Selasa, 19 Januari 2016

MEMAHAMI HADIS TENTANG BID’AH DALAM HADIS NABI MUHAMMAD (Telaah Ma’āni al-Ḥadīs)



MEMAHAMI HADIS TENTANG BID’AH DALAM HADIS
NABI MUHAMMAD
(Telaah Ma’āni al-adīs)


Proposal Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Metodologi Penelitian Hadis


Dosen Pengampu:
TSALIS MUTTAQIN, Lc M.Th.I

















Oleh:
Khoirudin Azis
NIM: 2013.01.01.184








PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR`AN DAN TAFSIR
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) AL ANWAR
 SARANG REMBANG
2016
MAKNA DAN BATASAN BID’AH DALAM HADIS
NABI MUHAMMAD
(Telaah Ma’āni al-adīs)
Oleh: Khoirudin Azis


A. Latar Belakang
Islam merupakan agama samawi terahir, diyakini sebagai agama universal tidak terbatas waktu dan tempat. Ajaran Islam diturunkan sebagai petunjuk bagi manusia, dan sebagai rahmat bagi seluruh alam semesta. Di sisi lain Islam diyakini sebagai risalah yang sempurna, mengandung prinsip-prinsip dan aturan-aturan bagi umat manusia agar mendapatkan kesejahteraan di dunia dan kebahagiaan di akhirat. Yang mana prinsip-prinsip dan aturan-aturan Islam tersebut terdapat dalam dua sumber hukum Islam yaitu al-Qur`an dan hadis.
Seiring perkembangan ilmu pengetahuan, banyak bermunculan penelitian tentang kajian keilmuan Islam, salah satunya yaitu dalam bidang hadis. Banyak sekali bahasan dari hadis yang sangat menarik dan sangat penting untuk dibahas dan dipelajari. Kajian-kajian semacam ini sejak dahulu sampai saat ini terus mengalami perkembangan yang begitu pesat, ini tetap menjadi minat bagi sebagian besar orang, terutama bagi yang beragama Islam, dan karena hadis merupakan salah satu sumber hukum yang berasal dari nabi Muhammad Ṣalla Allāh ‘Alayhi wa Salla.
Hadis adalah perkara yang disandarkan kepada nabi Muhammad Ṣalla Allāh ‘Alayhi wa Sallam baik berupa perkataan, perbuatan, ketetapan maupun sifat. Ulama sebagai pemimpin dan penjelas hadis seluruh umat Islam dalam memahami terkadang berbeda pendapat. Perbedaan dalam memahami hadis merupakan salah satu problem yang serius dalam Islam, karena hadis sebagai salah satu sumber otoritas Islam ke dua setelah al-Qur`an, sejumlah literature hadis memiliki pengaruh yang sangat menentukan dan menjadi sumber hukum dan inspirasi agama Islam.[1] Dengan adanya perbedaan ini, mengakibatkan muncullnya permasalahan-permasalahan baru di dalam agama Islam, bahkan dengan adanya perbedaan tersebut antara satu dengan lainya saling mengkafirkan.
Salah satu hadis yang sampai saat ini masih diperdebatkan adalah maksud hadis tentang bid’ah. Adapun hadis yang menjelaskan tentang bid’ah di antaranya sebagai berikut:
حدثنا مصعب بن سلام حدثنا جعفر عن أبيه عن جابر قال خطبنا رسول الله صلى الله عليه وسلم فحمد الله وأثنى عليه بما هو له أهل ثم قال أما بعد فإن أصدق الحديث كتاب الله وإن أفضل الهدي هدي محمد وشر الأمور محدثاتها وكل بدعة ضلالة.[2]
Amma Ba’du, sesungguhnya tutur kata yang terbaik adalah kitab Allah (al-Qur`an), dan petunjuk (huda) yang terbaik adalah Muhammad Ṣalla Allāh ‘Alayhi wa Sallam, sedangkan persoalan yang terburuk adalah hal-hal yang diada-adakan, dan setiap hal yang diada-adakan adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah sesat.
Selain matan hadis di atas, terdapat matan hadis lain yang menjelaskan tentang bid’ah:
قال رسول الله - صلى الله عليه وسلم - (أوصيكم بتقوى الله، والسمع والطاعة وأن آمر عليكم عبد حبشي فإنه من يعيش منكم بعدي فسيرى اختلافاً كثيراً، فعليكم بسنتي وسنة الخلفاء المهديين الراشدين تمسكوا بها وعضوا عليها بالنواجذ وإياكم ومحدثات الأمور فإن كل محدثة بدعةُ وكل بدعةٍ ضلالةٌ) صحيح (رواه أحمد وأبو داود).[3]
Aku berwasiat kepada kamu sekalian supaya bertakwa kepada Allah, mendengar dan taat sekalipun diprintah oleh seorang Habsyi. Sesungguhnya siapa saja yang hidup (selepas ini) di antara kamu sekalian selepasku akan melihat perselisihan yang banyak, maka kembalilah (berpeganglah) kamu kepada sunnahku, dan sunnah para Khulafaurrasidin selepas peninggalanku, berpegang teguh kepadanya, maka gigitlah dengan gigi graham, kemudian berhati-hatilah dengan hal yang baru (diciptakan agama), sesungguhnya setiap ciptaan yang baru itu adalah bid’ah dan setiap yang bid’ah itu sesat.
أخبرنا عتبة بن عبد الله قال أنا بن المبارك قال أنا سفيان عن جعفر بن محمد عن أبيه عن جابر قال كان رسول الله صلى الله عليه و سلم يقول في خطبته يحمد الله ويثني عليه بما هو له أهل ثم يقول : من يهد الله فلا مضل له ومن يضلل فلا هادي له إن أصدق الحديث كتاب الله وأحسن الهدي هدي محمد صلى الله عليه و سلم وشر الأمور محدثاتها وكل محدثة بدعة وكل بدعة ضلالة وكل ضلالة في النار[4].
Dari beberapa matan hadis tentang bid’ah di atas sebenarnya memiliki maksud yang sama, perbedaan yang paling mendasar dalam hadis di atas yaitu terdapat tambahan lafal وكل ضلالة في النار pada hadis terakhir.
Untuk dapat memahami hadis tersebut, dibutuhkan harus dapat memahami sunnah nabi Muhammad Ṣalla Allāh ‘Alayhi wa Sallam terlebih dahulu dalam menghadapi berbagai persoalan yang terjadi pada zamanya, yaitu persoalan-persoalan yang tidak dilakukannya, tidak diucapkan dan tidak diperintahkan olehnya, tetapi dipahami dan dilakukan oleh orang-orang yang berijtihad menurut kesanggupan akal pikiranya, dengan tetap berpedoman pada kitab Allah Subḥānahu wa Ta’ālā dan sunnah nabi Muhammad Ṣalla Allāh ‘Alayhi wa Sallam.
Selain itu, juga harus mengikuti dan menelusuri persoalan-persoalan itu agar dapat memahami jalan atau sunnah yang ditempuh nabi Muhammad Ṣalla Allāh ‘Alayhi wa Sallam dalam membenarkan, menerima atau menolak sesuatu yang dilakukan seseorang. Dengan mengikuti dan menelusuri persoalan-persoalan itu dapat mempunyai keyakinan yang benar dalam memahami sunnahnya. Mengenai soal-soal baru yang terjadi setelah meninggalnya nabi Muhammad Ṣalla Allāh ‘Alayhi wa Sallam, mana yang baik sesuai dengan sunnah nabi Muhammad Ṣalla Allāh ‘Alayhi wa Sallam dan tidak bertentangan, itulah yang dinamakan sunnah. Mana yang buruk, tidak sesuai dengan sunnah nabi Muhammad Ṣalla Allāh ‘Alayhi wa Sallam dan bertentangan, itulah yang dinamakan bid’ah. Ini semua dapat diketahui setelah kita dapat membedakan lebih dahulu, mana yang sunnah dan dan mana yang bid’ah.[5]
Sunnah dan bid’ah adalah dua soal yang saling berhadap-hadapan dalam memahami ucapan-ucapan nabi Muhammad Ṣalla Allāh ‘Alayhi wa Sallam. Sebagai Sahibul Syara’ (yang brwenang menetapkan hukum syariat), sunnah dan bid’ah masing-masing tidak dapat ditentukan batas-batas pengertianya, kecuali jika yang satu sudah ditentukan batas pengertianya terlebih dahulu. Tidak sedikit orang yang menetapkan batas pengertian bid’ah tanpa menetapkan terlebih dahulu batasan pengertian sunnah.[6] Apabila salah dalam menentukan batasan, maka akan mengakibatkan kesalahan dalam memaknai bid’ah.
Bid’ah secara syari’at adalah suatu jalan dalam agama yang diada-adakan yang menyerupai syari’at yang ditempuh dengan tujuan bersungguh-sungguh dalam beribadah kepada Allah Subḥānahu wa Ta’ālā, yang mencakup segala sesuatu yang diada-adakan dalam agama yang tidak memiliki landasan syari’at. Adapun amalan yang memiliki landasan maka bukan bid’ah secara syar’i, meskipun secara bahasa dinamakan bid’ah.[7]
Tingkah laku manusia yang tidak ditegaskan ketentuan hukumnya, tidak diterangkan cara mengamalkanya, tidak diperinci menurut petunjuk dalil yang masih utuh, tidak dikususkan menurut petunjuk  ayat yang masih mutlak dalam al-Qur`an, hendaklah dicarikan penyelesaiannya dalam hadis. Andaikan usaha ini mengalami kegagalan, disebabkan tingkah laku yang akan dicarikan ketentuan hukum dan cara mengamalkanya itu benar-benar belum pernah terjadi di masa nabi Muhammad Ṣalla Allāh ‘Alayhi wa Sallam sehingga memerlukan ijtihad baru untuk menghindari kevakuman hukum dan kebekuan beramal, baru dialihkan untuk mencari pedoman yang lain yang dibenarkan oleh syari’at, baik pedoman tersebut berupa ijtihad perseorangan maupun klompok yang terealisir dalam bentuk ijma’ ulama atau pedoman-pedoman yang lain, asal tidak berlawanan dengan syari’at.[8]
Dari dasar inilah penulis mencoba untuk menginterprestasikan tentang makna dan batasan bid’ah dalam hadis nabi Muhammad Ṣalla Allāh ‘Alayhi wa Sallam, yang bertujuan untuk mendapatkan pemahaman tentang bid’ah secara komprehensip.
B. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang masalah di atas penulis merumuskan masalah yaitu:
1.      Bagaimanakah pemaknaan bid’ah dalam hadis nabi Muhammad Ṣalla Allāh ‘Alayhi wa Sallam tersebut?
2.      Dalam memahami hadis tersebut ulama berbeda pendapat, sehingga mengakibatkan terjadinya perselisihan. Bagaimanakah batasan bid’ah pada hadis tersebut dan bolehkah bid’ah di bagi menjadi beberapa jenis?
C. Tujuan Penelitian
Di bawah ini akan disebutkan beberapa tujuan dari penelitian ini:
1.      Dengan ditulisnya proposal skripsi yang berjudul “Makna dan Batasan Bid’ah Dalam Hadis nabi Muhammad” ini, Agar mengetahuhi dalil hadis yang secara langsung menjelaskan tentang bid’ah.
2.      Untuk mengetahui makna bid’ah dan batasannya, diperbolehkan atau tidaknya bid’ah dibagi menjadi beberapa macam seperti yang diijtihadkan ulama.
3.      Memberikan sumbangsih dalam kajian-kajian keislaman terutama yang berhubungan dengan hadis.
D. Manfaat dan Kegunaan
1.      Dengan adanya kajian ini, dapat menambah wawasan keilmuan khususnya dalam bidang hadis.
2.      Agar dijadikan sebagai sarana mempermudah mencari tambahan wawasan dan ilmu pengetahuan, sehingga lebih mudah dalam memahami hadis tentang bid’ah
3.      Memberikan informasi yang memadai kepada para peminat dan pengkaji hadis serta kepada masyarakat umum.
4.      Dengan adanya kajian ini penulis berharap mudah-mudahan dapat dijadikan sebagai literatur dan dorongan untuk mengkaji masalah tersebut lebih lanjut.
E. Tinjauan Pustaka
Kajian maupun penelitian terhadap makna dan batasan bid’ah dalam hadis nabi Muhammad Ṣalla Allāh ‘Alayhi wa Sallam sebenarnya telah dilakukan banyak orang baik dalam bentuk buku-buku, artikel, dan berbagai macam tulisan lainnya. Karena tema judul ini merupakan salah satu pembahasan yang sangat menarik untuk didiskusikan dan diteliti. Di dalam kitab-kitab hadis sendiri banyak hadis yang membahas mengenai bid’ah. Dalam penelitian ini yang menjadi sumber pokok dasar teori adalah kitab hadis.
Muhammad Ibn Shalih al-Utsmani dalam kitabnya “al-Ibda’ fi Kamāli al-Syar’ī wa Khutri al-Ibda’h” yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh Ahmad masykur juga menyinggung mengenai bid’ah. Di dalamnya selain di jelaskan maksud dari bid’ah juga di jelaskan mengenai pembagian bid’ah.
Muzaffar Sahidu dalam buku karyanya yang berjudul “Larangan Melakukan Bid’ah”. Pada buku tersebut juga di jelaskanmengenai bid’ah.Buku itu ukuranya tidak terlalu besar, namun pembahasan di dalamnnya terkhususkan mengupas bid’ah secara mendalam.
Muhammad Iqbal dalam karya bukunya yang berjudul “Jenis-Jenis Bid’ah dan berbagai Kondisi Pelakunya”. Di dalam buku tersebut juga dijelaskan mengenai bid’ah. Mencakup makna, batasan serta jenis-jenisnya.
Ust. Drs. H. Lukman Hakim dalam buku karyanya yang berjudul “Mengkaji Ulang Tafsir Istilah Bid’ah”. Dalam buku juga dilaskan mengenai bid’ah secara detail. Selain menjelaskan atau menafsirkan lafal bid’ah juga di jelaskan banyak contoh tentang bid’ah dan pembahasan lainnya tentang bid’ah.
Bakr Ibn Abdullah Zaid dalam karya bukunya yang berjudul “Menjahui Pelaku Bid’ah”. Pada buku tersebut juga diterangkan mengenai permasalahan bid’ah. Dan masih banyak kitab atau buku-buku lainnya yang membahas tentang makna dan batasan bid’ah.
Dalam penulisan kajian ini difokuskan pada pengungkapan makna dan batasan bid’ah pada hadis nabi Muhammad Ṣalla Allāh ‘Alayhi wa Sallam. Untuk melakukan hal tersebut penulis menggunakan metode kajian makna matan hadis (Tela’ah Ma’āni al-Ḥadīs)
F. Kerangka Teori
Penelitian kali ini merupakan suatu penelitian pemahaman matan suatu hadis. Peneliti menggunakan teori Tela’ah Ma’āni al-Ḥadīs, yaitu ilmu yang berusaha memahami matan hadis secara tepat dengan menggunakan faktor-faktor yang berkaitan dengannya atau indikasi yang melingkupinya. Abdul Mustaqim, mengatakan bahwa Ma’āni al-Ḥadīs adalah ilmu yang mengkaji tentang bagaimana memaknai dan memahami hadis nabi Muhammad Ṣalla Allāh ‘Alayhi wa Sallam, ketika menyampaikan hadis, dan bagaimana menghubungkan teks hadis masa lalu dengan konteks kekinian, sehingga diperoleh pemahaman yang relatif tepat, tanpa kehilangan relevansinya dengan konteks kekinian”.[9]
Dalam memahami hadis terdapat langkah-langkah yang harus ditempuh sebagai upaya dalam mendapatkan pemahaman yang baik dan benar. Adapun langkah-langkah yang harus ditempuh adalah sebelum memasuki tahap pemahaman terhadap hadis yang diteliti, problem otentisitas dan orisinalitas hadis harus diketahui terlebih dahulu, sanad hadis yang akan diteliti harus harus berkualitas ahih atau minimal hasan.
Setelah menentukan derajat otentitas hadis, langkah selanjutnya adalah pemahaman terhadap makna hadis melalui beberapa kajian. Kajian yang dimaksud adalah kajian linguistik. Kajian ini sangat diperlukan mengingat bahasa Arab yang digunakan oleh nabi Muhammad Ṣalla Allāh ‘Alayhi wa Sallam dalam menyampaikan hadis selalu dalam uslub yang baik dan benar. Tidak lupa pula untuk mendapatkan pemahaman yang tepat, harus melihat latar belakang situasi ketika hadis itu muncul. Terrmasuk dalam ini adalah kapasitas dan fungsi nabi Muhammad Ṣalla Allāh ‘Alayhi wa Sallam ketika melahirkan hadis yang bersangkutan.
Karena hadis adalah sumber hukum Islam pokok ke dua setelah al-Qur`an, dalam memahami hadis harus dengan benar dan tidak bertentangan dengan al-Qur`an, maka perlu dilakukan konfirmasi makna yang diperoleh dengan petunjuk-petunjuk al-Qur`an sebagai sumber hukum tertinggi dalam Islam.
Langkah selanjutnya yaitu kajian tematis komprehenship, yaitu mempertimbangkan teks-teks hadis lain yang memiliki tema relevan dengan tema hadis yang bersangkutan dalam rangka mendapatkan pemahaman yang lebih komprehenship.
Sebelum melakukan studi matan, studi sanad merupakan hal utama yang harus dikaji terlebih dahulu untuk memperoleh otoritas validitas hadis, sebab ketika suatu hadis diketahui sanadnya lemah atau tidak dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiyah, maka studi matan tidak perlu dilakukan.[10]
Setelah melakukan studi sanad, ada beberapa pendekatan di dalam studi matan yang harus diperhatikan yaitu pendekatan bahasa, histori, sosiologi, sosio-historis, antropologis dan psikologis. Dengan pendekatan tersebut, diharapkan dapat diperoleh sebuah validasi dan otoritas hadis sebagai sumber hukum ajaran Islam. Sehingga ketentuan yang terdapat dalam sebuah hadis dapat diketahui dan dapat dipahami secara proporsional.
Pendekatan menggunakan pendekatan bahasa di dalam memahami hadis tentang bid’ah, pendekatan tersebut di antaranya adalah:
1.      Pendekatan bahasa
Ketika meneliti matan sebuah hadis, pendekatan bahasa sangat diperlukan, karena untuk mengetahui kandungan dari suatu teks sangat berhubungan tatacara penyampaiaan teks tersebut dengan menggali makna dari setiap kata pada teks tersebut dan mengetahui apakah hadis tersebut memiliki kandungan makna kiasan.
Dalam hadis tenyang bid’ah ini, terdapat perbedaan hadis yang semakna, namun ada sedikit perbedaan lafal antara yang diriwayatkan perowi satu dengan lainnya. Seperti matan hadis di atas antara yang terahir dengan sebelumnya terdapat perbedaan lafal.
G. Metode Penelitian
Metode penelitian adalah suatu cara atau teknis yang dilakuakan dalam penelitian ilmiyah yaitu proses dalam ilmu pengetahuan yang dijalankan untuk memperoleh fakta-fakta dan prinsip-prinsip dengan hati-hati dan sistematis untuk mewujudkan kebenaran.[11]
Untuk mencapai hasil yang optimal, sistematis, metodis, juga secara moral dapat dipertanggungjawabkan, maka sebuah penelitian atau penulisan haruslah mempunyai  metode tertentu sebagai sebuah sistem aturan yang menentukan jalan untuk mencapai pengertian baru pada bidang ilmu pengetahuan tertentu.
Adapun tahapan-tahapan metodis yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1.      Jenis Metode Penelitian
Metode adalah suatu hal penting dalam karya-karya ilmiyah pada disiplin ilmu tertentu. Setiap pembahasan ilmiyah tentunya membutuhkan metodologi untuk menganalisa permasalahan yang akan di kaji, agar penelitian yang dihadapi dapat membuahkan hasil yang detail dan dapat dipahami dengan baik.
Dalam penelitian ini, jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan (library reaserch). Penelitian kepustakaan (library reaserch) yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara mengkaji dan menelaah sumber atau buku-buku yang ada relevansinya dengan tema yang akan dikaji lebih dalam.[12] Adapun objek utama dalam penelitian ini adalah kitab hadis Musnad al-Imam Ahmad Ibn Hambal karya Ahmad Ibn Hambal dan juga buku-buku pendukung lainya yang di dalamnya memuat hal-hal yang berkaitan dengan pembahasan.
2.      Sumber Data
Karena data yang digunakan dalam kajian ini termasuk library reaserch, maka data-data yang akan diperoleh adalah bersumber dari data tertulis.
Sumber data literer di sini dibagi menjadi dua bagian, yaitu sumber data primer dan sumber data skunder:
a.       Sumber data Primer
Sumber data primer diperoleh dari kitab-kitab hadis seperti Musnad al-Imam Ahmad Ibn Hambal dan buku-buku yang membahas secara mendalam tentang isi kandungan hadis tentang bid’ah.
b.      Sumber data Sekunder
            Sumber data sekunder adalah sumber data lain yang berkaitan dengan pokok pembahasan. Dalam hal ini berupa buku-buku maupun kajian-kajian yang membahas tentang judul pelelitian, yaitu “Makna dan Batasan Bid’ah Dalam Hadis nabi Muhammad”.
3.      Teknik Pengumpulan Data
Peneliti menggunakan tehnik mengumpulkan buku-buku literatur yang berkaitan dengan objek penelitian di dalam penelitian kepustakaan. Pengumpulan data dilakukan dengan cara mengumpulkan literatur yang sesuai dengan tema yang terkait sesuai dengan tema yang diteliti, baik itu sumber yang menjadi sumber primer atau sumber skunder, selanjutnya sumber yang telah terkumpul di klasifikasikan sesuai dengan sub-sub penelitian yang akan dilakukan, dan dikaji untuk mendapatkan hasil penelitian yang akurat dan sesuai dengan sumber yang telah dikumpulkan.
4.      Teknik Analisi Data
Adapun teknik yang digunakan dalam menganalisis data penelitian ini adalah sebagai berikut:
a.       Peneliti mengumpulkan hadis yang berkaitan dengan  pembahasan dengan mencari hadis tersebut di dalam kitab-kitab hadis.
b.      Dari banyaknya hadis yang ditemukan, peneliti memilih tiga hadis saja karena memiliki makna hampir sama, perbedaan pada sedikit lafal hadis dari perowi yang berbeda, dan agar penelitian lebih fokus sehinnga tidak melebar, maka dari itu peneliti memilih hadis seperti yang telah di cantumkan pada latar belakang di atas.
c.       Peneliti melakukan penelitian terhadap sanad dan matan hadis yang akan digunakan. Penelitian sanad dilakukan karena hadis yang memiliki kualitas lemah tidak dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiyah, dan tidak perlu dilanjutkan kepada penelitian tentang maknannya.
d.      Peneliti juga menggunakan pendekatan bahasa untuk memahami kandungan yang ada di dalam matan hadis tersebut. Agar dalam memahami hadis tersebut secara tepat dan benar,
H. Sistematika Penulisan
Pembahasan dalam penelitian ini menggunakan sistem bab per bab. Antara satu bab dengan bab lainya merupakan kesinambungan dan saling terkait.
            Bab pertama, berisi pendahuluan yang menjelaskan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat dan kegunaan, tujuan pustaka, kerangka teori, metode penelitian, dan sistematika pembahasan.
Bab kedua, berisi tentang kritik sanad dan matan hadis yang berisi penelitian kualitas hadis tentang bid’ah.
Bab ketiga, menguraikan tentang makna bid’ah dengan pendekatan bahasa dalam hadis nabi Muhammad Ṣalla Allāh ‘Alayhi wa Sallam tersebut, yang mana akan menjawab dari rumusan masalah yang pertama yang telah dicantumkan di atas.
Bab keempat, akan menguraikan jawaban dari rumusan masalah yang kedua, yakni menjelaskan mengenai batasan bid’ah pada hadis tersebut dan boleh tidaknya bid’ah dibagi menjadi beberapa jenis.
Bab kelima, berupa penutup. Dalam bab ini penulis akan memberikan kesimpulan tentang hasil penelitian yang telah dilakukan. Di samping itu juga akan dimuat tentang saran maupun kritikan terkait dengan penelitian ini.


DAFTAR PUSTAKA
Amin, Kamaruddin. Metode Kritik Hadis. Jakarta Selatan: Penerbit Hikmah PT Mizan Publika. 2009.
Ibn Hambal, Ahmad. Musnad al-Imam Ahmad Ibn Hambal. ttp. : Mu`asasah al-Risālah. 1999.
TaufĪq, Bāri’ ‘Irfan. Sahih Kanuz al-Sunnah al-Nabawiyyah. ttp: Maktabah Muskah al-Islamiyah. t.th.
Nasai (al), Ahmab Ibn Shu’aīb Abu Abdu al-Rahmān. Sunan al-Nasāī al-Kubra. Bairut: Dār al-Lutub al-‘Ilmiyah. 1991.
Shihabuddin, Ahmad. Inilah Ahlussunah WalJama’ah. Yogyakarta: Assalafiyah Press. 2010.
Fakihi (al), Ali Ibn Muhammad Nasir. Bid’ah Sumber Kebinasaan. Solo: Pustaka al-Salaf. 1998.
Rahman, Fatchur. Ikhtisar Mushthalahul Hadits. Bandung: PT al-Ma’arif. 1974.
Mardalis. Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta: Bumi Aksara. 1995.
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT. Reneka Cipta. 1996. 
Mustaqim, Abdul. Ilmu Ma’ani al-Hadis Paradigma Interkonektif: Berbagai Teori dan Metode Memahami Hadis Nabi. ttp. : Erlangga. t.th.



[1] Kamaruddin Amin, Metode Kritik Hadis, (Jakarta Selatan: Penerbit Hikmah PT Mizan Publika, 2009), 1.
[2] Ahmad Ibn Hambal, Musnad al-Imam Ahmad Ibn Hambal, (ttp. :Mu`asasah al-Risālah, 1999), 22: 237.
[3] Bāri’ ‘Irfan TaufĪq, Ṣahih Kanuz al-Sunnah al-Nabawiyyah, (ttp: Maktabah Muskah al-Islamiyah, t.th), 1: 162.
[4] Ahmab Ibn Shu’aīb Abu Abdu al-Rahmān al-Nasāī, Sunan al-Nasāī al-Kubra, (Bairut: Dār al-Lutub al-‘Ilmiyah, 1991), 1: 550.
[5] Ahmad Shihabuddin, Inilah Ahlussunah WalJama’ah, (Yogyakarta: Assalafiyah Press, 2010), 114-115.
[6] Ibid.,113.
[7]  Ali Ibn Muhammad Nasir al-Fakihi, Bid’ah Sumber Kebinasaan, (Solo: Pustaka al-Salaf, 1998), 25.
[8] Fatchur Rahman, Ikhtisar Mushthalahul Hadits, (Bandung: PT al-Ma’arif, 1974), 15.
[9] Mustaqim, Abdul, Ilmu Ma’ani al-Hadis Paradigma Interkonektif: Berbagai Teori dan Metode Memahami Hadis Nabi, (ttp. : Erlangga, t.th), 23.
[10] Nurun Najwa, Ilmu Ma’ani Hadis: Metode Pemahaman Hadis Nabi, Teori dan Aplikasi, (Yogyakarta: Cahaya Pustaka, 2008), 18-19.
[11] Mardalis, Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), 24.
[12] Suharsimi arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: PT. Reneka Cipta, 1996), 245. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar