HERMENEUTIKA AL-QUR`AN: STUDI METODE
FAZLUR RAHMAN DALAM MENAFSIRKAN AL-QUR`AN
Makalah
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Hermeneutika Dalam Kajian Al-Qur`an
Dosen Pengampu:
M. Aly Haidar, M.S.I
Oleh:
Muhammad Musta’id
NIM: 2013.01.01.151
Khoirudin Azis
NIM: 2013.01.01.184
PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR`AN DAN TAFSIR
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) AL
ANWAR
SARANG REMBANG
2016
HERMENEUTIKA
AL-QUR`AN: STUDI METODE FAZLUR RAHMAN DALAM MENAFSIRKAN AL-QUR`AN
Oleh: Muhammad Musta’id dan Khoirudin Azis
Foto Dewan Kehormatan Ambalan Gajah Mada dan Nyi Ageng Serang Smk N 2 Blora
I.
Pendahuluan
Al-Qur’an
merupakan bukti kebenaran nabi Muhammad sekaligus petunjuk untuk manusia sampai
kapan dimanapun, memiliki perbagai macam keistimewaan.
Keistimewaan-keistimewaan tersebut antara lain susunan bahasanya yang unik dan
memesonakan, sifat agung yang tidak seorangpun mampu mendatangkan hal yang
serupa, bentuk undang-undang yang komprehensif melebihi undang-undang buatan
manusia, memuat pengetahuan yang tidak bertentangan dengan pengetahuan umum
yang dipastikan kebenarannya, memenuhi segala kebutuhan manusia, mengandung
makna-makna yang dapat dipahami oleh siapa pun yang memahami bahasanya walaupun
tingkat pemahaman mereka berbeda, sesuai dengan kecenderungan, interest, dan
motivasi mufassir, sesuai denga missi yang diemban, kedalaman dalam ragam ilmu
yang dikuasai, serta kemampuan dan kondisi soio kultural yang membangun
karakter dan kondisi sosio kultural masyarakat yang dihadapi.
Pada dasarnya untuk mengatasi suatu problem, umat Islam
memerlukan pemahaman terhadapa Alquran dan Sunah nabi yang menjadi sumber hukum dan pedoman hidupnya.
Berkaitan dengan hal ini, untuk memahami al-Qur’an dan
Sunah, Fazlur Rahman menawarkan sebuah teori yang dikenal dengan istilah teori
gerak ganda (double movement theory). Teori ini merupakan suatu proses
penafsiran yang ditempuh melalui dua gerakan (langkah) dari situasi sekarang ke
masa al-Qur`an
diturunkan dan kembali pada masa sekarang.
Oleh
karena itu, di dalam makalah ini akan mencoba membahas tentang Hermeneutika Fazlur Rahman, yang mencakup:
Biografi Fazlur Rahman, Double Movement Theory, Kelemahan Double Movement Theory, pengaruh Fazlur Rahman Terhadap Pembaharuan Hukum Islam,
II.
Pemikiran Hermeneutika Fazlur Rahman
A. Biografi Fazlur Rahman
Fazlur Rahman merupakan intelektual
kontomporer yang dilahirkan pada tanggal 21 September 1919, di daerah Hazara
(Barat Laut Pakistan). Ayahnya, Maulana Syahab al-Din, seorang ulama terkenal
lulusan madrasah Deoband. Meskipun berpendidikan agama sistem tradisional,
Syahab sangat menghargai sistem pendidikan modern.[1]
Tidak seperti kebanyakan ulama di
zamannya yang menentang dan menganggap pendidikan moderen dapat meracuni keimanan
dan moral, Maulana Syahab meyakini bahwa Islam harus menghadapi realitas
kehidupan moderen, tidak saja sebagai sebuah tantangan tetapi juga merupakan
kesempatan. Keyakinan inilah yang kelak dipraktekkan ayahnya pada diri Fazlur
Rahman dan bahkan terus bertahan dalam menanamkan nilai-nilai kebenaran, kasih
sayang dan kejujuran, terutama nilai cinta yang ditampakkan pada Fazlur Rahman
sewaktu kecil.[2]
Pendidikan dasar yang dilalui Fazlur
Rahman pada usia sekolah adalah dalam bidang wacana Islam tradisional di bawah
bimbingan ayahnya. Wacana pendidikan Islam tradisional biasanya diawali dengan
menghafal teks al-Qur`an, disamping mempelajari Bahasa Arab, bahasa Persia,
Ilmu retorika, sastra, logika, filsafat, kalam, fiqih, hadis dan tafsir. Tentu
saja harus diakui, wacana-wacana ini prosentasi dan muatannya relatif berbeda
pada masing-masing madrasah.
Ketika Fazlur Rahman berusia 14
tahun (1933 M), keluarganya hijrah ke Lahore, kota dimana Fazlur Rahman
menerima pendidikan modern, disamping tetap menimba pengetahuan Islam
tradisional dibawah asuhan ayahnya. Pada tahun 1940 M, ia menyelesaikan Sarjana
Muda (B.A.) dalam jurusan Bahasa Arab di Universitas Punjab. Dua tahun kemudian
ia memperoleh gelar Master of Arts (M.A.) dalam jurusan dan universitas yang sama.
Pada tahun 1946 M, ia melanjutkan studi pada progran doctor (Ph.D Program) di
Universitas Oxford, Inggris. Pada program ini Fazlur Rahman mengkonsentrasikan
kajiannya dalam jurusan Filsafat Islam. Ia merampungkan studi Doktornya dalam
waktu 3 tahun (1946-1949) dengan disertasi yang ditulisnya berjudul Avicenna’s
Psychology.[3]
Setamat dari Oxford University,
Rahman tidak langsung pulang ke Pakistan. Selama beberapa tahun, ia memilih
mengajar di Eropa. Ia menjadi dosen bahasa Persia dan filsafat Islam di Durha
University Inggris pada 1950-1958. Selanjutnya, atas berbagi pertimbangan, ia
pindah ke McGill University Kanada untuk menjadi associate professor pada
bidang Islamic Studies. Namun, tiga tahun kemudian, semangat patriotik
kenegaraannya mengalahkan segalanya.[4]
Situasi ketika ia dilahirkan memberi
pengaruh bagi perkembangan pemikirannya dikemudia hari. Perdebatan publik di
natara berbagai golongan Muslim yang terjadi sebelum kelahirannya mewarnai
kehidupan sosial negerinya. Perdebatan ini mulai menanjak ketika Pakistan
dinyatakan berpisah dari India. Pakistan
berdaulat sebagai sebuah negara merdeka pada 14 Agustus 1947. Akibatnya,
gologan-golongan yang berseteru semakin mendapatkan angin segar untuk
mewujudkan ide-ide mereka. Ide-ide untuk memberi identitas “Islam” bagi negara
barunya.
Paling tidak, ada tiga kubu yang
berseteru: kaum modernis, kaum tradisionalis, dan kaum fundamentalis.[5]
Diantara ide dan gagasan yang diperdebatkan oleh ketiga kelompok yang berseteru
berkisar masalah bagaimana membentuk negara Pakistan pasca merdeka dari India.[6]
Kaum modernis merumuskan konsep kenegaraan Islam dalam bingkai term-term
ideologi modern. Kaum tradisionalis menawarkan konsep kenegaraan yang
berdasarkan atas teori-teori politik tradisional Islam: khalifah dan imamah.
Sedangkan kaum fundamentalis mengusulkan konsep kenegaraan “kerajaan Tuhan”.
Perdebatan ini terus berlanjut hingga melahirkan berbagai konstitusi dengan
amandemennya.
Di tengah perdebatan inilah, Rahman
kelak tampil dan mengemukakan gagasannya. Latar belakang ini, dengan demikian,
menjadi pemicu baginya untuk mendalami seluk beluk keilmuan islam dan menguasai
berbagai arus metodologi pemikiran.[7]
B.
Double Movement Theory
Double movement theory atau dalam
bahasa Indonesia disebut teori gerak ganda adalah teori yang digunakan oleh
Rahman dalam memahami al-Qur`an dan hadis Nabi.
Dalam pandangan Rahman al-Qur`an adalah firman Allah yang pada dasarnya adalah
satu kitab mengenai prinsip-prinsip dan nasehat-nasehat keagamaan dan moral
bagi manusia, dan bukan sebuah dokumen hukum, meskipun ia mengandung sejumlah
hukum-hukum dasar seperti salat, puasa dan haji. Menurutnya, dari awal hingga
akhir, al-Qur`an selalu
memberikan penekanan pada semua aspek moral yang diperlukan bagi tindakan
kreatif manusia. Oleh karenanya, kepentingan sentral al-Qur`an adalah manusia
dan perbaikannya.
Hal yang senada juga diungkapkan Rahman
mengenai sunnah Nabi Ṣalla
Allāh Alayhi wa Sallam.
Ia beranggapan
bahwa sunnah Nabi Ṣalla Allāh Alayhi wa Sallam merupakan
substansi perbaikan manusia. Dan oleh karena itu, menghidupkan al-sunnah
merupakan suatu keharusan dalam melakukan pembaharuan. Dengan demikian bisa
disimpulkan bahwa sejumlah aturan-aturan hukum di dalam al-Qur`an dan al-Sunnah
tidaklah bersifat final melainkan berlaku untuk selamanya, senantiasa berubah
dengan landasan utamanya yaitu kesesuaiaannya dengan alam realitas yang selalu
berubah pula, baik waktu atau tempatnya.[8]
Dari latar
belakang pemikirannya itu, Rahman menggunakan teori gerak ganda atau teori double
movement yang ia prakarsai dalam memberi pandangan terhadap al-Qur`an, khususnya terhadap ayat-ayat hukum.Teori ini merupakan
suatu proses penafsiran yang ditempuh melalui dua gerakan (langkah) dari
situasi sekarang ke masa al-Qur`an diturunkan dan situasi dimasa turunnya
al-Qur`an kembali pada masa
sekarang.[9]
1.
Situasi sekarang menuju ke masa turunnya al-Qur`an
Maksud gerak
pertama pada teori Fazlur Rahman ini adalah menghendaki adanya pemahaman makna al-Qur`an dalam konteks
kesejarahannya baik secara spesifik di mana kejadian itu berlangsung (mikro)
maupun secara global bagaimana kondisi sekitar kejadian itu pada umumnya
(makro). Hasil pemahaman ini akan dapat membangun makna asli (original
meaning) yang dikandung oleh wahyu ditengah-tengah konteks sosial, moral
era kenabian, sekaligus juga dapat diperoleh gambaran situasi dunia yang lebih
luas pada umumnya saat ini. Penelitian dan pemahaman pokok-pokok semacam itu
akan menghasilkan rumusan narasi atau ajaran al-Qur`an yang koheren tentang prinsip-prinsip
umum dan sistematik serta nilai yang melandasi berbagai perintah-perintah yang
bersifat normatif. Di sinilah, peran penting konsep sebab turunnya ayat (asbāb
an-nuzūl).[10]
Menurut hemat penulis secara sederhana, dalam gerak yang
pertama ini seseorang akan memperoleh dua hal, yakni ideal moral dari suatu
hukum dan legal formal atau bentuk dari suatu hukum tersebut.
2.
Situasi dari
masa turunnya al-Qur`an kembali ke
masa sekarang
Adapun yang dimaksud dengan gerak kedua ini adalah upaya
untuk menerapkan prinsip dan nilai-nilai sistematik dan umum dalam konteks
penafsiran pada era kontemporer sekarang. Untuk mempraktikan gerak kedua ini
tentunya mensyaratkan sebuah pemahaman (analisis) yang kompleks terhadap suatu
permasalahan.[11]
Konstruksi pemikiran Rahman tentang hermeneutika al-Qur`an dengan teori
gerak gandanya adalah merupakan respon terhadap penafsiran dan pemahaman al-Qur`an yang bersifat
“anomistis” serta pemahaman dan pendekatan sepotong-sepotong terhadap al-Qur`an yang biasa
digunakan oleh para mufasir abad pertengahan, bahkan juga oleh para mufasir
tradisional era kontemporer sekarang. Puncak dari penafsiran dan pemahaman al-Qur`an
yang bersifat anomistis ini adalah ketika munculnya ideologi penerapan hukum
yang kering, yakni pada era di mana fungsi hukum tidak dapat memelihara,
melindungi dan mengayomi budaya hukum yang selalu bergerak dinamis dan
energetik.[12]
Pada wilayah kerja yang sesungguhnya bersifat dialektis antara hukum dan etik,
para penafsir hukum, ulama, dai, para tokoh dan organisasi sosial keagamaan
hanya meletakkan tekanan pada ayat-ayat al-Qur`an yang terisolasi antar satu
dan yang lainnya dan hanya mampu mengemukakan contoh-contoh yang sangat khusus.
Sangat sedikit perhatian pada prinsip-prinsip umum (general principle)
yang berada di bawah berbagai ayat-ayat atau tema-tema yang khusus.[13]
C.
Kelemahan Double Movement Theory
Jamal Abdul Aziz dalam jurnalnya
mengatakan bahwa teori gerak ganda ini memiliki beberapa kelemahan. Di antara kelemahan teori gerak ganda yang sering disoroti
sebagian pengamat adalah teori ini hanya dapat diterapkan pada kasus-kasus
yang bisa ditemukan teksnya dalam al-Qur`an
dan sunah
yang diketahui latar belakang sosio-historisnya. Sedangkan pada kasus-kasus yang hanya bisa ditemukan teksnya
sementara latar belakangnya tidak diketahui atau bahkan sama sekali tidak
ditemukan teksnya, teori ini tidak dapat diterapkan dan Rahmanpun tidak
memberikan penjelasan. Dengan ketidakjelasan ini dapat disimpulkan
bahwa teori ini hanya berkepentingan untuk memberikan metode yang
terbatas pada pemahaman terhadap teks wahyu daripada sebuah metode
penggalian hukum itu sendiri.
Penilaian ini diperkuat
oleh fakta bahwa Rahman sendiri menamakan usaha memahami al-Qur`an dengan
cara menerapkan teori gerak ganda sebagai bentuk qiyas yang
sesungguhnya. Sebagaimana diketahui qiyas hanya mungkin dilakukan manakala kasus
hukum yang baru memiliki padanannya dalam teks wahyu. Jadi tidaklah
mengherankan bila teorinya ini tidak bisa diterapkan pada kasus-kasus yang tidak
diketahui latar belakang sosio-historisnya teks dalam al-Qur`an dan sunah.[14]
Selain bahwa dalam
kenyataannya teori ini hanya dapat diterapkan pada kasus-kasus yang bisa
ditemukan teksnya dalam al-Qur`an dan sunah yang diketahui latar
belakang sosio-historisnya, teori ini juga sangat sulit untuk diterima oleh
masyarakat Islam pada umumnya yang telah mendapat doktrin klasik “Apa yang ada
di al-Qur`an
harus dilakukan sesuai bunyi teks al-Qur`an tersebut dan tidak boleh
dirubah-rubah”.
Berbeda dengan teori gerak ganda,
metode pemahaman, khususnya metode istinbat hukum, terhadap
teks-teks wahyu yang selama ini dipraktekkan para ulama dan yang kemudian
diajarkan secara luas dalam bentuk ilmu usul fikih
jauh lebih mudah dimengerti dan diterapkan.
Seorang penafsir al-Qur`an misalnya,
tidak perlu repot-repot mencari dan memahami
konteks sosio-historis munculnya hukuman
potong tangan bagi pencuri karena sudah begitu jelas disebutkan
dalam teks. Mereka hanya perlu memastikan pengertian yang dikandung dalam lafaz
nas tersebut dari aspek 'ām-khās,
haqiqah-majaz dan sebagainya.[15]
D.
Pengaruh Pemikiran
Fazlur Rahman Terhadap Pembaharuan Hukum Islam
Terlepas dari pendapat Jamal Abdul Aziz dalam jurnalnya
yang mengatakan bahwa salah satu pemikiran Rahman yakni teori Gerak Ganda
mempunyai kelemahan, namun secara nyata pemikirannya telah melanda hampir
seluruh dunia melalui karya tulisnya yang telah diterjemahkan kedalam berbagai
bahasa. Hal ini menunjukan bahwa pemikiran Rahman dapat diterima kaum Muslim
dari berbagai konteks sosio kultural terlebih lagi oleh mereka yang sibuk
mempelajari.[16]
Kehadiran Fazlur Rahman dalam peta pemikiran hukum Islam
seolah-olah merupakan jawaban metodologi dan pembaharuan hukum Islam yang
selama ini menjadi perdebatan di antara para ahli hukum Islam. Di Indonesia
sendiri ada beberapa tokoh yang ikut menaruh perhatian yang sangat serius
terhadap pembaharu hukum Islam seperti Hazairin dan Hasbi ash-Shiddieqy. Jika
melihat usaha yang dilakukan oleh tokoh-tokoh Indonesia terhadap pembahauan
hukum Islam yang ada di Indonesia ternyata menunjukan adanya kecenderungan
kepada corak New-Modernisme yang selalu dikemukakan oleh Fazlur Rahman.
Ini dapat direpresantikan dalam peraturan perundang-undangan yang menjadi
produk legislasi di Indonesia. Ciri-cirinya adalah; pertama, mempertimbangkan
seluruh tradisi Islam, baik yang bersifat tradisional maupun yang bersifat
modern; kedua, pembedaan antara Islam normatif dan historis; ketiga, digunakannya
metode ilmiyah dalam upaya reformasi hukum Islam, berdasarkan khazanah
intelektualisme Islam klasik dan akar-akar spiritualisme Islam; keempat, Penafsiran
al-Qur`an dan sunah secara
historis, sosiologis dan kronologis; kelima, ada antara pembedaan ideal
moral dan legal spesipik, dengan mengedepankan ide moral; keenam, upaya
mensistematis metode penafsiran modernisme klasik; dan ketujuh memasukan
masalah kekinian kedalam pertimbangan reinterpretasi al-Qur`an.[17]
III. Kesimpulan
Fazlur Rahman adalah tokoh pemikir
dari Pakistan yang mempunyai kepiyawaian berfikir dan intelektualnya. Melihat
para mufassir klasik yang masih menginterpretasikan al-Qur`an yang sebagian
besar masih terkungkung dengan penginterpretasian yang menurutnya sudah tidak
relevan di era sekarang ini, karena banyak konsep-konsep islam yang sulit di
aplikasikan atau banyak masalah jika diformulasikan untuk menjawab
problem-problem yang terjadi dewasa ini.
Fazlur Rahman mengusungkan metode
hermeneutiknya yaitu double movement, Gerakan Ganda. Karena menurutnya metode
ini dapat menjawab problem-problem masyarakat yang sedang terjadi.
Metode double movement,
adalah model penafsiran al-Qur`an yang menggunakan langkah pemahaman al-Qur`an
dari situasi sekarang ini menuju ke situasi dimana al-Qur`an diturunkan,
kemudian kembali ke masa sekarang guna mengaplikasiakan dan formulasikan dengan
apa yang terjadi di situasi yang sedang terjadi. Dengan digunakannya metode
yang di usung oleh Fazlur Rahman ini, diharapkan agar manusia dapat menggunakan
al-Qur`an sebagaiman mestinya.
DAFTAR PUSTAKA
Rahman, Fazlur. Metode dan Alternatif
Neomodernisme Isla. terj. Ahsian Muhammad. Bandung: Pustaka. 1993.
Rodiah, Dkk. Studi Al-Qur’an Metode dan Konsep.
Yogyakarta: eLSAQ press. 2010.
Sibawaihi. Hermeneutika Al-quran Fazlur Rahman. Bandung:
Jalasutra, 2007.
Syamsudin, Sahiron, Abdul Mustaqim. Studi
Al-Qur’an Kontemporer. Yogyakarta: tp.
2002.
Aziz, Amal Abdul “Teori Gerak Ganda (Metode Baru Istinbat
Hukum Ala Fazlur Rahman)”. Jurnal Hermeneutika, t.tp., 2007.
Syaukani, Imam. Rekontruksi
Epistemologi Hukum Islam Indonesia. (Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada. 2006.
Manan, Abdul. Reformasi
hukum Islam di Indonesia. Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persda, 2006.
[1] Fazlur Rahman, Metode
dan Alternatif Neomodernisme Islam, terj. Ahsian Muhammad, (Bandung:
Pustaka, 1993), 13.
[2] Rodiah, Dkk, Studi
Al-Qur’an Metode dan Konsep, (Yogyakarta: eLSAQ press, 2010), 5.
[3] Rodiah, Dkk, Studi
Al-Qur’an Metode dan Konsep, 3.
[4] Sibawaihi, Hermeneutika
Al-quran Fazlur Rahman, (Bandung: Jalasutra, 2007), 4-5.
[5] Rodiah, Dkk, Studi
Al-Qur’an Metode dan Konsep
[6] Sibawaihi, Hermeneutika
Al-quran Fazlur Rahman, 18.
[9] Amal
Abdul Aziz, “Teori Gerak
Ganda (Metode Baru Istinbat
Hukum Ala Fazlur
Rahman)”, ( Jurnal Hermeneutika, t.tp., 2007), 2.
[10] Imam Syaukani, Rekontruksi Epistemologi Hukum Islam
Indonesia,
(Jakarta:
PT. Raja Grafindo
Persada, 2006), 136.
[11] Ibid., 137.
[13] Ibid., 138.
[16] Abdul Manan, Reformasi hukum Islam di
Indonesia, (Jakarta:
PT. Raja Grafindo
Persda, 2006), 236.
[17] Abdul Manan, Reformasi Hukum
Islam di
Indonesia, (Jakarta:
PT. Raja Grafindo
Persada,
2006), 228-232.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar