MEMAHAMI HADIS TENTANG BID’AH DALAM HADIS
NABI MUHAMMAD
(Telaah Ma’āni al-Ḥadīs)
Proposal
Skripsi
Diajukan
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Metodologi
Penelitian Hadis
Dosen
Pengampu:
TSALIS
MUTTAQIN, Lc M.Th.I
Oleh:
Khoirudin Azis
NIM:
2013.01.01.184
PROGRAM
STUDI ILMU AL-QUR`AN DAN TAFSIR
SEKOLAH TINGGI
AGAMA ISLAM (STAI) AL ANWAR
SARANG REMBANG
2016
MAKNA DAN BATASAN BID’AH DALAM HADIS
NABI MUHAMMAD
(Telaah Ma’āni al-Ḥadīs)
Oleh:
Khoirudin Azis
A. Latar Belakang
Islam merupakan agama samawi terahir, diyakini sebagai
agama universal tidak terbatas waktu dan tempat. Ajaran Islam diturunkan
sebagai petunjuk bagi manusia, dan sebagai rahmat bagi seluruh alam semesta. Di
sisi lain Islam diyakini sebagai risalah yang sempurna, mengandung
prinsip-prinsip dan aturan-aturan bagi umat manusia agar mendapatkan
kesejahteraan di dunia dan kebahagiaan di akhirat. Yang mana prinsip-prinsip
dan aturan-aturan Islam tersebut terdapat dalam dua sumber hukum Islam yaitu al-Qur`an
dan hadis.
Seiring perkembangan ilmu pengetahuan, banyak bermunculan penelitian tentang kajian keilmuan
Islam, salah satunya yaitu dalam bidang hadis. Banyak sekali bahasan dari hadis yang sangat menarik
dan sangat penting untuk dibahas dan dipelajari. Kajian-kajian semacam ini sejak dahulu sampai saat ini terus mengalami
perkembangan yang begitu pesat, ini tetap menjadi minat bagi sebagian besar orang,
terutama bagi yang beragama Islam, dan karena hadis merupakan salah satu sumber
hukum yang berasal dari nabi Muhammad Ṣalla
Allāh ‘Alayhi wa Salla.
Hadis adalah perkara yang disandarkan kepada nabi
Muhammad Ṣalla Allāh
‘Alayhi wa Sallam baik berupa perkataan, perbuatan, ketetapan maupun sifat. Ulama sebagai
pemimpin dan penjelas hadis seluruh umat Islam dalam memahami terkadang berbeda
pendapat. Perbedaan dalam memahami hadis merupakan salah satu problem yang
serius dalam Islam, karena hadis sebagai salah satu sumber otoritas
Islam ke dua setelah al-Qur`an, sejumlah literature hadis memiliki
pengaruh yang sangat menentukan dan menjadi sumber hukum dan inspirasi agama
Islam.[1] Dengan
adanya perbedaan ini, mengakibatkan muncullnya permasalahan-permasalahan baru
di dalam agama Islam, bahkan dengan adanya perbedaan tersebut antara satu
dengan lainya saling mengkafirkan.
Salah satu hadis yang sampai saat ini masih
diperdebatkan adalah maksud hadis tentang bid’ah. Adapun hadis yang
menjelaskan tentang bid’ah di antaranya sebagai berikut:
حدثنا مصعب بن سلام حدثنا جعفر عن أبيه عن جابر قال
خطبنا رسول الله صلى الله عليه وسلم فحمد الله وأثنى عليه بما هو له أهل ثم قال
أما بعد فإن أصدق الحديث كتاب الله وإن أفضل الهدي هدي محمد وشر الأمور محدثاتها
وكل بدعة ضلالة.[2]
Amma Ba’du, sesungguhnya tutur kata
yang terbaik adalah kitab Allah (al-Qur`an), dan petunjuk (huda) yang terbaik
adalah Muhammad Ṣalla Allāh ‘Alayhi wa Sallam, sedangkan
persoalan yang terburuk adalah hal-hal yang diada-adakan, dan setiap hal yang
diada-adakan adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah sesat.
