ORIENTALISME
AL-QUR`AN
Oleh: Khoirudin
Azis dan M. Ali Masyhur al-Hamid
I. Pendahuluan
Al-Qur`an adalah kitab Allah Subḥānahu wa
Ta’ālā yang di
turunkan kepada nabi Muhammad Ṣalla Allāh ‘Alayhi wa Sallam melalui
malaikat Jibril sebagai pedoman umat Islam sepanjang zaman. Di dalamnya
terdapat banyak ilmu mulai dari cabang ilmu fisika, biologi, astronomi,
sejarah, sosial, ekonomi dan masih banyak lainya. Bukti kebenaranya selalu
muncul mulai sejak awal turunnya al-Qur`an sampai saat ini bahkan sampai ahir
zaman. Sehingga, tak sedikit manusia, khususnya umat Islam berusaha untuk
mempelajarinya secara mendalam. Hal itu terbukti banyaknya umat Islam yang
berusaha menghafal dan menafsirkannya untuk memahami semua isi kandungan di
dalamnya.
Tidak hanya itu, orang-orang non-Muslim pun tidak ingin ketinggalan
ikut mempelajari dan mengkajinya. Mereka terkagum-kagum oleh al-Qur`an. Banyak
hasil penelitian-penelitian yang mereka kira itu merupakan hal yang baru,
ternyata hal tersebut (hasil penelitian) sudah di jelaskan di dalam al-Qur`an
jauh sebelum adanya penelitian mereka. Bahkan, tidak sedikit para tokoh
Orientalisme (mustasyriq) juga menaruh perhatian terhadap Islam dan
al-Qur’an. Meski dengan tujuan yang beragam, ada yang bertujuan mencari
kelemahan-kelemahan agama Islam, ada juga yang mengkaji al-Qur’an untuk tujuan
ilmiyah.[1]
Ada yang berusaha mengkaji al-Qur’an, al-Hadis, sejarah, dan fikih secara
mendalam.
Di dalam makalah ini akan dijelaskan tentang Orientalisme al-Quran
yang dilakukan oleh William Montgomery Watt,
meliputi: pengertian Orientalisme, Biografi William Montgomery Watt, Pemikiran William Montgomery Watt,
tanggapan terhadap Pemikiran William Montgomery Watt.
II. Pengertian Orientalisme
Kata
Orientalisme berasal dari kata dasar Orien yang berarti timur. Sedangkan kata Oriental berarti adat
istiadat/bentuk/ciri-ciri/tabiat ketimuran (Asia); hubungan dengan lingkungan.
Orientalisme adalah ilmu pengetahuan ketimuran atau tentang (adat/sastra/bahasa/kebudayaan
dan sebagainya) dunia timur (Asia); sika membanggakan akan segala yang dimiliki
oleh dunia Timur (oleh orang timur/Asia sendiri); proses penyerapan adat
istiadat/kebudayaan timur oleh barat.[2]
Orientalisme secara
istilah adalah bidang pengetahuan atau ilmu yang mengantarkan pada (pemahaman)
dunia timur secara sistematis sebagai suatu objek yang dapat dipelajari,
diungkap, dan diaplikasikan.[3] Namun
terkadang penamaan orientalisme hanya dibatasi kepada orang-orang yang mengkaji
pemikiran islam dan peradabanya saja.[4]
Orientalisme adalah sekelompok atau golongan yang berasal dari
bangsa-bangsa barat (eropa) yang berkonsentrasi atau memfokuskan diri dalam
mempelajari kajian ketimuran, khususnya dalam hal keilmuan, peradaban dan
agama.
III. Sekilas Tentang William Montgomery Watt
William Montgomery Watt
lahir pada 14 Maret 1909 M di Ceres, Fife, Skotlandia. Ia adalah seorang pakar studi-studi ke Islaman
dari Britania Raya, dan salah seorang Orientalis dan sejarawan utama tentang Islam di dunia Barat.
William Montgomery Watt
adalah seorang profesor studi-studi Arab dan Islam pada Universitas Edinburgh antara tahun 1964-1979. Ia juga merupakan visiting professor pada Universitas Toronto, College de France, Paris, dan Universitas Georgetown, serta menerima gelar kehormatan Doctor of Divinity dari Universitas Aberdeen. Dalam hal kerohanian, William Montgomery Watt adalah pendeta pada Gereja Episkopal Skotlandia, dan pernah menjadi spesialis bahasa
Uskup Yerusalem antara tahun 1943-1946 M. Ia menjadi anggota gerakan ekumenisme “Iona Community” di Skotlandia pada 1960 M. Beberapa media massa Islam pernah menjulukinya sebagai Orientalis terakhir. William Montgomery Watt meninggal di Edinburgh pada tanggal 24 Oktober 2006, pada
usia 97 tahun.[5]
Mongomery Watt pernah menuturkan bahwa kedudukan Allah dalam sistem
kepercayaan masyarakat Arab pra Islam sebagai the High God, sementara dewi-dewi
sebagai the lesser deities yang berfungsi sebagai perantara dalam menyembah
Allah Subḥānahu wa Ta’ālā.[6]
IV. Metode Pendekatan dan Karya-Karya William Montgomery Watt
A. Metode
pendekatan historis
Dengan
berkembangnya ilmu pengetahuan, maka secara tidak langsung dibutuhkanya metode
pendekatan dalam setiap disiplin ilmu. Demikian juga yang terdapat dalam kajian
seputar ilmu-ilmu al-Qur’an dan tafsir. Terdapat berbagai pendekatan dalam
kajiannya. Adapun metode pendekatan yang di gunakan William Montgomery Watt dalam melakukan kajian al-Qur`an yaitu dengan metode
pendekatan historis.[7]
Pendekatan
historis adalah meninjau suatu permasalahan dari sudut tinjauan sejarah, dan
menjawab permasalahan serta menganalisisnya dengan menggunakan metode analisis
sejarah. Sejarah atau histori adalah studi yang berhubungan dengan
peristiwa-peristiwa atau kejadian masa lalu yang menyangkut kejadian atau
keadaan yang sebenarnya.
B.
Karya-Karya William
Montgomery Watt
Di wawah ini akan
disebutkan beberapa karya William
Montgomery Watt:[8]
1.
The faith and practice of al-Ghazālī (1953)
4.
Muhammad: Prophet and Statesman (1961), rumusan dua karya utama di
atas.
5.
Islamic Philosophy and Theology (1962)
6.
Muhammad: Seal of the Prophets (???)
7.
Islamic Political Thought (1968)
8.
Islamic Surveys: The Influence of Islam on Medieval Europe (1972).
9.
he Majesty That Was Islam (1976)
10.
Muslim-Christian Encounters: Perceptions and Misperceptions (1991).
V. Pandangan
William Montgomery Watt
Terhadap al-Qur`an
A.
Konsep wahyu
Penjelasan Watt tentang wahyu bertolak
dari pemahamannya tentang ayat-ayat al-Quran tentang wahyu. Karena itu
pandangannya dalam hal ini tidak jauh beda dengan apa yang dipahami oleh umat
Islam. Bagi Islam al-Quran adalah kitab yang diwahyukan kepada Muhammad Ṣalla Allāh ‘Alayhi wa Sallam melalui malaikat. Al-Qur’an bukanlah
kata-kata Muhammad Ṣalla Allāh ‘Alayhi wa Sallam tetapi kata-kata Tuhan.
Muhammad Ṣalla Allāh ‘Alayhi wa Sallam tidak lebih dari seorang utusan yang
ditunjuk untuk membawa pesan itu.
Watt mencoba menguji data al-Qur’an secara
historis dan mendeskripsikan beberapa ayat yang menurutnya cukup membuktikan
tentang kebenaran al-Qur’an dengan melihat pengalaman Muhammad Ṣalla Allāh ‘Alayhi wa Sallam dalam menerima wahyu. Dari surat 53 ayat
2-18, watt memahami bahwa al-Qur`an memang menyebut dua bentuk peristiwa nabi dalam
melihat bayangan. Dalam ayat tersebut sebagai mana juga dalam surat 81 ayat
24, Watt mengajak untuk memperhatikan kata ‘abd (hamba). Kata
ini membawa pada pengertian tentang hubungan manusia dengan tuhan. Tetapi kata
ini juga dapat dipahami tentang hubungan manusia dan malaikat. Ini menunjukkan
adanya perubahan hal-hal spiritual-spiritual dalam pikiran Muhammad Ṣalla Allāh ‘Alayhi wa Sallam dan orang Islam. Awalnya
mereka berasumsi bahwa Muhammad Ṣalla Allāh
‘Alayhi wa Sallam melihat Allah. Tetapi karena tidak mungkin,
disimpulkan bahwa itu bayangan malaikat.
Di samping itu, kata wahy juga sering
dipahami untuk mengungkapkan pengalaman Muhammad Ṣalla
Allāh ‘Alayhi wa Sallam dalam bahasa Arab kata ini menjadi istilah
tehknis teologis. Kata ini dipakai untuk bentuk komunikasi yang istimewa tetapi
tidak terbatas untuk itu. Selain kata wahyu, kata kerja yang mengandunmg makna
mewahyukan adalah kata nazala yang berarti menurunkan. Kata ini
mengandung pengertian bahwa ada utusan yang mrmbawa pesan dari Tuhan kepada
nabi.
Yang jelas bagi
Watt, pengalaman Muhammad Ṣalla Allāh
‘Alayhi wa Sallam
dalam menerima wahyu sangat beragam. Pertama Muhammad Ṣalla
Allāh ‘Alayhi wa Sallam sadar bahwa kata-kata itu hadir dalam hati
atau pikiran yang sadar. Kedua, ayat tersebut bukan hasil pemikiran sadar
Muhammad Ṣalla Allāh ‘Alayhi wa Sallam dan ketuka ayat itu ditempatkan dalam
pikiran ya oleh malaikat. Karena itu Muhammad Ṣalla
Allāh ‘Alayhi wa Sallam percaya bahwa kata-kata itu berasal dari Tuhan.
Permasalahan yang sering dikedepankan oleh
orang modern adalah bagaimana kat-kata itu dating dalam kesadaran Muhammad Ṣalla Allāh ‘Alayhi wa Sallam. Watt memang menerima bahwa al-Qur`an
bukanlah hasil berbagai proses pemikiran alam sadar. Bagi orang
modern jawaban yang paling mudah adalah bahwa kata-kata itu dating dari alam
bawah sadar Muhammad Ṣalla Allāh
‘Alayhi wa Sallam.
Pandangan ini bias dikombinasikan dengan pandangan Islam tradisional yang
menganggap bahwa malaikat-malaikat memasukkan kata-kata itu kealam bawah sadar
Muhammad Ṣalla Allāh ‘Alayhi wa Sallam, dan bahwa dari alam bawah sadar inilah
ayat-ayat itu muncul dalam alam bawah sadar Muhammad Ṣalla
Allāh ‘Alayhi wa Sallam.
Dengan mengambil konsep tentang Collektfe
unconscious sebagaimana yang digagas oleh jung, Watt berpendapat bahwa wahyu
baik dalam pandangan yahudi, Kristen, maupun islam adalah kandungan yang muncul
dari alam bawah sadar. Berdasarkan teori alam sadar ini Watt membenarkan
gagasan bahwa agama berasal dari sumber yang sama.
Ada hal yang harus diperhatikan dalam
konsep kolektif unscouncious ini yakni bahwa ada bagian yang bekerja sebagai
pengfungsian alam bawah sadar yakni life-energi (kemampuan untuk hidup). Tanpa
ini kreatifitas Tuhan yang diberikan kepada manusia melalui alam bawah sadar
tidak akan berfungsi karena itu, kreatifitas tuhan melalui alam bawah sadar.
Alam bawah sadar disebut sebagai agen antara seorang figure yang dikehendaki
dengan sumber zat yang transenden. Karena alam bawah sadar merupakan bagian
dari pengfungsian energy hidup (life energy). Maka yang menyebabkan manusia
berkembang adalah daya yang menggerakkan alam bawah sadar itu. Di samping alam
sadar dan alam bawah sadar ada hal lain yang menyebabkan manusia atau seorang
figure bias berkomunikasi dengan zat transenden. bagi Watt unsure itu adalah
ketidakpuasan (unsatis factori) dalam hidup. Karena ketidak puasan inilah life
energy menuntut ide-ide muncul dibawah alam bawah sadar. Dengan demikian
perpaduan akan ketiga hal itu yakni alam sadar, alam bawah sadr, dan
ketidakpuasan yang digerakkan oleh suatu life energy membawa seseorang hidup
lebih sempurna. Inilah yang dimaksud Watt bahwa orang bias berhubungan dengan
zat yang transenden hanya dengan collektif unsconcious[9]
Di
bawah ini akan diuraikan beberapa contoh pemikiran William Montgomery Watt terhadap ayat al-Qur`an:
A.
Pengumpulan Teks al-Qur’an Prespekif William Mongomery Watt
Menurut William
Mongomery Watt, sejarah pengumpulan mushaf al-Qur’an dimulai sejak masa
khalifah Abu Bakar kemudian dikodifikasi ulang pada masa Utsman. Pengumpulan
tersebut berawal ketika terjadi perang Yamamah yaitu perang riddah. Banyak para
penghafal al-Qur’an yang gugur. Sehingga sahabat Umar mengusulkan agar segera
dilakukan pengumpulan al-Qur’an karena kekhawatiran akan lebih banyak lagi
penghafal al-Qur’an yang gugur sedangkan al-Quran belum dibukukan. Abu Bakar
sempat ragu atas usul Umar tersebut, karena tidak ada wewenang dari nabi
Muhammad Ṣalla Allāh ‘Alayhi wa Sallam. Namun pada akhirnya ia pun
menyetujui usulan Umar dan meminta Zaid bin Tsabit untuk menjadi panitia
penulisan, karena ia salah satu juru tulis “sekertaris” nabi Muhammad Ṣalla
Allāh ‘Alayhi wa Sallam. Setelah proses penulisan selesai, Zaid menyerahkan
pada Abu Bakar. Ketika Abu Bakar meninggal diserahkan pada Umar dan ketika Umar
meninggal diserahkan pada putrinya, Hafsah, yakni janda nabi Muhammad Ṣalla
Allāh ‘Alayhi wa Sallam.
William
Mongomery Watt menyoroti bahwa cerita di atas dapat dikritik atas dasar
beberapa alasan. Pertama, bahwa sampai nabi Muhammad Ṣalla Allāh ‘Alayhi wa
Sallam wafat tidak ada catatan sah mengenai wahyu. Lebih lanjut William
Mongomery Watt juga mengemukakan bahwa ada beberapa versi mengenai gagasan
mengumpulan Qur’an, apakah dimulai pada masa Abu Bakar atau Umar. Kemudian,
dengan mengutip pendapat Freidrich Schawally, William Mongomery Watt juga
menyinggung bahwa para korban yang gugur dalam perang Yamamah adalah orang yang
baru beriman (baru masuk Islam) bukan para huffaz. Kedua, pengumpulan al-Qur’an
secara formal dan absah. Hal itu didasarkan bahwa Qur’an yang berada diberbagai
daerah juga dianggap absah. Ketiga, William Mongomery Watt juga meragukan bahwa
suhuf yang berada ditangan Hafsah adalah salinan resmi hasil revisi/pengumpulan
Zaid, karena jika demikian, hal ini mustahil bila suhuf tersebut berpindah ke
tangan orang lain di luar kepemilikan resmi, meskipun Hafsah adalah putri
khalifah. Dari poin-poin kritik yang ditawarkan William Mongomery Watt, ia
memberi ulasan bahwa tidak ada kegiatan pengumpulan mushaf pada masa khalifah
Abu Bakar.[10]
B.
Perkawinan Beda Agama
Pada Surat
al-Maidah ayat 5 dijelaskan membolehkannya pria Muslim menikahi wanita Ahli
Kitab.
الْيَوْمَ أُحِلَّ لَكُمُ
الطَّيِّبَاتُ وَطَعَامُ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حِلٌّ لَكُمْ وَطَعَامُكُمْ
حِلٌّ لَهُمْ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ
الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ إِذَا آتَيْتُمُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ
مُحْصِنِينَ غَيْرَ مُسَافِحِينَ وَلا مُتَّخِذِي أَخْدَانٍ وَمَنْ يَكْفُرْ
بِالإيمَانِ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهُ وَهُوَ فِي الآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ.[11]
Pada hari ini dihalalkan
bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al Kitab
itu halal bagimu, dan makanan kamu halal pula bagi mereka. (Dan dihalalkan
mengawini) wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara wanita-wanita yang
beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang
diberi Al Kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar maskawin mereka dengan
maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya
gundik-gundik. Barang siapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima
hukum-hukum Islam) maka hapuslah amalannya dan ia di hari akhirat termasuk
orang-orang merugi.
William Mongomery
Watt dalam memahami Surat al-Maidah ayat 5 ini yaitu dengan pemahaman
diperbolehkanya perkawinan pria Muslim dengan wanita Kitabiyah itu
sebagai upaya rekonsiliasi (perbuatan memulihkan hubungan persahabatan pada
keadaan semula) Islam dengan Yahudi dan Kristen setelah sebelumnya mengalami
konflik peperangan beberapa kali.[12]
Pemahaman yang
dilakukan William Mongomery Watt terhadap ayat tersebut kurang tepat, karena
beliau memahami diperbolehkanya pernikahan beda agama antara laki-laki Muslim
dan perempuan Kitabiyah itu sebagai upaya rekonsiliasi (pemulihan
persahabatan antara agama) Islam d engan
agama Kristen atau yahudi yang sebelumnya mengalami konflik peperangan beberapa
kali. Di dalam Tafsir al-Misbah di jelaskan mengenai diperbolehkanya laki-laki
Muslim menikahi wanita Kitabiyah, tetapi izin ini adalah sebagai jalan
keluar kebutuhan mendesak ketika itu, dimana kaum Muslimin sering berpergian
jauh melaksanakan jihad tanpa mampu kembali ke keluarga mereka, sekaligus juga
untuk tujuan dakwah.[13]
C.
Pandangan William Mongomery Watt terhadap surah al-Nisa ayat 157:
وَقَوْلِهِمْ
إِنَّا قَتَلْنَا الْمَسِيحَ عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ رَسُولَ اللَّهِ وَمَا
قَتَلُوهُ وَمَا صَلَبُوهُ وَلَكِنْ شُبِّهَ لَهُمْ وَإِنَّ الَّذِينَ اخْتَلَفُوا
فِيهِ لَفِي شَكٍّ مِنْهُ مَا لَهُمْ بِهِ مِنْ عِلْمٍ إِلا اتِّبَاعَ الظَّنِّ
وَمَا قَتَلُوهُ يَقِينًا[14].
Dan karena ucapan
mereka: "Sesungguhnya Kami telah membunuh Al Masih, Isa putra Maryam,
Rasul Allah", padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula)
menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan
'Isa bagi mereka. Sesungguhnya orang-orang yang berselisih paham tentang
(pembunuhan) Isa, benar-benar dalam keragu-raguan tentang yang dibunuh itu.
Mereka tidak mempunyai keyakinan tentang siapa yang dibunuh itu, kecuali
mengikuti persangkaan belaka, mereka tidak (pula) yakin bahwa yang mereka bunuh
itu adalah Isa.
Di
dalam ayat tersebut di jelaskan tentang penolakan terhadap cerita nabi Isa yang disiksa dan mati di tiang salib. Menurut William Montgomery Watt al-Qur’an itu salah, menurutnya mengenai Nabi Isa
disiksa dan mati di tiang salib itu merupakan satu diantara bukti sejarah masa
silam yang paling pasti.[15]
VI. Kesimpulan
Orientalisme
secara bahasa adalah ilmu pengetahuan ketimuran atau tentang
(adat/sastra/bahasa/kebudayaan dan sebagainya) dunia timur (Asia); sika
membanggakan akan segala yang dimiliki oleh dunia Timur (oleh orang timur/Asia
sendiri); proses penyerapan adat istiadat/kebudayaan timur oleh barat. Orientalisme
secara istilah adalah bidang pengetahuan atau ilmu yang mengantarkan pada
(pemahaman) dunia timur secara sistematis sebagai suatu objek yang dapat
dipelajari, diungkap, dan diaplikasikan. Mengenai makna Orientalisme ada yang
membatasi hanya pada kepada orang-orang yang mengkaji pemikiran islam dan
peradabanya saja.
William Montgomery Watt
lahir pada 14 Maret 1909 M di Ceres, Fife, Skotlandia. Beliau termasuk Orientalis yang mengkaji
al-Qur’an. Adapun diantara karya-karyanya adalah The faith and practice of al-Ghazālī, Muhammad at Mecca, Muhammad at Medina, Muhammad: Prophet and Statesman, Islamic Philosophy and Theology,
dan lain sebagainya. Di antara hasil pandanganya terhadap al-Qur’an yaitu pada
surah al-Maidah tentang pernikahan beda agama, Sejarah pengumpulan al-Qur’an,
dan penolakan cerita kematian nabi Isa pada surah al-Nisa’ ayat 157.
Daftar Pustaka
Al-Qur’an
Jakub, Ismail .
Orientalisme dan Orientalisten. Surabaya: CV Faizan. ttp.
Maulana,
Achmad. dkk. Kamus Ilmiyah Populer lengkap. Yogyakarta: Absolut. 2011.
Noor, Nina
Mariani. dkk, Etika Sosial dalam Interaksi Lintas Agama. Yogyakarta;
t.p. 2014.
Solahudin,
Muhammad. Ulama Penjaga Wahyu. Kediri: Nouspustaka. 2013.
Said, Edward. Orientalisme.
New York: Vintage Books. 1979.
Syarifuddin, Mohammad
Anwar. Kajian Orientalis Terhadap al-Qur’an dan Hadis. t,th.
Quraish Shihab,
Muhammad. Tafsīr al-Misbāh. Jakarta: Penerbit Lentera Hati. 2009.
Fahmy Zarkasyi,
“Tradisi Orientalisme dan Framework Studi al-Qur’an”, (Skripsi, di Institut Studi Islam Darussalam, 2011.
Fathurrahman,
“Al-Qur’an dan Tafsiranya prespektif Toshihiko Izutsu” (Tesis, di UIN Syarif
Hidayatullah, 2010), 120.
http://alitopands.blogspot.co.id/2011/09/sejarah-pengumpulan-teks-al-quran-dalam.html, diakses pada hari senin, 14 september 2015.
http://sangperaihimpian.blogspot.co.id/favicon.ico, diakses pada tagal 20 Oktober 2015.
[1] M. Solahudin, Ulama
Penjaga Wahyu, (Kediri: Nouspustaka, 2013), 1.
[2] Achmad Maula,
dkk, Kamus Ilmiyah Populer lengkap, (Yogyakarta: Absolut, 2011), 365.
[3] Edward Said,
Orientalisme, (New York: Vintage Books, 1979), 92.
[4] Ismail Jakub, Orientalisme
dan Orientalisten, (Surabaya: CV Faizan, ttp.), 11.
[5] http://alitopands.blogspot.co.id/2011/09/sejarah-pengumpulan-teks-al-quran-dalam.html, di akses pada
hari senin, 14 september 2015.
[6] Fathurrahman, “Al-Qur’an
dan Tafsiranya prespektif Toshihiko Izutsu” (Tesis, di UIN Syarif Hidayatullah,
2010), 120.
[7] Mohammad Anwar
Syarifuddin, Kajian Orientalis Terhadap al-Qur’an dan Hadis, (t.t.,
t.p., t,th.), 57.
[9] http://sangperaihimpian.blogspot.co.id/favicon.ico, diakses pada 20 Oktober 2015.
[10] Mohammad Anwar
Syarifuddin, Kajian Orientalis Terhadap al-Qur’an dan Hadis, 55-56.
[11] Al-Qur`an, 5: 5.
[12] Nina Mariani
Noor, dkk, Etika Sosial dalam Interaksi Lintas Agama, (Yogyakarta; t.p.,
2014.), 54.
[13] M. Quraish
Shihab, Tafsīr al-Misbāh, (Jakarta: Penerbit Lentera Hati, 2009), 3: 36.
[14] Al-Qur’an, 4:
157
[15] Fahmy Zarkasyi, “Tradisi Orientalisme dan Framework Studi al-Qur’an”,
(Skripsi, di Institut Studi Islam
Darussalam, 2011), 8.