Oleh: Khoirudin Aziz
Foto KH. Wahab Husain
Sarang merupakan daerah pesisir laut utara yang membatasi antara
jawa tengah dan jawa timur. Daerah ini sejak dahulu terkenal melahirkan ulama-ulama
alim yang berbasis Ahlussunah Waljama’ah. Suatu ketika salah satu ulama
asli sarang dalam mauidzahnya mengemukakan “ di sarang itu tidak ada yang
berani mendirikan ormas Islam satupun, kecuali NU. Jadi sampai saat ini di Sarang
hanya ada satu ormas Islam yaitu NU”. Jadi layak saja bila sarang mendapatkan
selogan “Sarang Kota Santri”. Hal itu dapat dibuktikan dengan banyaknya
pesantren salaf yang berdiri di sarang seperti al-Anwar, MIS, MUS, al-Hidayah,
al-Amin, Nurul Anwar, MGS dan masih banyak lainya. KH. Wahab Husain termasuk
ulama asli sarang yang ikut mengharumkan Sarang, meski dalam dakwahnya beliau
tidak sepenuhnya di Sarang melainkan di Sulang.
Seperti di negara Arab, nama seorang ayah biasanya di letakkan di
belakang nama putranya. Begitupun dengan syaikhina KH. Wahab Husain. Husain
merupakan nama ayahnya. Beliau dilahirkan di Sarang pada tahun 1926 M. Sejak
kecil beliau hidup dan dibesarkan di lingkungan keluarga yang sangat peduli
dengan pendidikan, lebih-lebih dalam pendidikan agama Islam. Jadi ke’alimannya
pun dalam berbagai fan ilmu agama Islam tidak diragukan lagi. Sejak kecil
beliau di didik oleh pamannya, KH. Zubair dahlan (Ayah KH. Maimoen Zubair). KH.
Wahab Husain dan KH. Maimoen Zubair Sarang adalah sepupu.
Dalam menekuni ilmu agama, beliau merasa belum puas hanya dari
pamannya saja, meski sudah alim KH. Wahab Husain memutuskan untuk melanjutkan
pengembaraan ilmu di pesantren lain, tepatnya di pesabtren Lirboyo Kediri.
Beliau tidak sendirian, namun bersama-sama dengan KH. Sahid pengasuh pesantren
Kemadu Sulang dan sepupunya yaitu Syaikhina KH. Maimoen Zubair Dahlan pengasuh
pesantren al-Anwar Sarang. Oleh sebab itu, karena kedekatan mereka bertiga,
mereka mendapatkan gelar tiga serangkai. Namun, atas kehendak Allah sampai saat
ini yang masih hidup tinggal satu, yaitu KH. Maimoen Zubair.
Seusai dari Kediri, beliau kembali ke Sarang dan sempat menjadi
bagian tentara kemerdekaan yaitu Brigade
Hizbullah. Tapi kemudian beliau mengundurkan diri dari tentara kemerdekaan
yaitu Brigade Hizbullah, hal tersebut atas permintaan pamannya (KH. Zubair
Dahlan) untuk kembali mengajar. Bersama KH. Maimoen Zubair, beliau mendirikan
lembaga pendidikan yaitu MGS (Madrasah Ghozaliyah Syafi’iyah) yang sampai saat
ini masih aktif dan berkembang pesat. Di sarang beliau pernah menjadi pengusaha
garam dan nelayan. KH. Wahab Husain juga pernah bermukim dan belajar langsung
di Makkah bersama ayahanda sayid Muhammad ketika usai menjalankan ibadah haji.
KH. Wahab Husain menikah dengan ibu nyai Muslikhah. Ketika itu ibu nyai baru
berusia 16 tahun. Setelah itu beliau bermukim di Sulang sampai akhir hidupnya.
Dari pernikahannya itu, beliau dikaruniai 7 anak. 2 diantaranya meninggal dan
sampai saat ini masih 5. Sedangkan pengganti KH. Wahab Husain saat ini adalah
KH. Arif Zainal Arifin Wahab (Gus Arip).