Selain matan hadis di atas, terdapat matan
hadis lain yang menjelaskan tentang bid’ah:
قال رسول الله - صلى الله عليه وسلم - (أوصيكم بتقوى الله، والسمع والطاعة
وأن آمر عليكم عبد حبشي فإنه من يعيش منكم بعدي فسيرى اختلافاً كثيراً، فعليكم
بسنتي وسنة الخلفاء المهديين الراشدين تمسكوا بها وعضوا عليها بالنواجذ وإياكم
ومحدثات الأمور فإن كل محدثة بدعةُ وكل بدعةٍ ضلالةٌ) صحيح (رواه أحمد وأبو داود).[3]
Aku berwasiat kepada kamu sekalian supaya
bertakwa kepada Allah, mendengar dan taat sekalipun diprintah oleh seorang
Habsyi. Sesungguhnya siapa saja yang hidup (selepas ini) di antara kamu
sekalian selepasku akan melihat perselisihan yang banyak, maka kembalilah
(berpeganglah) kamu kepada sunnahku, dan sunnah para Khulafaurrasidin selepas
peninggalanku, berpegang teguh kepadanya, maka gigitlah dengan gigi graham,
kemudian berhati-hatilah dengan hal yang baru (diciptakan agama), sesungguhnya
setiap ciptaan yang baru itu adalah bid’ah dan setiap yang bid’ah itu sesat.
أخبرنا عتبة بن عبد
الله قال أنا بن المبارك قال أنا سفيان عن جعفر بن محمد عن أبيه عن جابر قال كان
رسول الله صلى الله عليه و سلم يقول في خطبته يحمد الله ويثني عليه بما هو له أهل
ثم يقول : من يهد الله فلا مضل له ومن يضلل فلا هادي له إن أصدق الحديث كتاب الله
وأحسن الهدي هدي محمد صلى الله عليه و سلم وشر الأمور محدثاتها وكل محدثة بدعة وكل
بدعة ضلالة وكل ضلالة في النار[4].
Dari beberapa matan hadis tentang bid’ah di
atas sebenarnya memiliki maksud yang sama, perbedaan yang paling mendasar dalam
hadis di atas yaitu terdapat tambahan lafal وكل ضلالة
في النار pada hadis terakhir.
Untuk
dapat memahami hadis tersebut, dibutuhkan harus dapat memahami
sunnah nabi Muhammad Ṣalla Allāh ‘Alayhi wa Sallam terlebih dahulu dalam
menghadapi berbagai persoalan yang terjadi pada zamanya, yaitu
persoalan-persoalan yang tidak dilakukannya, tidak diucapkan dan tidak
diperintahkan olehnya, tetapi
dipahami dan dilakukan oleh orang-orang yang berijtihad menurut
kesanggupan akal pikiranya, dengan tetap
berpedoman pada kitab Allah Subḥānahu wa Ta’ālā dan sunnah
nabi Muhammad Ṣalla Allāh ‘Alayhi wa Sallam.
Selain
itu, juga harus mengikuti dan menelusuri persoalan-persoalan itu agar dapat
memahami jalan atau sunnah yang ditempuh nabi Muhammad Ṣalla Allāh ‘Alayhi
wa Sallam dalam membenarkan, menerima atau menolak sesuatu yang dilakukan
seseorang. Dengan mengikuti dan menelusuri persoalan-persoalan itu dapat
mempunyai keyakinan yang benar dalam memahami sunnahnya. Mengenai soal-soal
baru yang terjadi setelah meninggalnya nabi Muhammad Ṣalla Allāh ‘Alayhi wa
Sallam, mana yang baik sesuai dengan sunnah nabi Muhammad Ṣalla Allāh
‘Alayhi wa Sallam dan tidak bertentangan, itulah yang dinamakan sunnah.
Mana yang buruk, tidak sesuai dengan sunnah nabi Muhammad Ṣalla Allāh
‘Alayhi wa Sallam dan bertentangan, itulah yang dinamakan bid’ah.
Ini semua dapat diketahui setelah kita dapat membedakan lebih dahulu, mana yang
sunnah dan dan mana yang bid’ah.[5]
Sunnah dan bid’ah adalah dua soal yang saling
berhadap-hadapan dalam memahami ucapan-ucapan nabi Muhammad Ṣalla Allāh ‘Alayhi wa Sallam. Sebagai Sahibul Syara’ (yang brwenang menetapkan hukum syariat),
sunnah dan bid’ah masing-masing tidak dapat ditentukan batas-batas
pengertianya, kecuali jika yang satu sudah ditentukan batas pengertianya
terlebih dahulu. Tidak sedikit orang yang menetapkan batas pengertian bid’ah
tanpa menetapkan terlebih dahulu batasan pengertian sunnah.[6]
Apabila salah dalam menentukan batasan, maka akan mengakibatkan kesalahan dalam
memaknai bid’ah.
Bid’ah secara syari’at adalah suatu jalan dalam agama
yang diada-adakan yang menyerupai syari’at yang ditempuh dengan tujuan
bersungguh-sungguh dalam beribadah kepada Allah Subḥānahu wa Ta’ālā, yang mencakup segala sesuatu yang diada-adakan dalam
agama yang tidak memiliki landasan syari’at. Adapun amalan yang memiliki
landasan maka bukan bid’ah secara syar’i, meskipun secara bahasa
dinamakan bid’ah.[7]
Tingkah laku manusia yang tidak ditegaskan ketentuan
hukumnya, tidak diterangkan cara mengamalkanya, tidak diperinci menurut
petunjuk dalil yang masih utuh, tidak dikususkan menurut petunjuk ayat yang masih mutlak dalam al-Qur`an,
hendaklah dicarikan penyelesaiannya dalam hadis. Andaikan usaha ini mengalami
kegagalan, disebabkan tingkah laku yang akan dicarikan ketentuan hukum dan cara
mengamalkanya itu benar-benar belum pernah terjadi di masa nabi Muhammad Ṣalla Allāh ‘Alayhi wa Sallam sehingga
memerlukan ijtihad baru untuk menghindari kevakuman hukum dan kebekuan
beramal, baru dialihkan untuk mencari pedoman yang lain yang dibenarkan oleh syari’at,
baik pedoman tersebut berupa ijtihad perseorangan maupun klompok yang
terealisir dalam bentuk ijma’ ulama atau pedoman-pedoman yang lain, asal
tidak berlawanan dengan syari’at.[8]
Dari dasar inilah penulis mencoba untuk
menginterprestasikan tentang makna dan batasan bid’ah dalam hadis nabi Muhammad
Ṣalla Allāh ‘Alayhi wa Sallam, yang bertujuan untuk mendapatkan
pemahaman tentang bid’ah secara komprehensip.
B. Rumusan Masalah
Dari
uraian latar belakang masalah di atas penulis merumuskan masalah yaitu:
1. Bagaimanakah pemaknaan bid’ah dalam
hadis nabi Muhammad Ṣalla Allāh
‘Alayhi wa Sallam tersebut?
2. Dalam memahami hadis tersebut ulama berbeda
pendapat, sehingga mengakibatkan terjadinya perselisihan. Bagaimanakah batasan bid’ah
pada hadis tersebut dan bolehkah bid’ah di bagi menjadi beberapa jenis?
C. Tujuan Penelitian
Di bawah ini akan disebutkan beberapa tujuan dari
penelitian ini:
1.
Dengan ditulisnya proposal
skripsi yang berjudul “Makna dan Batasan Bid’ah Dalam Hadis nabi
Muhammad” ini, Agar mengetahuhi dalil hadis yang secara langsung menjelaskan
tentang bid’ah.
2.
Untuk mengetahui makna bid’ah dan batasannya, diperbolehkan
atau tidaknya bid’ah dibagi menjadi beberapa macam seperti yang diijtihadkan
ulama.
3.
Memberikan sumbangsih dalam kajian-kajian keislaman terutama yang
berhubungan dengan hadis.
D. Manfaat dan Kegunaan
1.
Dengan adanya kajian ini, dapat menambah wawasan keilmuan khususnya dalam bidang hadis.
2.
Agar dijadikan sebagai sarana mempermudah mencari tambahan wawasan dan ilmu
pengetahuan, sehingga lebih mudah dalam memahami
hadis tentang bid’ah
3.
Memberikan informasi yang memadai kepada para peminat dan pengkaji hadis
serta kepada masyarakat umum.
4.
Dengan adanya kajian ini penulis berharap mudah-mudahan dapat dijadikan
sebagai literatur dan dorongan untuk mengkaji masalah tersebut lebih lanjut.
E. Tinjauan
Pustaka
Kajian maupun penelitian terhadap makna dan batasan bid’ah
dalam hadis nabi Muhammad Ṣalla Allāh ‘Alayhi wa Sallam sebenarnya telah
dilakukan banyak orang baik dalam bentuk buku-buku, artikel, dan berbagai macam
tulisan lainnya. Karena tema judul ini merupakan salah satu pembahasan yang sangat menarik untuk didiskusikan
dan diteliti. Di dalam kitab-kitab hadis sendiri
banyak hadis
yang membahas mengenai bid’ah. Dalam
penelitian ini yang menjadi sumber pokok dasar teori adalah kitab hadis.
Muhammad Ibn Shalih al-Utsmani dalam
kitabnya “al-Ibda’ fi Kamāli al-Syar’ī wa Khutri al-Ibda’h” yang
diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh Ahmad masykur juga menyinggung
mengenai bid’ah. Di dalamnya selain di jelaskan maksud dari bid’ah
juga di jelaskan mengenai pembagian bid’ah.
Muzaffar Sahidu dalam buku karyanya yang
berjudul “Larangan Melakukan Bid’ah”. Pada buku tersebut juga di
jelaskanmengenai bid’ah.Buku itu ukuranya tidak terlalu besar, namun
pembahasan di dalamnnya terkhususkan mengupas bid’ah secara mendalam.
Muhammad Iqbal dalam karya bukunya yang
berjudul “Jenis-Jenis Bid’ah dan berbagai Kondisi Pelakunya”. Di dalam
buku tersebut juga dijelaskan mengenai bid’ah. Mencakup makna, batasan
serta jenis-jenisnya.
Ust. Drs. H. Lukman Hakim dalam buku
karyanya yang berjudul “Mengkaji Ulang Tafsir Istilah Bid’ah”. Dalam
buku juga dilaskan mengenai bid’ah secara detail. Selain menjelaskan
atau menafsirkan lafal bid’ah juga di jelaskan banyak contoh tentang bid’ah
dan pembahasan lainnya tentang bid’ah.
Bakr Ibn Abdullah Zaid dalam karya bukunya
yang berjudul “Menjahui Pelaku Bid’ah”. Pada buku tersebut juga diterangkan
mengenai permasalahan bid’ah. Dan masih banyak kitab atau buku-buku
lainnya yang membahas tentang makna dan batasan bid’ah.
Dalam
penulisan kajian ini difokuskan pada pengungkapan makna dan batasan bid’ah
pada hadis nabi Muhammad Ṣalla
Allāh ‘Alayhi wa Sallam. Untuk melakukan hal tersebut penulis menggunakan metode kajian makna
matan hadis (Tela’ah Ma’āni al-Ḥadīs)
F. Kerangka Teori
Penelitian kali ini merupakan suatu penelitian
pemahaman matan suatu hadis. Peneliti menggunakan teori Tela’ah Ma’āni al-Ḥadīs, yaitu ilmu yang berusaha memahami
matan hadis secara tepat dengan menggunakan faktor-faktor yang berkaitan
dengannya atau indikasi yang melingkupinya. Abdul Mustaqim, mengatakan bahwa “Ma’āni al-Ḥadīs adalah ilmu yang mengkaji
tentang bagaimana memaknai dan memahami hadis nabi Muhammad Ṣalla Allāh ‘Alayhi wa Sallam, ketika menyampaikan hadis, dan bagaimana
menghubungkan teks hadis masa lalu dengan konteks kekinian, sehingga diperoleh
pemahaman yang relatif tepat, tanpa kehilangan relevansinya dengan konteks
kekinian”.[9]
Dalam memahami hadis terdapat langkah-langkah yang
harus ditempuh sebagai upaya dalam mendapatkan pemahaman yang baik dan benar.
Adapun langkah-langkah yang harus ditempuh adalah sebelum memasuki tahap
pemahaman terhadap hadis yang diteliti, problem otentisitas dan orisinalitas
hadis harus diketahui terlebih dahulu, sanad hadis yang akan diteliti harus
harus berkualitas Ṣahih atau minimal hasan.
Setelah menentukan derajat otentitas hadis, langkah
selanjutnya adalah pemahaman terhadap makna hadis melalui beberapa kajian.
Kajian yang dimaksud adalah kajian linguistik. Kajian ini sangat diperlukan
mengingat bahasa Arab yang digunakan oleh nabi Muhammad Ṣalla Allāh ‘Alayhi wa Sallam dalam menyampaikan hadis selalu dalam uslub
yang baik dan benar. Tidak lupa pula untuk mendapatkan pemahaman yang tepat,
harus melihat latar belakang situasi ketika hadis itu muncul. Terrmasuk dalam
ini adalah kapasitas dan fungsi nabi Muhammad Ṣalla Allāh ‘Alayhi wa Sallam ketika melahirkan hadis yang bersangkutan.
Karena hadis adalah sumber hukum Islam pokok ke dua
setelah al-Qur`an, dalam memahami hadis harus dengan benar dan tidak
bertentangan dengan al-Qur`an, maka perlu dilakukan konfirmasi makna yang
diperoleh dengan petunjuk-petunjuk al-Qur`an sebagai sumber hukum tertinggi
dalam Islam.
Langkah selanjutnya yaitu kajian tematis
komprehenship, yaitu mempertimbangkan teks-teks hadis lain yang memiliki tema
relevan dengan tema hadis yang bersangkutan dalam rangka mendapatkan pemahaman
yang lebih komprehenship.
Sebelum melakukan studi matan, studi sanad merupakan
hal utama yang harus dikaji terlebih dahulu untuk memperoleh otoritas validitas
hadis, sebab ketika suatu hadis diketahui sanadnya lemah atau tidak dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiyah, maka studi matan tidak perlu dilakukan.[10]
Setelah melakukan studi sanad, ada beberapa pendekatan
di dalam studi matan yang harus diperhatikan yaitu pendekatan bahasa, histori,
sosiologi, sosio-historis, antropologis dan psikologis. Dengan pendekatan
tersebut, diharapkan dapat diperoleh sebuah validasi dan otoritas hadis sebagai
sumber hukum ajaran Islam. Sehingga ketentuan yang terdapat dalam sebuah hadis
dapat diketahui dan dapat dipahami secara proporsional.
Pendekatan menggunakan pendekatan bahasa di dalam
memahami hadis tentang bid’ah, pendekatan tersebut di antaranya adalah:
1. Pendekatan bahasa
Ketika meneliti matan sebuah hadis, pendekatan bahasa
sangat diperlukan, karena untuk mengetahui kandungan dari suatu teks sangat
berhubungan tatacara penyampaiaan teks tersebut dengan menggali makna dari
setiap kata pada teks tersebut dan mengetahui apakah hadis tersebut memiliki
kandungan makna kiasan.
Dalam hadis tenyang bid’ah ini, terdapat
perbedaan hadis yang semakna, namun ada sedikit perbedaan lafal antara yang
diriwayatkan perowi satu dengan lainnya. Seperti matan hadis di atas antara
yang terahir dengan sebelumnya terdapat perbedaan lafal.
G. Metode Penelitian
Metode penelitian adalah suatu cara atau teknis yang dilakuakan dalam
penelitian ilmiyah yaitu proses dalam ilmu pengetahuan yang dijalankan untuk
memperoleh fakta-fakta dan prinsip-prinsip dengan hati-hati dan sistematis
untuk mewujudkan kebenaran.[11]
Untuk mencapai hasil yang optimal, sistematis, metodis, juga secara moral
dapat dipertanggungjawabkan, maka sebuah penelitian atau penulisan haruslah
mempunyai metode tertentu sebagai sebuah
sistem aturan yang menentukan jalan untuk mencapai pengertian baru pada bidang
ilmu pengetahuan tertentu.
Adapun tahapan-tahapan metodis yang digunakan dalam penelitian ini
adalah:
1. Jenis Metode Penelitian
Metode
adalah suatu hal penting dalam karya-karya ilmiyah pada
disiplin ilmu tertentu. Setiap pembahasan ilmiyah tentunya membutuhkan metodologi untuk
menganalisa permasalahan yang akan di kaji, agar penelitian yang dihadapi dapat membuahkan hasil yang detail dan dapat dipahami dengan baik.
Dalam penelitian ini, jenis penelitian yang
digunakan adalah penelitian
kepustakaan (library reaserch). Penelitian
kepustakaan (library reaserch) yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara mengkaji
dan menelaah sumber atau buku-buku yang ada relevansinya dengan tema yang akan
dikaji lebih dalam.[12] Adapun objek utama dalam penelitian ini adalah kitab hadis Musnad al-Imam Ahmad Ibn Hambal karya Ahmad
Ibn Hambal dan juga
buku-buku pendukung lainya yang di
dalamnya memuat
hal-hal yang berkaitan dengan pembahasan.
2. Sumber Data
Karena data yang digunakan
dalam kajian ini termasuk library reaserch, maka data-data yang akan
diperoleh adalah
bersumber dari data
tertulis.
Sumber data literer di sini dibagi menjadi dua bagian, yaitu sumber
data primer dan sumber data skunder:
a.
Sumber data Primer
Sumber data primer diperoleh dari kitab-kitab hadis seperti Musnad al-Imam Ahmad Ibn
Hambal dan buku-buku yang membahas secara mendalam tentang isi kandungan
hadis tentang bid’ah.
b.
Sumber data Sekunder
Sumber data
sekunder adalah sumber data lain yang berkaitan dengan pokok pembahasan. Dalam
hal ini berupa buku-buku maupun kajian-kajian yang membahas tentang judul
pelelitian, yaitu “Makna dan Batasan Bid’ah Dalam Hadis nabi Muhammad”.
3. Teknik Pengumpulan Data
Peneliti
menggunakan tehnik mengumpulkan buku-buku literatur yang berkaitan dengan objek
penelitian di dalam penelitian kepustakaan. Pengumpulan data dilakukan dengan
cara mengumpulkan literatur yang sesuai dengan tema yang terkait sesuai dengan
tema yang diteliti, baik itu sumber yang menjadi sumber primer atau sumber
skunder, selanjutnya sumber yang telah terkumpul di klasifikasikan sesuai
dengan sub-sub penelitian yang akan dilakukan, dan dikaji untuk mendapatkan
hasil penelitian yang akurat dan sesuai dengan sumber yang telah dikumpulkan.
4. Teknik Analisi Data
Adapun teknik yang digunakan dalam menganalisis
data penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Peneliti mengumpulkan hadis yang berkaitan
dengan pembahasan dengan mencari hadis
tersebut di dalam kitab-kitab hadis.
b. Dari banyaknya hadis yang ditemukan,
peneliti memilih tiga hadis saja karena memiliki makna hampir sama, perbedaan pada
sedikit lafal hadis dari perowi yang berbeda, dan agar penelitian lebih fokus
sehinnga tidak melebar, maka dari itu peneliti memilih hadis seperti yang telah
di cantumkan pada latar belakang di atas.
c. Peneliti melakukan penelitian terhadap
sanad dan matan hadis yang akan digunakan. Penelitian sanad dilakukan karena
hadis yang memiliki kualitas lemah tidak dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiyah,
dan tidak perlu dilanjutkan kepada penelitian tentang maknannya.
d. Peneliti juga menggunakan pendekatan bahasa
untuk memahami kandungan yang ada di dalam matan hadis tersebut. Agar dalam
memahami hadis tersebut secara tepat dan benar,
H.
Sistematika Penulisan
Pembahasan dalam penelitian ini menggunakan sistem bab per bab.
Antara satu bab dengan bab lainya merupakan kesinambungan dan saling terkait.
Bab pertama,
berisi pendahuluan yang menjelaskan tentang latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat dan kegunaan, tujuan pustaka, kerangka
teori, metode penelitian, dan sistematika pembahasan.
Bab kedua, berisi tentang kritik sanad
dan matan hadis yang berisi penelitian kualitas hadis tentang bid’ah.
Bab ketiga, menguraikan tentang makna bid’ah dengan pendekatan bahasa dalam
hadis nabi Muhammad Ṣalla Allāh
‘Alayhi wa Sallam tersebut, yang mana akan menjawab
dari rumusan masalah yang pertama yang telah dicantumkan di atas.
Bab keempat, akan
menguraikan jawaban dari rumusan masalah yang kedua, yakni menjelaskan mengenai
batasan bid’ah pada hadis tersebut
dan boleh tidaknya bid’ah dibagi menjadi beberapa jenis.
Bab kelima, berupa penutup. Dalam bab ini penulis akan memberikan kesimpulan
tentang hasil penelitian yang telah dilakukan. Di samping itu juga akan dimuat
tentang saran maupun kritikan terkait dengan penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Kamaruddin. Metode Kritik Hadis. Jakarta Selatan: Penerbit
Hikmah PT Mizan Publika. 2009.
Ibn Hambal, Ahmad. Musnad al-Imam Ahmad Ibn Hambal. ttp. :
Mu`asasah al-Risālah. 1999.
TaufĪq, Bāri’ ‘Irfan. Sahih Kanuz al-Sunnah al-Nabawiyyah. ttp:
Maktabah Muskah al-Islamiyah. t.th.
Nasai (al), Ahmab Ibn Shu’aīb Abu Abdu al-Rahmān. Sunan al-Nasāī
al-Kubra. Bairut: Dār al-Lutub al-‘Ilmiyah. 1991.
Shihabuddin,
Ahmad. Inilah Ahlussunah WalJama’ah.
Yogyakarta: Assalafiyah Press. 2010.
Fakihi (al), Ali Ibn Muhammad Nasir. Bid’ah Sumber Kebinasaan.
Solo: Pustaka al-Salaf. 1998.
Rahman, Fatchur. Ikhtisar Mushthalahul Hadits. Bandung: PT
al-Ma’arif. 1974.
Mardalis. Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta:
Bumi Aksara. 1995.
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek.
Jakarta: PT. Reneka Cipta. 1996.
Mustaqim, Abdul. Ilmu Ma’ani al-Hadis Paradigma Interkonektif:
Berbagai Teori dan Metode Memahami Hadis Nabi. ttp. : Erlangga. t.th.
[1] Kamaruddin Amin, Metode Kritik Hadis, (Jakarta Selatan: Penerbit
Hikmah PT Mizan Publika, 2009), 1.
[3] Bāri’ ‘Irfan TaufĪq, Ṣahih Kanuz al-Sunnah al-Nabawiyyah, (ttp:
Maktabah Muskah al-Islamiyah, t.th), 1: 162.
[4] Ahmab Ibn Shu’aīb Abu Abdu al-Rahmān al-Nasāī, Sunan al-Nasāī
al-Kubra, (Bairut: Dār al-Lutub al-‘Ilmiyah, 1991), 1: 550.
[5] Ahmad
Shihabuddin, Inilah Ahlussunah WalJama’ah, (Yogyakarta: Assalafiyah
Press, 2010), 114-115.
[6] Ibid.,113.
[9] Mustaqim, Abdul, Ilmu Ma’ani al-Hadis Paradigma Interkonektif:
Berbagai Teori dan Metode Memahami Hadis Nabi, (ttp. : Erlangga, t.th), 23.
[10] Nurun Najwa, Ilmu Ma’ani Hadis: Metode Pemahaman Hadis Nabi, Teori
dan Aplikasi, (Yogyakarta: Cahaya Pustaka, 2008), 18-19.
[12] Suharsimi arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek,
(Jakarta: PT. Reneka Cipta, 1996), 245.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar