KAJIAN HADIS DI INDONESIA
(PEMIKIRAN ALI MUSTAFA YAQUB TERHADAP HADIS)
Makalah
Diajukan Untuk
Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Sejarah
Perkembangan Kajian Hadis Di Indonesia
Dosen Pengampu:
TSALIS
MUTTAQIN, Lc M.Th.I
Oleh:
Khoirudin Azis
NIM: 2013.01.01.184
PROGRAM STUDI
ILMU AL-QUR`AN DAN TAFSIR
SEKOLAH TINGGI
AGAMA ISLAM (STAI) AL ANWAR
SARANG REMBANG
2016
Foto Persami dalam Rangka Pemantapan Calon Bantara dan Laksana
SMK N 2 Blora Masa Periode 2014/2015
I. Pendahuluan
Islam di Indonesia mengalami perkembaangan yang begitu
pesat. Hal tersebut terbukti dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk
Indonesia yang beragama Islam. Tidak hanya penduduknya yang mengalami
perkembangan dalam kuantitas beragama Islam, namun pendidikan-pendidikan Islam
di Indonesia juga mengalami perkembangan. Lembaga-lembaga pendidikan Islam di
Indonesia terus meningkat jumlahnya dan banyak mengkaji ilmu-ilmu Islam
misalnya, ilmu fikih, ilmu al-Qur`an, ilmu tafsir dan masih banyak yang lainya.
Namun, dari banyaknya ilmu Islam yang dikaji ada beberapa kajian ilmu yang lamban
berkembang, salah satunya yaitu kajian hadis.
Ulama
Nusantara khususnya di Indonesia, mulanya hanya membaca dan mengajarkan
kitab-kitab Hadis seperti Bulug al-Maram karya Ibn Hajar
al-‘Asqalaniy, Matn al-Arba‘în karya al-Nawawiy,
dan Matn
al-Bayquniyah karya al-Suyuthiy serta kitab-kitab fiqh klasik
khususnya dalam mazhab al-Syafi‘iy, tanpa mengadakan pengkajian dan pemeriksaan
terhadap kesahihan sanad dan matan-nya.
Mereka beranggapan bahwa hasil ijtihad para ulama terdahulu sudah final, hingga
ulama-ulama sekarang tidak perlu mengkaji dan memeriksa sahih tidaknya suatu
Hadis. Hal itulah yang
menyebabkan dan salah satu faktor yang mempengaruhi kurang berkembangnya kajian
hadis di Indonesia. Namun, meski perkembangan kajian hadis di Indonesia kurang
berkembang ada beberapa ulama yang menjadi tokoh besar ahli hadis dari
Indonesia yaitu Ali Mustafa Yaqub.
Oleh sebab itu, di dalam makalah ini akan mencoba
membahas tokoh ahli hadis asal Indonesia tersebut yang meliputi: biografi Ali
Mustafa Yaqub, guru-gurunya, karya-karyanya dan pemikiranya.
II. Biografi Ali Mustafa Yaqub
Ali Mustafa Yaqub merupakan seorang imam besar di masjid Istiqlal.
Beliau lahir di desa Kemiri, kecamatan Subah, Kabupaten Batang Jawa Tengah,
pada tanggal 2 Maret 1952.[1]
Ali Mustafa Yakub lahir dan tumbuh dalam lingkungan keluarga yang taat beragama
Islam dan berkecukupan. Pada masa kecilnya setelah pulang dari belajar di
sekolah dasar (SD) di tempat kelahiranya, ia membantu temannya menggembala
kerbau di lereng-lereng bukit pesisir Utara Jawa Tengah.[2]
Kebiasaan ini kelak membentuk karakter dan kepribadiannya yang tegas, kritis
dan peduli.
