3]
B.     Guru-Guru Syaikh Shaleh Darat
Di antara guru-guru beliau adalah:
1.      KH. M. Syahid, cucu Kiai Mutamakkin.
2.      KH. R. Muhammad Salih ibn Asnawi, tokoh sufi di Kudus.
3.      Syaikh M. al-Muqri al Misri al-Makki
4.      Syaikh M. ibn Sulaiman Hasbullah, pengajar di masjid al-Haram dan al-nabawi
5.      Sayyid Muhammad ubn Zaini Dahlan[4]
C.     Murid-Murid Syaikh Shaleh Darat
Syaikh Shaleh Darat mampu mendidik santri-santrinya dengan baik, di antara murid-murid beliau adalah:
1.      KH. Hasyim Asy’ari, pendiri NU
2.      KH. Ahmad Dahlan, Pendiri Muhammadiyyah
3.      R.A. Kartini, pahlawan nasional Indonesia
4.      KH. Mahfudh ibn Abdullah ibn Abdul Manan, keturunan raja dari Brawijaya 7.[5]
D.    Karya-Karya Syaikh Shaleh Darat
Syaikh Shaleh Darat merupakan ulama besar dari Indonesia yang sangat produktif. Di antara karya-karya beliau adalah:
1.      Faid al-Rahman fi Tarjamati Kalam Malik al-Dayyan
2.      Kitab Hadis Mi’raj
3.      Kitab Manasik Kaifiyah al-Salat al-Musaffirin
4.      Manasik al-Hajj wa al-Umrah[6]
5.      Majmu’at al-Syari’at al-Kafiyat li al-Awam
6.      Matn al-Hikam
7.      Kitab Tarjamah Sabil al-’Ibad ‘ala Jauhar al-Tauhid[7], dan msih banyak kitab lainnya.
II. Tafsir Fa’id al-Rahman
A.    Latar Belakang Penulisan
Penulisan kitab Tafsir Fa’id al-Rahman dilatar belakangi keinginan Kiai Shaleh Darat untuk menerjemahkan al-Qur`an ke dalam bahasa Jawa sehingga orang-orang awam pada masa itu bisa mempelajari al-Qur`an karena saat itu orang-orang tidak bisa bahasa Arab.[8] Selain itu, penulisan kitab tafsir tersebut juga atas ide dan permintaan salah satu muridnya asal Jepara, yang sampai saat ini namanya masih harum di Nusantara, yaitu Raden Ajeng Kartini, Putri dari bupati Jepara. Ketika itu Syaikh Shaleh Darat sedang melakukan pengajian di pendopo kesultanan Demak, di tempat itu juga hadir Raden Ajeng Kartini karena ia merupakan salah satu keponakan dari bupati Demak yang bernama Ario Hadiningrat. Dalam pengajiannya itu, Syaikh Shaleh Darat mengupas makna surah al-Fatihah. Raden Ajeng Kartini tertarik pada cara Syaikh Shaleh Darat dalam menguraikan makna ayat-ayat tersebut. Kemudian ia meminta agar al-Qur`an diterjemahkan ke dalam bahasa Jawa. Ketika itu Raden Ajeng Kartini juga berkata “Tidak ada gunanya membaca kitab suci yang tidak diketahui artinya.[9]
Ide Raden Ajeng Kartini tersebut di sambut gembira oleh Syaikh Shaleh Darat, meski beliau tahu hal tersebut dapat memenjarakan dirinya sendiri, tapi tetap akan dilakukan. Hal tersebut dapat menimpa pada dirinya karena pada saat itu Indonesia sedang dikuasai dan dijajah oleh Hindia-Belanda dan di larang melakukan segala bentuk penerjemahan al-Qur`an.
Syaikh Shaleh Darat dalam penulisan kitab tafsirnya menggunakan huruf Arab gundul atau tanpa harokat (pegon), yang disusun memebentuk kata-kata dalam bahasa Jawa. Al-Qur’an terjemahan ke dalam bahasa Jawa itu kemudian di beri judul tafsir Fa’id Abdu al-Rahman. Hal tersebut dikarenakan agar tidak dicurigai oleh penjajah.[10]
B.     Manhaj al-Tafsīr
Dalam dunia tafsir secara garis besar manhaj yang diikuti mufassir dibagi menjadi empat, yaitu menggunakan manhaj tahlīlī, ijmālī, muqārin, mauḍū’i. Dalam pengamatan kami kitab tafsir ini menggunakan manhaj tahlīlī. Manhaj tahlīlī adalah sebuah manhaj yang ditempuh seorang mufassir dalam menafsirkan al-Qur`an jika dilihat dari segi penyusnannya adalah sesuai dengan urutan mushaf, baik penafsirannya itu satu jumlah dari sebuah ayat yang terus menerus atau satu surat yang sempurna atau seluruh al-Qur`an. Jika dilihat dari segi penjelasannya manhaj tahlīlī menjelaskan semua yang berhubungan dengan ayat, dari segi mankna lafaz-lafaznya, menjelaskan segi balagha di dalamnya, asbāb al-nuzūl-nya, hukumnya dan maknanya dan lain sebagainya.[11] Manhaj tahlīlī dalam segi penjelasannya bisa dilihat dalam penafsiran Muhammad Shaleh Ibn Umar al-Samarani dalam muqaddimah surat al-fatiḥah:
لا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى لا انْفِصَامَ لَهَا وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
معنى الَشاري
ستهونى اكاما كع حق ايكو اورا حاصيل كلوان فكسائن كرانا اعكع اران اكاما اسلام ايكو مانوت لن فسره مراع فرنتهي الله سبحانه و تعالى اعدالم ظاهري لنارف تسلم فسره مرع حق اعدالم باطني سرتني اتينى اور سوسه ٢ لن اور روفك، قال "ان الدين عند الله الَسلام"، ثم قال "فلا وربك لَا يؤمنون حتى يحكموك فيما شجر بينهم ثم لَ يجدوا فِ انفسهم خرجا مما قضيت ويسلموا تسليما"مك دادىيوتا لن بيدا انتراني رشد لن غي ستهنى ايمان ايكو رشد لن ستهنى كفور ايكو غي، مك حقيقاتى ووعكع علاكوني اكاما اسلام ايكو ارف كفور كلون طاغوت تكسي
ارف ميعو لن نعكال لن سعية اع طاغوت لن نولي ايمان كلون الله، اتوي طاغوت عوام ايكو درهم، دينار لن اندي ٢ معبود لياني الله، اتوى ايماني ووع عوام ايكو اقرار اللسان و تصديق الجنان و عمل بالَركان، اتوى ايمانى ووع خواص ايكو ارف يوفوت لن بست اع اتينى سعكع دمن دنيا لن نولى عمبه طريق العقبي لن شهود القلب مع المولىكاي جريتاني صحابة حارثة تتكالَنى داعو كانجع رسول صلى الله عليه وسلم اع صحابة حارثة " كيف اصبحت يا حارثة ؟ مك ماتور اصبحت مؤمنا حقا، مك نولى اعنديكا كانجع رسول صلى الله عليه وسلم سبن ٢ حق ايكو انا حقيقاتي، مك افا حقيقاتي ايمان ايرا يا حارثة ؟ مك ماتور بست مانه كول سكع دنيا هنكا سامى موعكوه كول واتو لن امس.[12]
Dalam segi runtutan penulisannya tafsir ini juga menggunakan manhaj tahlīlī. Hal ini bisa di lihat dari urutan ayat dalam tafsir beliau, dan juga bisa dianalissi dari cetakan dan waktu penulisan beliau.
Dari segi bentuk dan kemasannya, kitab ini terdiri dari dua jilid dan diterbitan pertama di Singapura oleh percetakan Haji Muhammad Amin pada tanggal 27 Rabi’ul Akhir 1311 H/7 November 1893 M.[13]
Jilid Pertama, diawali dengan muqaddimah kitab Tafsir Faid al-Rahman, lalu dilanjutkan dengan muqaddimah Surat al- Fatihah, kemudian dilanjutkan dengan penafsiran ayat 1 sampai ayat 7. Kemudian dilanjutkan dengan tafsir Surat al-Baqarah yang dimulai dengan muqaddimah Surat al-Baqarah kemudian penafsiran ayat 1 sampai ayat 286. Dengan jumlah isinya 503 halaman. Jilid pertama ini mulai ditulis pada malam Kamis 20 Rajab 1309 H/19 Februari 1892 M, dan selesai pada malam Kamis 19 Jumad al-Awal 1310 H/9 Desember 1892 M. dicetak di Singapura oleh percetakan Haji Muhammad Amin pada tanggal 27 Rabi’ul Akhir 1311 H/7 November 1893 M.
Jilid Kedua, dimulai dari muqaddimah dari penulis kemudian muqaddimah surat Ali ‘Imran dan dilanjutkan dengan penafsiran ayat 1 sampai ayat 200. Kemudian dilanjutkan dengan tafsir surat al-Nisa’ yang dimulai dengan muqaddimah Surat al-Nisa’ kemudian penafsiran ayat 1 sampai ayat 176. Dengan jumlah isinya 705 halaman. Jilid Kedua ini diselesaikannya pada hari Selasa tanggal 17 Safar 1312 H/20 Agustus 1894 M. dan dicetak oleh percetakan Haji Muhammad Amin pada tahun 1312 H/1895 M.
A.    Sumber Penafsiran
Para ulama tafsir mengatakan bahwa mengetahui sumber-sumber tafsir merupakan salah satu syarat yang harus dimiliki seorang mufassir. Hal ini dimaksudkan agar mufassir dapat memahami dan menafsirkan al-Qur’an, sehingga mufassir tersebut dapat menghasilkan suatu produk penafsiran yang dapat di pertanggung jawabkan.
Dalam ‘ulūm al-tafsīr sumber penafsiran al-Qur`an dibagi menjadi dua, yaitu bi al-ma`thūr dan bi al-ra`ī. Tafsir bi al-ma`thūr adalah sebuah penafsiran yang bersumber dari al-Qur`an itu sendiri. Seperti ayat yang masih global dijelaskan oleh ayat lain yang lebih perinci, bersumber dari sunnah yaitu penafsiran al-Qur`an yang disandarkan pada hadis nabi, sumber selanjutnya adalah aqwāl al-Ṣaḥābah, dan yang terakhir adalah bersumber dari qaul tabi’in. Dari sumber yang terakhir ini ulama berbeda pendapat mengenai apakah tafsir yang bersumber dari qaul tabi’in itu termasuk bi al-ma`thūr atau tidak.[14] Tapi dari kedua pendapat tersebut yang terkuat adalah qaul tabi’in termasuk bi al-ma`thūr. Sedangkan Tafsir bi al-ra`i adalah sebuah metode penafsiran yang berpegang pada pemahamannya sendiri untuk memahami atau menjelaskan ayat al-Qur`an[15].
Dalam menerjemahkan Tafsir Faidh al-Rahman dalam bahasa Jawa (Arab Pegon) K.H. Muhammad Shaleh Darat berusaha menjadikannya lebih mudah dipahami, misalnya dengan cara memberi penjelasan-penjelasan makna secara global, jelas dan singkat. Dalam Tafsir Faidh al-Rahman K.H. Muhammad Shaleh Darat mengambil bahan-bahan atau sumber yang digunakan sebagai rujukan dalam menulis tafsirnya sebagai berikut:
a.       Mulai penjelasan dari al-Quran sendiri. Sebab menafsirkan al-Qur’an dengan menggunakan al-Qur’an sendiri, merupakan langkah penafsiran yang paling baik.[16]
b.      Mengambil keterangan dari sunnah Nabi Saw, karena sunnah merupakan sumber paling penting yang dibutuhkan mufassir dalam memahami makna dan hukum yang terdapat dalam surat atau ayat.
c.       Mengambil keterangan dari sahabat karena mereka adalah saksi bagi kondisi turunnya wahyu al-Qur’an. Mereka juga orang yang paling tahu tentang tradisi bangsa Arab pada saat wahyu diturunkan.
d.      Mengambil keterangan dari para ulama salaf karena mereka adalah pewaris nabi.
      e. Mengambil keterangan dari hikayat atau sejarah.
III. Kesimpulan
Muhammad Shaleh Ibn Umar al-Samarani. Lahir di desa Kedung Jumbleng, kecamatan Mayong, kabupaten Jepara, Jawa tengah, sekitar tahun 1820 M. Ada juga yang menyebutnya lahir di desa Bangsri Jepara, namun informasi tentang tempat kelahiranya di desa Kedung Jumbleng lebih kuat dari pada yang di desa Bangsri.[17] Beliau wafat di Semarang pada hari Jum’at legi tanggal 28 Ramadhan 1321 H/18 Desember 1903 M. Di makamkan di Pemakaman Umum Bergota Semarang. Salah satu karyanya yang terkenal adalah kitab Tafsir Fa’id al-Rahman al-Samarani. Di antara guru-gurunya adalah KH. M. Syahid, cucu Kiai Mutamakkin, KH. R. Muhammad Salih ibn Asnawi, tokoh sufi di Kudus, Syaikh M. al-Muqri al Misri al-Makki, Syaikh M. ibn Sulaiman Hasbullah, pengajar di masjid al-Haram dan al-nabawi, Sayyid Muhammad ubn Zaini Dahlan.
 
DAFTAR PUSTAKA
Masrur, “Tafsir Fa’id Ar-Rahman dan RA. Kartini” (Jurnal At Taqaddum, di IAIN Walisongo Semarang, 2008.
Ruslan, Heri. Hujjatul Isla., t.tp.: Repubika, 2011.
Nasih, Muhammad., “Hadis-Hadis Dalam Kitab Tafsir Fa’id Al-Rahman Karya Kiai Shaleh Darat, (Skripsi di UIN Walisongo Semarang, 2015.
Shokheh, Mukhamad.”Tradisi Intelektual Ulama Jawa: Sejarah Sosial Intelektual Pemikiran Keislaman Kiai Shaleh Darat, Jurusan Sejarah di Universitas Negri Semarang.
Fahar bin ‘Abdurrahmān bin Sulaimān al-Rūmī, Usūl al-Tafsīr Wa manāhijuhu, (ttp, Maktabah al-Taubah, 1419 H.
Abu Ibrahim Muhammad Ibn Umar As-Samarani, Faid al-Rahman Fi Tarjamati Tafsiri Kalami Maliki ad-Dayyan (Singapura: Haji Muhammad Amin, 1314.
Qaṭṭān, Mannā’ (Al), Pengantar Studi Ilmu Al-Qur`an, terj. Aunur Rafiq El-Mazni, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2004.



[1] Masrur, “Tafsir Fa’id Ar-Rahman dan RA. Kartini” (Jurnal At Taqaddum, di IAIN Walisongo Semarang, 2008, 30.
[2] Heri Ruslan, Hujjatul Islam, (t.tp.: Repubika, 2011), 5.
[3] Muhammad Nasih, “Hadis-Hadis Dalam Kitab Tafsir Fa’id Al-Rahman Karya Kiai Shaleh Darat, (Skripsi di UIN Walisongo Semarang, 2015), 46-47.
[4] Muhammad Nasih, “Hadis-Hadis Dalam Kitab Tafsir Fa’id Al-Rahman Karya Kiai Shaleh Darat, (Skripsi di UIN Walisongo Semarang, 2015),., 49.
[5] Ibid., 52-53.
[6] Ibid., 58
[7] Mukhamad Shokheh,”Tradisi Intelektual Ulama Jawa: Sejarah Sosial Intelektual Pemikiran Keislaman Kiai Shaleh Darat, Jurusan Sejarah di Universitas Negri Semarang, 153
[8] Mukhamad Shokheh,”Tradisi Intelektual Ulama Jawa: Sejarah Sosial Intelektual Pemikiran Keislaman Kiai Shaleh Darat, Jurusan Sejarah di Universitas Negri Semarang, 60.
[9] Heri Ruslan, Hujjatul Islam, (t.tp.: Repubika, 2011), 5.
[10] Ibid., 5.
[11] Fahar bin ‘Abdurrahmān bin Sulaimān al-Rūmī, Usūl al-Tafsīr Wa manāhijuhu, (ttp, Maktabah al-Taubah, 1419 H), hal 57.
[12] Abu Ibrahim Muhammad Ibn Umar As-Samarani, Faid al-Rahman Fi Tarjamati Tafsiri Kalami Maliki ad-Dayyan (Singapura: Haji Muhammad Amin, 1314) h. 423-424
[13] Muhammad Nasih, Kualitas Hadis-Hadis Dalam Kitab Tafsir Faiḍ al-Rahman Karya  Kiai Shaleh Darat, (Semarang, Skripsi, Universitas Agama Isalam Negeri Walisongo 2015), hal, 60.
[14] Fahar bin ‘Abdurrahmān bin Sulaimān al-Rūmī, Usūl al-Tafsīr Wa manāhijuhu, (ttp, Maktabah al-Taubah, 1419 H), hal 71.
[15] Mannā’ Al-Qaṭṭān, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur`an, terj. Aunur Rafiq El-Mazni, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2004), hal. 440.
[16] Khālid ‘Abdurrahman al-‘Ikk, Uṣūl al-Tafsīr Wa Qawā’iduhu, (ttp, Dāru al-nafāis, 1986), hal, 111.
[17] Masrur, “Tafsir Fa’id Ar-Rahman dan RA. Kartini” (Jurnal At Taqaddum, di IAIN Walisongo Semarang, 2008, 30.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar