TAFSIR FA’ID AL-RAHMAN FI TARJAMATI KALAM MALIK
AL-DAYYAN KARYA SYAIKH SHALEH DARAT
AL SAMARANI
Paper
Diajukan Untuk
Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Sejarah
Perkembangan Tafsir di Indonesia
Dosen Pengampu:
M. Asif, M.Ud
Oleh:
Khoirudin Azis
NIM:
2013.01.01.184
Ahmad Fuaddin
NIM: 2013.01.01.1.
PROGRAM STUDI
ILMU AL QUR`AN
DAN TAFSIR
SEKOLAH TINGGI
AGAMA ISLAM AL ANWAR SARANG REMBANG
2016
Foto Dewan Kehormatan Ambalan Smk N 2 Blora Tahun 2012
I. Mengenal Syaikh Shaleh Darat al-Samarani
A. Biografi Syaikh Shaleh Darat
Nama lengkapnya adalah Muhammad Shaleh Ibn Umar
al-Samarani. Lahir di desa Kedung Jumbleng, kecamatan Mayong, kabupaten Jepara,
Jawa tengah, sekitar tahun 1820 M. Ada juga yang menyebutnya lahir di desa Bangsri
Jepara, namun informasi tentang tempat kelahiranya di desa Kedung Jumbleng
lebih kuat dari pada yang di desa Bangsri.[1] Beliau
wafat di Semarang pada hari Jum’at legi tanggal 28 Ramadhan 1321 H/18 Desember
1903 M. Di makamkan di Pemakaman Umum Bergota Semarang.[2]
Di kalangan para Kiai Jawa maupun Semarang dan
sekitarnya lebih dikenal dengan sebutan “Kiai Shaleh Darat” atau “Mbah Shaleh
Darat”. Sebutan itu, beliau akui sendiri dan tertera pada sampul karya tulisnya
yang berjudul “ Syarh Barzanji”. Di sebut Kiai Shaleh Darat, karena beliau
tinggal di kawasan yang bernama “Darat”, yaitu suatu daerah dekat pantai utara
Semarang, tempat mendarat orang-orang dari luar Jawa. Kini “Darat” termasuk
wilayah kelurahan Dadapsari kecamatan Semarang Utara.[3]
B. Guru-Guru Syaikh Shaleh Darat
Di antara guru-guru beliau adalah:
1. KH. M. Syahid, cucu Kiai Mutamakkin.
2. KH. R. Muhammad Salih ibn Asnawi, tokoh
sufi di Kudus.
3. Syaikh M. al-Muqri al Misri al-Makki
4. Syaikh M. ibn Sulaiman Hasbullah, pengajar
di masjid al-Haram dan al-nabawi
5. Sayyid Muhammad ubn Zaini Dahlan[4]
C. Murid-Murid Syaikh Shaleh Darat
Syaikh Shaleh Darat mampu mendidik santri-santrinya
dengan baik, di antara murid-murid beliau adalah:
1. KH. Hasyim Asy’ari, pendiri NU
2. KH. Ahmad Dahlan, Pendiri Muhammadiyyah
3. R.A. Kartini, pahlawan nasional Indonesia
4. KH. Mahfudh ibn Abdullah ibn Abdul Manan,
keturunan raja dari Brawijaya 7.[5]
D. Karya-Karya Syaikh Shaleh Darat
Syaikh Shaleh Darat merupakan ulama besar dari
Indonesia yang sangat produktif. Di antara karya-karya beliau adalah:
1. Faid al-Rahman fi Tarjamati Kalam Malik
al-Dayyan
2. Kitab Hadis Mi’raj
3. Kitab Manasik Kaifiyah al-Salat
al-Musaffirin
4. Manasik al-Hajj wa al-Umrah[6]
5. Majmu’at al-Syari’at al-Kafiyat li al-Awam
6. Matn al-Hikam
7. Kitab Tarjamah Sabil al-’Ibad ‘ala Jauhar
al-Tauhid[7],
dan msih banyak kitab lainnya.
II. C
A. Latar Belakang Penulisan
Penulisan kitab Tafsir Fa’id al-Rahman dilatar
belakangi keinginan Kiai Shaleh Darat untuk menerjemahkan al-Qur`an ke dalam
bahasa Jawa sehingga orang-orang awam pada masa itu bisa mempelajari al-Qur`an
karena saat itu orang-orang tidak bisa bahasa Arab.[8]
Selain itu, penulisan kitab tafsir tersebut juga atas ide dan permintaan salah
satu muridnya asal Jepara, yang sampai saat ini namanya masih harum di
Nusantara, yaitu Raden Ajeng Kartini, Putri dari bupati Jepara. Ketika itu Syaikh
Shaleh Darat sedang melakukan pengajian di pendopo kesultanan Demak, di tempat
itu juga hadir Raden Ajeng Kartini karena ia merupakan salah satu keponakan dari
bupati Demak yang bernama Ario Hadiningrat. Dalam pengajiannya itu, Syaikh
Shaleh Darat mengupas makna surah al-Fatihah. Raden Ajeng Kartini tertarik pada
cara Syaikh Shaleh Darat dalam menguraikan makna ayat-ayat tersebut. Kemudian
ia meminta agar al-Qur`an diterjemahkan ke dalam bahasa Jawa. Ketika itu Raden
Ajeng Kartini juga berkata “Tidak ada gunanya membaca kitab suci yang tidak
diketahui artinya.[9]
Ide Raden Ajeng Kartini tersebut di sambut gembira
oleh Syaikh Shaleh Darat, meski beliau tahu hal tersebut dapat memenjarakan
dirinya sendiri, tapi tetap akan dilakukan. Hal tersebut dapat menimpa pada
dirinya karena pada saat itu Indonesia sedang dikuasai dan dijajah oleh Hindia-Belanda
dan di larang melakukan segala bentuk penerjemahan al-Qur`an.
Syaikh Shaleh Darat dalam penulisan kitab tafsirnya menggunakan
huruf Arab gundul atau tanpa harokat (pegon), yang disusun memebentuk kata-kata
dalam bahasa Jawa. Al-Qur’an terjemahan ke dalam bahasa Jawa itu kemudian di
beri judul tafsir Fa’id Abdu al-Rahman. Hal tersebut dikarenakan agar tidak
dicurigai oleh penjajah.[10]
Dalam dunia tafsir secara garis besar manhaj yang diikuti
mufassir dibagi menjadi empat, yaitu menggunakan manhaj tahlīlī, ijmālī,
muqārin, mauḍū’i. Dalam pengamatan kami kitab tafsir ini menggunakan manhaj
tahlīlī. Manhaj tahlīlī adalah sebuah manhaj yang
ditempuh seorang mufassir dalam menafsirkan al-Qur`an jika dilihat dari segi
penyusnannya adalah sesuai dengan urutan mushaf, baik penafsirannya itu satu
jumlah dari sebuah ayat yang terus menerus atau satu surat yang sempurna atau
seluruh al-Qur`an. Jika dilihat dari segi penjelasannya manhaj tahlīlī
menjelaskan semua yang berhubungan dengan ayat, dari segi mankna
lafaz-lafaznya, menjelaskan segi balagha di dalamnya, asbāb al-nuzūl-nya,
hukumnya dan maknanya dan lain sebagainya.[11] Manhaj
tahlīlī dalam segi penjelasannya bisa dilihat dalam penafsiran
Muhammad Shaleh Ibn Umar al-Samarani dalam muqaddimah surat al-fatiḥah:
لا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ
قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ
بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى لا انْفِصَامَ لَهَا وَاللَّهُ
سَمِيعٌ عَلِيمٌ
معنى الَشاري
ستهونى اكاما كع حق ايكو اورا حاصيل كلوان فكسائن كرانا اعكع اران اكاما اسلام ايكو مانوت لن فسره مراع فرنتهي الله سبحانه و تعالى اعدالم ظاهري لنارف تسلم فسره مرع حق اعدالم باطني سرتني اتينى اور سوسه ٢ لن اور روفك، قال "ان الدين عند الله الَسلام"، ثم قال "فلا وربك لَا يؤمنون حتى يحكموك فيما شجر بينهم ثم لَ يجدوا فِ انفسهم خرجا مما قضيت ويسلموا تسليما"مك دادىيوتا لن بيدا انتراني رشد لن غي ستهنى ايمان ايكو رشد لن ستهنى كفور ايكو غي، مك حقيقاتى ووعكع علاكوني اكاما اسلام ايكو ارف كفور كلون طاغوت تكسي
ارف ميعو لن نعكال لن سعية اع طاغوت لن نولي ايمان كلون الله، اتوي طاغوت عوام ايكو درهم، دينار لن اندي ٢ معبود لياني الله، اتوى ايماني ووع عوام ايكو اقرار اللسان و تصديق الجنان و عمل بالَركان، اتوى ايمانى ووع خواص ايكو ارف يوفوت لن بست اع اتينى سعكع دمن دنيا لن نولى عمبه طريق العقبي لن شهود القلب مع المولىكاي جريتاني صحابة حارثة تتكالَنى داعو كانجع رسول صلى الله عليه وسلم اع صحابة حارثة " كيف اصبحت يا حارثة ؟ مك ماتور اصبحت مؤمنا حقا، مك نولى اعنديكا كانجع رسول صلى الله عليه وسلم سبن ٢ حق ايكو انا حقيقاتي، مك افا حقيقاتي ايمان ايرا يا حارثة ؟ مك ماتور بست مانه كول سكع دنيا هنكا سامى موعكوه كول واتو لن امس.[12]
Dalam segi
runtutan penulisannya tafsir ini juga menggunakan manhaj tahlīlī. Hal
ini bisa di lihat dari urutan ayat dalam tafsir beliau, dan juga bisa
dianalissi dari cetakan dan waktu penulisan beliau.
Dari segi
bentuk dan kemasannya, kitab ini terdiri dari dua jilid dan diterbitan pertama
di Singapura oleh percetakan Haji Muhammad Amin pada tanggal 27 Rabi’ul Akhir
1311 H/7 November 1893 M.[13]
Jilid Pertama, diawali dengan muqaddimah kitab Tafsir Faid al-Rahman, lalu
dilanjutkan dengan muqaddimah Surat al- Fatihah, kemudian dilanjutkan
dengan penafsiran ayat 1 sampai ayat 7. Kemudian dilanjutkan dengan tafsir
Surat al-Baqarah yang dimulai dengan muqaddimah Surat al-Baqarah
kemudian penafsiran ayat 1 sampai ayat 286. Dengan jumlah isinya 503 halaman.
Jilid pertama ini mulai ditulis pada malam Kamis 20 Rajab 1309 H/19 Februari
1892 M, dan selesai pada malam Kamis 19 Jumad al-Awal 1310 H/9 Desember 1892 M.
dicetak di Singapura oleh percetakan Haji Muhammad Amin pada tanggal 27 Rabi’ul
Akhir 1311 H/7 November 1893 M.
Jilid Kedua, dimulai dari muqaddimah dari penulis kemudian muqaddimah
surat Ali ‘Imran dan dilanjutkan dengan penafsiran ayat 1 sampai ayat 200.
Kemudian dilanjutkan dengan tafsir surat al-Nisa’ yang dimulai dengan
muqaddimah Surat al-Nisa’ kemudian penafsiran ayat 1 sampai ayat 176.
Dengan jumlah isinya 705 halaman. Jilid Kedua ini diselesaikannya pada hari
Selasa tanggal 17 Safar 1312 H/20 Agustus 1894 M. dan dicetak oleh percetakan
Haji Muhammad Amin pada tahun 1312 H/1895 M.
A.
Sumber Penafsiran
Para ulama
tafsir mengatakan bahwa mengetahui sumber-sumber tafsir merupakan salah satu
syarat yang harus dimiliki seorang mufassir. Hal ini dimaksudkan agar mufassir
dapat memahami dan menafsirkan al-Qur’an, sehingga mufassir tersebut dapat
menghasilkan suatu produk penafsiran yang dapat di pertanggung jawabkan.
Dalam ‘ulūm
al-tafsīr sumber penafsiran al-Qur`an dibagi menjadi dua, yaitu bi
al-ma`thūr dan bi al-ra`ī. Tafsir bi al-ma`thūr adalah sebuah
penafsiran yang bersumber dari al-Qur`an itu sendiri. Seperti ayat yang masih
global dijelaskan oleh ayat lain yang lebih perinci, bersumber dari sunnah
yaitu penafsiran al-Qur`an yang disandarkan pada hadis nabi, sumber selanjutnya adalah aqwāl al-Ṣaḥābah, dan yang
terakhir adalah bersumber dari qaul tabi’in. Dari sumber yang terakhir
ini ulama berbeda pendapat mengenai apakah tafsir yang bersumber dari qaul tabi’in
itu termasuk bi al-ma`thūr atau tidak.[14]
Tapi dari kedua pendapat tersebut yang terkuat adalah qaul tabi’in termasuk bi
al-ma`thūr. Sedangkan Tafsir bi al-ra`i adalah
sebuah metode penafsiran yang berpegang pada pemahamannya sendiri untuk
memahami atau menjelaskan ayat al-Qur`an[15].
Dalam
menerjemahkan Tafsir Faidh al-Rahman dalam bahasa Jawa (Arab Pegon) K.H.
Muhammad Shaleh Darat berusaha menjadikannya lebih mudah dipahami, misalnya
dengan cara memberi penjelasan-penjelasan makna secara global, jelas dan
singkat. Dalam Tafsir Faidh al-Rahman K.H. Muhammad Shaleh Darat
mengambil bahan-bahan atau sumber yang digunakan sebagai rujukan dalam menulis
tafsirnya sebagai berikut:
a.
Mulai penjelasan dari al-Quran sendiri. Sebab menafsirkan al-Qur’an
dengan menggunakan al-Qur’an sendiri, merupakan langkah penafsiran yang paling
baik.[16]
b.
Mengambil keterangan dari sunnah Nabi Saw, karena sunnah merupakan
sumber paling penting yang dibutuhkan mufassir dalam memahami makna dan hukum
yang terdapat dalam surat atau ayat.
c.
Mengambil keterangan dari sahabat karena mereka adalah saksi bagi
kondisi turunnya wahyu al-Qur’an. Mereka juga orang yang paling tahu tentang
tradisi bangsa Arab pada saat wahyu diturunkan.
d.
Mengambil keterangan dari para ulama salaf karena mereka adalah
pewaris nabi.
e. Mengambil keterangan
dari hikayat atau sejarah.
III. Kesimpulan
Muhammad Shaleh Ibn Umar al-Samarani. Lahir
di desa Kedung Jumbleng, kecamatan Mayong, kabupaten Jepara, Jawa tengah,
sekitar tahun 1820 M. Ada juga yang menyebutnya lahir di desa Bangsri Jepara,
namun informasi tentang tempat kelahiranya di desa Kedung Jumbleng lebih kuat
dari pada yang di desa Bangsri.[17]
Beliau wafat di Semarang pada hari Jum’at legi tanggal 28 Ramadhan 1321 H/18
Desember 1903 M. Di makamkan di Pemakaman Umum Bergota Semarang. Salah satu
karyanya yang terkenal adalah kitab Tafsir Fa’id al-Rahman al-Samarani. Di
antara guru-gurunya adalah KH. M. Syahid, cucu Kiai Mutamakkin, KH. R. Muhammad
Salih ibn Asnawi, tokoh sufi di Kudus, Syaikh M. al-Muqri al Misri al-Makki, Syaikh
M. ibn Sulaiman Hasbullah, pengajar di masjid al-Haram dan al-nabawi, Sayyid
Muhammad ubn Zaini Dahlan.
DAFTAR PUSTAKA
Masrur, “Tafsir Fa’id Ar-Rahman dan RA. Kartini” (Jurnal At Taqaddum, di
IAIN Walisongo Semarang, 2008.
Ruslan, Heri. Hujjatul Isla., t.tp.: Repubika, 2011.
Nasih, Muhammad., “Hadis-Hadis
Dalam Kitab Tafsir Fa’id Al-Rahman Karya Kiai Shaleh Darat, (Skripsi di UIN
Walisongo Semarang, 2015.
Shokheh, Mukhamad.”Tradisi Intelektual Ulama Jawa: Sejarah Sosial
Intelektual Pemikiran Keislaman Kiai Shaleh Darat, Jurusan Sejarah di
Universitas Negri Semarang.
Fahar
bin ‘Abdurrahmān bin Sulaimān al-Rūmī, Usūl al-Tafsīr Wa manāhijuhu, (ttp,
Maktabah al-Taubah, 1419 H.
Abu
Ibrahim Muhammad Ibn Umar As-Samarani, Faid al-Rahman Fi Tarjamati Tafsiri
Kalami Maliki ad-Dayyan (Singapura: Haji Muhammad Amin, 1314.
Qaṭṭān, Mannā’ (Al), Pengantar
Studi Ilmu Al-Qur`an, terj. Aunur Rafiq El-Mazni, (Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, 2004.
[1] Masrur, “Tafsir Fa’id Ar-Rahman dan RA. Kartini” (Jurnal At Taqaddum,
di IAIN Walisongo Semarang, 2008, 30.
[3] Muhammad
Nasih, “Hadis-Hadis Dalam Kitab Tafsir Fa’id Al-Rahman Karya Kiai Shaleh Darat,
(Skripsi di UIN Walisongo Semarang, 2015), 46-47.
[4] Muhammad
Nasih, “Hadis-Hadis Dalam Kitab Tafsir Fa’id Al-Rahman Karya Kiai Shaleh Darat,
(Skripsi di UIN Walisongo Semarang, 2015),., 49.
[6] Ibid., 58
[7] Mukhamad Shokheh,”Tradisi Intelektual Ulama Jawa: Sejarah Sosial
Intelektual Pemikiran Keislaman Kiai Shaleh Darat, Jurusan Sejarah di
Universitas Negri Semarang, 153
[8] Mukhamad Shokheh,”Tradisi Intelektual Ulama Jawa: Sejarah Sosial
Intelektual Pemikiran Keislaman Kiai Shaleh Darat, Jurusan Sejarah di
Universitas Negri Semarang, 60.
[11] Fahar bin
‘Abdurrahmān bin Sulaimān al-Rūmī, Usūl al-Tafsīr Wa manāhijuhu, (ttp,
Maktabah al-Taubah, 1419 H), hal 57.
[12] Abu Ibrahim
Muhammad Ibn Umar As-Samarani, Faid al-Rahman Fi Tarjamati Tafsiri Kalami
Maliki ad-Dayyan (Singapura: Haji Muhammad Amin, 1314) h. 423-424
[13] Muhammad
Nasih, Kualitas Hadis-Hadis Dalam Kitab Tafsir Faiḍ al-Rahman Karya Kiai Shaleh Darat, (Semarang, Skripsi,
Universitas Agama Isalam Negeri Walisongo 2015), hal, 60.
[14] Fahar bin
‘Abdurrahmān bin Sulaimān al-Rūmī, Usūl al-Tafsīr Wa manāhijuhu, (ttp,
Maktabah al-Taubah, 1419 H), hal 71.
[15] Mannā’ Al-Qaṭṭān,
Pengantar Studi Ilmu Al-Qur`an, terj. Aunur Rafiq El-Mazni, (Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar, 2004), hal. 440.
[16] Khālid
‘Abdurrahman al-‘Ikk, Uṣūl al-Tafsīr Wa Qawā’iduhu, (ttp, Dāru
al-nafāis, 1986), hal, 111.
[17] Masrur, “Tafsir Fa’id Ar-Rahman dan RA. Kartini” (Jurnal At Taqaddum,
di IAIN Walisongo Semarang, 2008, 30.