Ayahnya bernama Yaqub, seorang muballig terkemuka pada zamannya dan imam
di masjid-masjid Jawa Tengah. Ayahnya memiliki misi “Menegakkan Amar Ma’ruf dan
memberantas kemungkaran”. Sejak matahari terbit sampai terbenam ayahnya
melakukan rutinitas belajar dan mengajar. Ayahnya mengajar tanpa pamrih dan
hanya mengharap Ridha Allah Subḥānahu
wa Ta’ālā, berjiwa
besar, bersahaja dan tegas dalam membela agama Allah Subḥānahu wa Ta’ālā. Sedangkan ibunya bernama Zulaikha, seorang ustadzah
dan ibu rumah tangga yang ikut membantu perjuangan suaminya (Yaqub). Zulaikha
meninggal pada tahun 1996. Ali Mustafa Yaqub memiliki tujuh bersaudara, dari
tujuh bersaudara tersebut, dua diantaranya meninggal dunia, dan yang masih
hidup lima bersaudara, salah satu kakaknya yang bernama Dahlan Nuri Yaqub
mengikuti jejak ayahnya, dan sekarang menjadi pengasuh pondok pesantren
Darussalam di Batang Jawa Tengah.[3]
Semula Ali Mustafa Yaqub lebih berminat ke pendidikan umum, namun atas
arahan ayahnya, beliau dimasukkan ke pesantren. Setelah belajar di SD dan SMP
di desa kelahiranya, dengan diantar ayahnya ia mulai mondok di pesantren Seblak
Jombang sampai tingkat Tsanawiyah, rentang waktu 1966-1969. Kemudiaan beliau
pindah ke pesantren Tebu Ireng Jombang yang letaknya hanya beberapa ratus meter
dari pondok pesantren Seblak Jombang, yaitu pada tahun 1969-1972. Selanjutnya
pada pertengahan tahun 1972 beliau melanjutkan menuntut ilmu pada program study
Syari’ah Universitas Hasyim Asy’ary Jombang dan selesai pada tahun 1975.[4]
Di pesantren Tebu Ireng beliau belajar kepada kiai-kiai sepuh dalam
menekuni kitab-kitab kuning. Adapun di antara guru-guru Ali Mustafa Yaqub
selama di Tebu Ireng diantaranya yaitu:
1. KH. Idris Kamali
2. KH. Adhlan Ali
3. KH. Shobiri
4. KH. Syamsuri Badawi dan lain-lain
Dari KH. Idris Kamali ia belajar ilmu-ilmu alat (bahasa Arab), hadis dan
tafsir dengan metode sorogan (individual) dimana ia diwajibkan menghafal lebih
dari sepuluh kitab, antara lain Alfiyah Ibn Malik, al-Baiquniyyah,
al-Waraqat dan lain-lain. Dari KH. Adhlan ia belajar akhlak dan lain-lain.
Dari KH. Sobari ia belajar ia belajar ilmu hadis dan lain-lain. Sedangkan dari
KH. Syamsuri ia belajar ilmu hadis dan ilmu ushul al-Fiqh. Selain belajar
dengan guru-guru yang telah disebutkan di atas Ali Mustafa Yaqub juga pernah
belajar dengan Gus Dur (Abdurrahman Wahid), yaitu dalam bidang ilmu bahasa Arab
dan kitab Qatr al-Nada.[5]
Pada pertengahan tahun 1976 Ali Mustafa Yaqub mendapatkan beasiswa penuh
dari pemerintah Arab Saudi. Ia melanjutkan pendidikannya di Fakultas Syari’ah Universitas
Islam Imam Muhammad bin Saud, Riyadh, Saudi Arabia sampai tamat dengan ijasah Licence
(Lc), pada tahun 1980. Masih di kota yang sama, ia melanjutkan studi lagi di
Universitas King Sa’ud departemen studi Islam jurusan Tafsir Hadis sampai tamat
dengan ijasah master pada tahun 1985. Dalam menjalani bidang tafsir hadis
inilah beliau bertemu dengan guru besar hadis universitas King Saud yang
bernama Muhammad Mustafa al-A’zami. Dipilihnya fakultas Syari’ah (S1) dan
departemen Tafsir Hadis (S2) oleh Ali Mustafa Yaqub bukanlah sebuah kebetulan,
tetapi karena dalam pandangannya kedua ilmu ini (Syari’ah dan Hadis) sangat
diperlukan masyarakat.[6]
Ali Mustafa Yaqub tidak bisa langsung melanjutkan pada program doktor,
karena ketika itu di Universitas Islam Imam Muhammad bin Saud, Riyadh, belum di
buka program doktor, kemudian beliau memutuskan untuk pulang ke Indonesia.
Pada tahun 2006 Ali Mustafa Yaqub melanjutnya studi doktoralnya di Universitas
Nizami Hyderabad India di bawah bimbingan M. Hasan Hitou, guru besar fikih
Islam dan Usul Fiqh Universitas Kuwait dan direktur lembaga studi Islam
International di Fraktur Jerman. Pada pertengahan 2007 Ali Mustafa Yaqub mampu
menyelesaikan program doktornya pada konsentrasi Hukum Islam Universitas
tersebut.[7]
Setelah pulang ke Indonesia beliau aktif mengajar. Di antara tempat
mengajarnya yaitu di Institute Ilmu al-Qur`an Jakarta, Istitute Studi Ilmu-Ilmu
al-Qur`an (ISIQ/PTIQ), Pengajian Tinggi Islam Masjid Istiqlal, IAIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, dan lain sebagainya.[8]
Ali Mustafa Yaqub adalah seorang ulama yang produktif, di samping
kegiatanya yang padat, beliau masih meluangkan waktunya untuk menulis banyak
buku, diantara karya-karya beliau adalah:
1. Kritik Hadis
2. Sejarah dan Metode Dakwah Nabi
3. Fatwa-Fatwa Kontemporer
4. Hadis-hadis bermasalah
5. Hadis-Hadis palsu seputar Ramadhan
Ali Mustafa Yaqub memiliki karya buku yang
tidak sedikit jumlahnya, ada sekitar 37 karya buku. Dari banyaknya buku-buku
tersebut yang paling banyak adalah tentang hadis, karena memang Ali Mustafa
Yaqub merupakan ulama ahli hadis, sehingga kebanyakan karya-karya yang
dihasilkannya meliputi tentang hadis.
III. Pemikiran Ali Mustafa Yakub Terhadap
Hadis
A. Hadis-Hadis Palsu
Mengenai munculnya hadis-hadis palsu Ali Mustafa Yaqub
menjelaskan, hadis palsu baru muncul pada dekade ke empat Hijriyah sekitar 40
an Hijriyah setelah terbunuhnya Khalifah Ustman bin Affan. Ustman terbunuh pada
35 H. dan dimakamkan pada 36 H. Jadi, pada akhir 35 H ia wafat dan dimakamkan
di hari berikutnya, awal tahun 36 H. sejak itulah timbul klompok-klompok
politik.[9]
Seiring berkembangnya waktu, pemalsuan hadis juga
muncul di kalangan tasawuf atau sufi. Bahkan, kata Ali Mustafa Yaqub, pemalsuan
ini begitu dominan. Menurutnya ada beberapa alasan yang mendorong klompok
tasawuf pada zaman ini membuat hadis palsu, di antaranya adalah:[10]
1. Dari sisi tujuan. Mereka menganggap, ketika
umat sudah rusak ahlaknya, perlu ada dorongan untuk beramal salih. Untuk
merangsang beramal salih, mereka membuat hadis-hadis palsu.
2. Dari segi metode. Metode penetapan hadis
orang sufi tidak sama seperti ahli hadis secara umum. Mereka tidak terkait
dengan persyaratan hadis. Mereka menggunakan dua metode:
a. Metode al-Kasyf, suatu pengetahuan
yang diperoleh tanpa pembelajaran, seperti ilham. Dengan menggunakan metode
ini, sebuah hadis bisa dianggap sahih, meskipun para ahli hadis menyatakan
tidak sahih.
b. Mereka menganggap nabi masih sering datang
ke dunia, sehingga banyak menemui orang-orang tertentu. Akhirnya, banyak hadis
muncul setelah nabi wafat.
B. Kritik Hadis
Kritik hadis dalam ilmu hadis disebut dengan naqd
al-Hadis merupakan inti dari kajian-kajian dalam ilmu hadis. Sebab dengan
kritik hadis dapat diketahui mana hadis yang shahih dan mana hadis yang tidak
shahih. Selanjutnya, hadis yang shahih dijadikan hujjah, sedangkan hadis yang
tidak shahih tidak dijadikan hujjah.
Menurut Ali Mustafa Yaqub kritik hadis mencakup dua
aspek, yaitu kritik terhadap matan dan kritik terhadap sanad hadis. Dalam
sejarahnya, kritik matan hadis lahir lebih awal dari pada kritik sanad hadis.
Kritik matan sudah ada pada zaman nabi Muhammad, sementara kritik sanad baru
muncul sesudah terjadinya fitnah di kalangan umat Islam, yaitu perpecahan di
kalangan mereka menyusul terbunuhnya khalifah Usman bin Affan pada tahun 35 H.[11] Sejak
itulah setiap orang yang menyampaikan hadis selalu ditanya dari siapa ia
memperoleh hadis itu. Apabila hadis itu diterima dari Ahl al-Sunnah, maka ia
diterima sebagai hujjah dalam agama Islam. Namun, apabila hadis itu diterima dari
Ahl al-Bid’ah, maka ia ditolak sebagai
hujjah.[12]
Karena jumlah rawi-rawi hadis semakin hari semakin
banyak, sementara matan yang diriwayatkan tidak bertambah, maka dalam
perkembangan selanjutnya, porsi untuk melakukan kritik sanad yang merupakan silsilah
keguguran rawi-rawi itu semakin banyak jumlahnya. Sedangkan penelitian terhadap
matan tidak mengalami perkembangan seperti itu. Inilah yang membuat seolah-olah
para ulama kritikus hadis hanya mencurahkan perhatianya pada kritik sanad saja,
dan tidak melakukan kritik matan. Faktor inilah yang membuat sementara kaum
orientalis dan murid-muridnya menuduh bahwa bahwa para ulama ahli hadis hanya
melakukan kritik sanad, dan tidak melakukan kritik matan, sehingga hadis yang
semula dinyatakan shahih, setelah dilakukan penelitian terhadap matanya
dikemudian hari, ternyata ia tidak shahih.[13]
Di jaman modern ini, Ali Mustafa Yaqub pernah menyebut
nama-nama sebagai pihak-pihak yang berpandangan kritis terhadap hadis nabi
diantaranya yaitu Muhammad Abduh (w. 1905), Rasyid Ridha (w. 1935), Ahmad Amin,
Ismail Adham, dan Abu Rayyah. [14]
Ada banyak hadis yang dikaji atau diteliti oleh Ali
Mustafa Yaqub. Salah satu contoh yang di kritik oleh beliau adalah seperti
contoh di bawah ini:
من حج البيت ولم يزرنى[15]
Orang yang beribadah haji di Baitullah, dan
ia tidak menziarahi aku, maka sesungguhnya ia telah memusuhi aku.
Sumber
kelemahan atau kepalsuan hadis ini adalah dua hal, yaitu sanad dan matan. Dari
segi sanad, dalam hadis ini terdapat rawi yang bernama Muhammad bin Muhammad,
dan kakeknya al-Nu’man bin Syibl. Dua orang rawi cucu berkakek ini sangat lemah
periwayatan hadisnya. Muhammad bin Muhammad dalam beberapa sumber terdapat
salah cetak sehingga tertulis Muhammad bin Mahmud adalah matruk (dituduh
berbuat dusta ketika meriwayatkan hadis karena perilaku sehari-harinya dusta).
Sementara kakeknya, al-Nu’man bin Syibl, dimana Muhammad bin Muhammad
meriwayatkan hadis daripadanya juga dijuluki sebagai pembohong. Karenanya,
kedua perowi ini gugur periwayatan hadisnya, dan hadis-hadis yang mereka
riwayatkan dinilai sebagai hadis palsu.[16]
Dari segi
matan, hadis ini juga tidak sahih (palsu). Sebab menyetrui nabi adalah
perbuatan yang membawa konsekuensi dosa besar atau dapat disebut kafir. Hal ini
berarti orang yang beribadah haji wajib berziarah ke makam nabi itu hukumnya
wajib sebagaimana ibadah haji. Tampaknya tidak pernah ada seorang ulama yang
berfatwa demikian. Bahkan orang awampun tidak mengatakan seperti itu.[17]
IV. Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan sebagai berikut:
Ali Mustafa Yaqub merupakan seorang imam besar di
masjid Istiqlal. Beliau lahir di desa Kemiri, kecamatan Subah, Kabupaten Batang
Jawa Tengah, pada tanggal 2 Maret 1952. Ayahnya nernama Yaqub dan ibunya
bernama Zulaikha. Beliau adalah ulama ahli hadis dari Indonesia. Di antara
guru-gurunya adalah KH. Idris Kamali, KH. Adhlan Ali, KH. Shobiri, KH. Syamsuri
Badawi dan lain-lain.
Ali Mustafa Yaqub menjelaskan, hadis palsu baru muncul
pada dekade ke empat Hijriyah sekitar 40 an Hijriyah setelah terbunuhnya
Khalifah Ustman bin Affan. Ustman terbunuh pada 35 H. dan dimakamkan pada 36 H.
Jadi, pada akhir 35 H ia wafat dan dimakamkan di hari berikutnya, awal tahun 36
H. sejak itulah timbul klompok-klompok politik
Menurut Ali Mustafa Yaqub kritik hadis mencakup dua
aspek, yaitu kritik terhadap matan dan kritik terhadap sanad hadis. Dalam
sejarahnya, kritik matan hadis lahir lebih awal dari pada kritik sanad hadis.
Kritik matan sudah ada pada zaman nabi Muhammad, sementara kritik sanad baru
muncul sesudah terjadinya fitnah di kalangan umat Islam, yaitu perpecahan di
kalangan mereka menyusul terbunuhnya khalifah Usman bin Affan pada tahun 35 H.
DAFTAR PUSTAKA
Abbas, Hasjim. Kritik Matan Hadis Versi
Muhaddisin dan Fuqaha. Yogyakarta: Teras. 2004.
Cholidah, Ni’ma Diana. “Kontribusi
Ali Mustafa Yaqub Terhadap Perkembangan Kajian Hadis Kontemporer Di Indonesia”. Skripsi, di UIN Syarif
Hidayatyllah Jakarta. 2011.
Faury, AlauddĪn Aly Ibn Hisām al-DĪn al-Muttaqy
al-Hindy al-Burhan. Kanzu al
Amāl Fi Sunnani al-Aqwāl wa al-Af’āl. tp.: Mu’asasah
al-Risālah, 1981.
Ruslan, Heri Ruslan. Hadis-Hadis Palsu.
ttp: Republika, 2011.
Yaqub, Ali Mustafa. Hadis-Hadis Palsu
Seputar Ramadhan. Jakarta: Pustaka Firdaus. 2003.
Yaqub, Ali Mustafa. Sejarah Dan Metode Dakwah Nabi. Jakarta:
Pustaka Firdaus. 1997.
Yaqub, Ali Mustafa. Kritik Hadis.
Jakarta: Pustaka Firdaus. 1995.
Yaqub, Ali Mustafa. Hadis-Hadis
Bermasalah. Jakarta: Pustaka Firdaus. 2012.
[3] Ni’ma Diana Cholidah, “Kontribusi Ali Mustafa Yaqub Terhadap
Perkembangan Kajian Hadis Kontemporer Di Indonesia”, (Skripsi,
di UIN Syarif Hidayatyllah Jakarta, 2011), 11-12.
[5] Ni’ma Diana Cholidah, “Kontribusi Ali Mustafa Yaqub Terhadap
Perkembangan Kajian Hadis Kontemporer Di Indonesia” 12-13.
[6] Ni’ma Diana Cholidah, “Kontribusi Ali Mustafa Yaqub Terhadap
Perkembangan Kajian Hadis Kontemporer Di Indonesia” 12-13.
[11] Hasjim Abbas, Kritik Matan Hadis Versi Muhaddisin dan Fuqaha,
(Yogyakarta: Teras, 2004), vi-vii.
[15] ‘AlauddĪn Aly Ibn Hisām al-DĪn al-Muttaqy al-Hindy al-Burhan Faury, Kanzu al-Amāl Fi Sunnani al-Aqwāl wa al-Af’āl, (tp.:
Mu’asasah al-Risālah, 1981), 5: 135.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar